Pakar Analisa Psikologi UGM Ungkap Sebab-Akibat Tragedi Kanjuruhan

Pakar Analisa Psikologi UGM Ungkap Sebab-Akibat Tragedi Kanjuruhan

Praditya Fauzi Rahman - detikJatim
Jumat, 10 Feb 2023 22:07 WIB
Sidang Tragedi Kanjuruhan mendengarkan saksi ahli
Sidang Tragedi Kanjuruhan mendengarkan saksi ahli dari pakar psikologi UGM (Foto: Praditya Fauzi Rahman/detikJatim)
Surabaya -

Sidang tragedi Kanjuruhan kembali digelar. Kali ini, ahli Psikologi Universitas Gajah Mada (UGM) Prof Kuncoro dihadirkan sebagai saksi.

Dalam menganalisa penyebab pertandingan tersebut, Kuncoro menyebut karakter intuisi polisi sebenarnya dapat diredam sebelum pertandingan dihelat. Pun dengan panpel yang menurutnya bisa dan memiliki kewenangan melarang petugas kepolisian membawa gas air mata.

Kuncoro menegaskan larangan membawa gas air mata dalam stadion sudah menjadi aturan dan rekomendasi FIFA dan PSSI. Sayangnya, lanjut Kuncoro, larangan itu tak diindahkan.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Jangan kemudian skill intuisi polisi dibunuh gara-gara ini (Tragedi Kanjuruhan). Polisi hanya pelaksana, jangan dibolak-balik," kata Kuncoro saat sidang di PN Surabaya, Jumat (10/2/2023).

Kuncoro menilai kisruh kala itu dipantik pertama kali oleh jumlah penonton yang melebihi ketentuan dan kapasitas. Terlebih, didatangi oleh suporter fanatik Arema FC, Aremania.

ADVERTISEMENT

Tak ayal, penonton fanatik itu ingin agar hasil pertandingan dimenangkan tim kebanggaannya. Namun, kesenangan kala itu menjadi amarah lantaran Arema FC kalah 2-3 dari Persebaya.

Alhasil, imbuh Kuncoro, beberapa oknum Aremania terpancing dalam melakukan ucapan dan tindakan ekstrem. Kondisi diperparah dengan suporter lain yang juga tersulut.

"Mereka (suporter) merasa identitasnya tidak kelihatan, kenekatannya semakin menjadi. Ditambah, pertandingan berlangsung malam hari dan muncul rasa anominitas (tanpa identitas)," ujarnya.

Sebelum terjadi pertikaian dengan polisi, suporter merangsek masuk dan mulanya mencoba melupakan kekesalan ke klub lawan. Sebab, kala itu tim Persebaya ternyata sudah pergi terlebih dulu masuk.

Maka dari itu, massa mengalihkan kemarahan ke pemain Arema FC dengan aneka 'sambatan'. Rupanya, hal tersebut dihalau petugas kepolisian. Sehingga, suporter beralih, meluapkan emosi mereka kepada petugas kepolisian yang bertujuan mengamankan pemain.

"Terjadilah benturan (antara polisi dengan suporter), karena dianggap melindungi," tutur dia.

Merasa terancam dengan provokasi dan tindakan suporter, petugas kepolisian langsung merespons aneka 'serangan' dari suporter dengan kuda-kuda, formasi, hingga sejumlah piranti atau alat yang melekat pada diri mereka.

Kuncoro menganggap respons tersebut wajar. Mengingat, Polri merupakan personel yang terlatih. Bahkan, juga memiliki pengalaman dalam menghadapi berbagai situasi di lapangan.

"Dalam penelitian psikologi, intuisi itu 2 tahap di atas rasional. Dengan pengalaman itu, polisi terlihat bertindak intuisi," tandas Kuncoro.




(abq/iwd)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads