Konflik STIT Raden Wijaya Berujung ke Polisi, Eks Pengurus Jadi Tersangka

Konflik STIT Raden Wijaya Berujung ke Polisi, Eks Pengurus Jadi Tersangka

Enggran Eko Budianto - detikJatim
Kamis, 09 Mar 2023 20:21 WIB
STIT Raden Wijaya Kota Mojokerto
Kubu pelapor menunjukkan salinan sertifikat lahan STIT Raden Wijaya (Foto: Enggran Eko Budianto)
Kota Mojokerto -

Konflik panjang dualisme kepengurusan di Sekolah Tinggi Ilmu Tarbiyah (STIT) Raden Wijaya, Kota Mojokerto berujung di tangan polisi. Satu eks pengurusnya ditetapkan sebagai tersangka karena diduga menggelapkan aset dan keuangan perguruan tinggi tersebut.

Berdasarkan data yang berhasil digali detikJatim, Polres Mojokerto Kota menetapkan eks Wakil Ketua 2 STIT Raden Wijaya, Hariris Nurcahyo (59) sebagai tersangka pada 9 Februari 2023. Guru berstatus PNS asal Desa Sambiroto, Sooko, Mojokerto itu dijerat dengan pasal 266 KUHP tentang Pemalsuan Surat atau 374 KUHP tentang Penggelapan dalam Jabatan atau 372 KUHP tentang Penggelapan.

Polisi menetapkan Hariris sebagai tersangka setelah melakukan penyelidikan dan penyidikan berdasarkan laporan Ketua Badan Pelaksana Penyelenggaraan Perguruan Tinggi NU Kota Mojokerto, Achmad Wahid Hasjim pada 7 November 2022. Badan inilah yang mengelola STIT Raden Wijaya di Jalan Pekayon I nomor 99A, Kelurahan/Kecamatan Kranggan.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

detikJatim lantas ke STIT Raden Wijaya untuk menggali ihwal konflik tersebut. Ternyata dualisme kepengurusan di kampus kecil ini terjadi sejak awal 2020. Perseturan terjadi antara kubu Hasan Buro dengan Munib yang saling mengklaim sebagai pengurus sah perguruan tinggi tersebut. Ketika itu, STIT Raden Wijaya masih di bawah naungan Perkumpulan Penyelenggara Perguruan Tinggi Raden Wijaya Mojokerto.

Wakil Ketua 2 STIT Raden Wijaya kubu Hasan Buro, Tamyizul Ibad mengatakan kubu Munib bersama Hariris dan kawan-kawan mengklaim sebagai pengurus kampus. Dasarnya adalah perkumpulan yang mereka bentuk sendiri tahun 2016 dengan Sueb Nawawi sebagai ketuanya. Sehingga pihaknya mengadukan Hariris dkk ke Polres Mojokerto Kota pada Desember 2020. Sebelum konflik terjadi, Hariris menjabat Wakil Ketua 1 Bidang Akademis STIT Raden Wijaya.

ADVERTISEMENT

"Yang kami laporkan saat itu Hariris, Sueb Nawawi, Ikrom, Soleh, Mahmudi, Muhlis dan Yoga. Mereka bestatus pengurus perkumpulan yg mereka dirikan sendiri tahun 2016, kemudian mengklaim sebagai penyelenggara STIT. Padahal penyelenggara yang sah masih ada, yaitu ketuanya Hasan Buro menggantikan Pak Fatih yang habis masa jabatannya 30 April 2020," kata Ibad kepada detikJatim, Kamis (9/3/2023).

Ibad menjelaskan, kubu Hasan Buro merupakan pengurus sah STIT Raden Wijaya karena diakui Direktorat Pendidikan Tinggi Keagamaan Islam Kemenag. Sejak Desember 2020 pula, kampus ini di bawah naungan Badan Pelaksana Penyelenggaraan Perguruan Tinggi NU Kota Mojokerto. Ibad sendiri saat ini menjabat sekretaris di badan tersebut. Sedangkan kursi ketua diduduki Achmad Wahid Hasjim.

"Alasan kedua, mereka kami laporkan karena menguasai aset STIT, yaitu 2 sertifikat tanah yang asli, kuitansi pembelian tanah yang asli. Mereka juga tidak pernah menyampaikan laporan keuangan kepada pengurus perkumpulan. Maka kami menduga terjadi penggelapan atau penipuan dalam jabatan," jelasnya.

Kedua sertifikat tanah tempat berdirinya STIT Raden Wijaya yang dikuasai kubu Hariris dkk adalah atas nama Badrus seluas 967 meter persegi dan atas nama Saifudin Anafabi seluas 884 meter persegi. Selain itu, Menurut Ibad, pihaknya mengalami kerugian sekitar Rp 1 miliar.

