Taruna Poltekpel Tewas Dianiaya, Pakar Sebut Kekerasan Jadi Tradisi Senior

Taruna Poltekpel Tewas Dianiaya, Pakar Sebut Kekerasan Jadi Tradisi Senior

Esti Widiyana - detikJatim
Jumat, 10 Feb 2023 15:32 WIB
Pakar Pendidikan Unesa Prof Dr Muchlas Samami
Pakar Pendidikan Unesa Prof Dr Muchlas Samami (Foto: Esti Widiyana)
Surabaya -

Taruna Politeknik Pelayaran Surabaya Muhammad Rio Ferdinan Anwar dianiaya hingga tewas oleh seniornya, AF. Dalihnya pun pembinaan senior kepada yunior. Sayangnya pembinaan tersebut menggunakan kekerasan hingga menghilangkan nyawa.

Pakar Pendidikan sekaligus Guru Besar Manajemen Pendidikan Universitas Negeri Surabaya (Unesa) Prof Dr Muchlas Samami mengatakan tradisi senioritas di lembaga pendidikan masih ada. Di mana senior merasa lebih tahu dibanding yang yunior dan memiliki kewenangan membina yunior.

"Kemudian ada beberapa kebiasaan di beberapa lembaga pembinaan boleh menggunakan kekerasan. Ingin menyelesaikan, ya tradisi pelan-pelan dikikis. Boleh membina tapi jangan kekerasan. Kenapa yang terjadi sering di lingkungan yang memang tradisinya keras, ya itu tradisi mereka. Karena merasa menjadi kebiasaan dan senior merasa punya hak membina, maka terjadi seperti itu," kata Prof Muchlas saat ditemui detikJatim di hotel Shangrila, Jumat (10/2/2023).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Bagi Prof. Muchlas, menghilangkan tradisi senioritas tak semudah membuat aturan larangan. Tetapi senior justru memberikan contoh agar tidak dilakukan yunior ketika menjadi senior. Sehingga tradisi tersebut bisa hilang perlahan.

Prof Muchlas juga menduga kekerasan terhadap taruna Poltekpel Surabaya yang tewas di tangan senior ini dilakukan berulang. kekerasan itu dilakukan berdalih pembinaan dengan memberikan kekerasan yang ternyata menghilangkan nyawa yuniornya.

ADVERTISEMENT

"Saya tidak tahu kasus real sampai meninggal. Dugaan saya itu kekerasan yang melampaui batas. Memukul mungkin kena bagian yang mematikan. Dugaan saya, tidak sekali, pengulangan. (Siapa yang salah?) Ga ada yang salah. Itu kan tradisi yang berulang. Dia merasa "dulu aku diginiin kok". Kemudian ada kebanggan bagi senior. Ketika kami jadi senior sama," jelasnya.

MenurutProf Muchlas, pihak Poltekpel Surabaya harus mengusut tuntas. Bahkan senior bisa langsung dilakukan drop out (DO) jika memang benar dia pelakunya.

"Melanggar aturan tata tertib sekolah mestinya diusut sesuai aturan. Kalau di kampus saya dikeluarkan di tempat saya mengajar di Unesa," ujarnya.

Selain itu, Prof Muchlas menyebut sekolah kedinasan sering terjadi pembinaan dengan menjunjung tinggi senioritas. Sebab, senior dan yunior lebih sering bertemu, baik saat pendidikan maupun di asrama.

"Kenapa sekolah kedinasan sering terjadi? Karena di asrama, kalau di kampus biasa kan masing-masing. Karena lebih sering ketemu merasa membina langsung ke yunior. Kalau di kampus 'aku senior' ga ada. Bagaimana tradisi, bagaimana aturan yang bisa dilakukan menegur, membina itu yang perlu ditegakkan," urainya.

Prof Muchlas mengatakan lembaga pendidikan tersebut juga bisa saja belum memiliki mekanisme hingga sampai kecolongan ada senior melakukan pembinaan dengan kekerasan.

"Mungkin juga punya (mekanisme), mungkin penerapannya ga maksimal, mungkin belum punya rincian, mungkin pengawasan belum maksimal. Kalau di asrama memang gesekan antar orang lebih tinggi. Yang perlu diwaspadai itu sekolah-sekolah yang ber-asrama, sekolah yang senior yunior ketat. Sekolah kedinasan perlu perhatian, senior dan yunior ketat," pungkasnya.




(esw/iwd)


Hide Ads