"Kerugian yang kami alami sekitar Rp 1 miliar. Kami menghitung berdasarkan tarif biaya kuliah dikalikan jumlah mahasiswa tahun 2020-2021 saat itu 500 orang lebih. Pendapatan dari itu, kami kurangi perkiraan pengeluaran rutin," ungkapnya.

Lantaran aset STIT Raden Wijaya ketika itu dikuasai Hariris dkk, pihaknya memindahkan perkuliahan di SMAI Brawijaya di Jalan Raya Surodinawan. Namun, hanya sekitar 130 mahasiswa yang melanjutkan pendidikan. Sedangkan sisanya ada yang mutasi ke perguruan tinggi lain, ada pula yang setop kuliah. Ibad menegaskan pihaknya tidak pernah menerbitkan SK mutasi mahasiswa.

Dualisme kepengurusan pun membuat bingung para mahasiswa. Sebab tahun itu, kedua kubu yang berkonflik sama-sama menerbitkan ijazah untuk 94 mahasiswa yang dinyatakan lulus. Ibad menyebut ijazah yang diterbitkan kubu Hariris tidak berlaku sebab tanpa disahkan Kopertais Wilayah IV Jatim.

"Dampak lainnya animo masyarakat otomatis turun drastis. Tahun 2021 hanya dapat 22 mahasiswa. Biasanya per angkatan dapat 130-an mahasiswa," ujarnya.

Ibad menuturkan proses hukum di Polres Mojokerto Kota terus berjalan. Polisi menaikkan status perkara ke tahap penyidikan sejak 6 Januari 2023. Berikutnya polisi menetapkan Hariris sebagai tersangka pada 9 Februari lalu. Namun, eks Wakil Ketua 2 STIT Raden Wijaya itu tidak ditahan. Ia berharap polisi juga mengusut keterlibatan pihak lain dalam kasus ini.

"Lembaga itu tidak bisa satu orang karena satu sama lain saling membutuhkan. Sebenarnya kami berharap penyidik bisa mengembangkan kasus ini. Sehingga pihak-pihak yang terlibat bisa mempertanggungjawabkan perbuatan mereka," tegasnya.

Di sisi lain, aset STIT Raden Wijaya sudah dikembalikan kepada kubu Hasan Buro. Sehingga perkuliahan akan kembali digelar di kampus ini mulai 13 Maret nanti. Jumlah mahasiswa yang tersisa hanya 130 orang.

Ketika dikonfirmasi detikJatim terkait status Hariris sebagai tersangka, Kasat Reskrim Polres Mojokerto Kota AKP Bambang Tri meminta waktu untuk mempelajari kasus ini. Sebab ia baru beberapa hari lalu dilantik. Sebelumnya, ia menjabat Kasat Reskoba Polres Mojokerto.

"Mohon waktu ya, nanti kalau saya sudah pelajari, saya kabari," cetusnya.

DetikJatim juga mengonfirmasi status tersangka kepada Hariris. Ia menyatakan bakal mengikuti proses hukum yang sedang berjalan. Namun, eks Wakil Ketua 1 STIT Raden Wijaya ini menampik tuduhan bahwa dirinya menggelapkan aset perguruan tinggi tersebut. Ia juga tidak pernah mengklaim sebagai pemilik 2 bidang tanah tempat berdirinya kampus.

"Saya membawa (sertifikat tanah) diperintah atasan saya. Waktu itu atasan saya Pak Sueb Nawawi, Ketua STIT Raden Wijaya. Disuruh mengamankan dan menyimpan. Saya dituduh menggelapkan dari mana. Saya tidak ingin menguasai juga tidak ingin memiliki. Saya hanya disuruh membawa, itu pun posisi saya sebagai anak buah," terangnya.

Terkait tuduhan menggelapkan keuangan STIT Raden Wijaya, Hariris juga membantahnya. Ia meminta pihak yang menuduh agar bisa membuktikan. "Keluar masuk (uang) itu urusan bendahara. Saya tidak pernah memegang uang kampus sampai saya tidak menjabat pun, karena di situ kan ada bendarahanya," jelasnya.

Hariris menambahkan, dualisme kepengurusan terjadi justru karena kubu Hasan Buro yang meninggalkan perkumpulan STIT Raden Wijaya untuk bergabung dengan PCNU Kota Mojokerto. Ia menampik telah mengusir mereka di awal 2020. Karena ditinggalkan itulah, pihaknya membentuk lembaga baru untuk mengelola perguruan tinggi tersebut.

"Dibentuk tahun 2020, namanya Perkumpulan Pengelola Pendidikan Raden Wijaya Indonesia. Itu dibentuk karena kami ditinggalkan mereka," tandasnya.

Halaman 2 dari 2


Simak Video "Video: 603.999 Penerima Bansos Main Judol, Transaksi Tertinggi Rp 3 M"
[Gambas:Video 20detik]
(dpe/iwd)


Hide Ads