Eksepsi Bripda Randy Tuding Dakwaan Jaksa Kabur

Eksepsi Bripda Randy Tuding Dakwaan Jaksa Kabur

Enggran Eko Budianto - detikJatim
Kamis, 24 Feb 2022 20:57 WIB
bripda randy
Bripda Randy di ruang Pengadilan Negeri Mojokerto (Foto: Enggran Eko Budianto)
Mojokerto -

Dalam eksepsinya, Bripda Randy Bagus Hari Sasongko (21) mengkritik beberapa hal terkait dakwaan jaksa penuntut umum (JPU). Salah satunya, ia menilai dakwaan pidana aborsi dari JPU untuk dirinya, kabur atau kurang jelas.

Nota keberatan atau eksepsi Bripda Randy dibacakan tim penasihat hukumnya di Ruangan Sidang Tirta, Pengadilan Negeri (PN) Mojokerto mulai pukul 10.30 WIB. Polisi nonaktif itu hanya duduk terdiam di kursi pesakitan sampai sidang berakhir pukul 11.17 WIB.

Sidang pembacaan eksepsi terdakwa dipimpin Ketua Majelis Hakim Sunoto, serta Hakim Anggota Pandu Dewanto dan Sari Cempaka Respati. Hadir pula JPU Ari Wibowo, serta 4 pengacara Randy, Elisa Andarwati, Wiwik Tri Haryati, Sugeng Prayitno dan Rora Arista Ubariswanda.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Dalam eksepsi yang dibacakan Wiwik, PN Mojokerto dinilai tidak berwenang untuk memeriksa maupun mengadili perkara aborsi kandungan Novia Widyasari Rahayu (23) yang menjerat Bripda Randy. Karena tidak sesuai dengan ketentuan pasal 84 ayat (2) KUHAP.

Berdasarkan pasal ini, untuk menentukan pengadilan yang berwenang menangani perkara tersebut harus mempertimbangkan beberapa hal. Yaitu tempat kejadian perkara, tempat tinggal mayoritas saksi, tempat tinggal terdakwa, tempat terdakwa ditemukan, serta tempat terdakwa ditahan.

ADVERTISEMENT

"Jadi, PN Mojokerto tidak berwenang mengadili perkara ini karena perbuatan (aborsi) di luar wilayah PN Mojokerto. Jaksa penuntut hanya menyebutkan mayoritas saksi tinggal di wilayah hukum PN Mojokerto tanpa menjelaskan kualitas saksi-saksi. Sehingga tidak memenuhi ketentuan pasal 84 ayat (2) KUHAP. Oleh karena itu, PN Mojokerto tidak berwenang mengadili perkara a quo," kata Wiwik dalam sidang, Kamis (24/2/2022).

Berikutnya, Wiwik menilai dakwaan JPU untuk Bripda Randy, kabur atau kurang jelas. Karena menurutnya, pidana aborsi yang didakwakan jaksa adalah perbuatan Novia Widyasari Rahayu, bukan perbuatan kliennya. Selain itu, uraian kejadian perkara dalam dakwaan kesatu dan kedua yang dibuat JPU, sama. Padahal, pasal untuk dakwaan kesatu dan kedua berbeda.

"Dakwaan JPU juga tidak menguraikan cara terdakwa melakukan tindak pidana, baik dalam dakwaan primer maupun subsider. JPU tidak bisa menguraikan tempat dan waktu kejadian secara nyata. Padahal itu syarat material sebuah dakwaan. Oleh karenanya, sudah seharusnya dakwaan JPU batal demi hukum," terang Wiwik.

Pengacara asal Pasuruan ini menjelaskan, dalam surat dakwaan, JPU tidak menguraikan secara keseluruhan tindak pidana aborsi dan konstruksi kejadian yang dilakukan Bripda Randy. Sehingga kliennya kesulitan memahami isi dakwaan tersebut.

"Juga tidak diuraikan siapa pelaku utama, siapa yang turut membantu, sedangkan Novia tidak dapat dimintai keterangan karena sudah meninggal dunia. Sehingga terdakwa yang harus menanggung. Oleh karenanya kami berpendapat surat dakwaan JPU tidak jelas dan kabur," cetus Wiwik.

Eksepsi Bripda Randy juga menyinggung berkas perkara aborsi. Menurut Wiwik, JPU tidak melaksanakan perintah pasal 143 ayat (4) KUHAP. Yaitu memberikan turunan surat pelimpahan perkara dan surat dakwaan kepada terdakwa pada saat melimpahkan perkara aborsi ini ke PN Mojokerto.

"Surat pelimpahan perkara meliputi surat pelimpahan perkara itu sendiri, surat dakwaan dan berkas perkara. JPU nyata-nyata tidak melaksanakan perintah pasal 143 ayat (4) KUHAP. Sangat merugikan dan menghilangkan hak terdakwa. Kami mohon Majelis hakim Yang Terhormat untuk memerintahkan JPU segera memberikan berkas perkara lengkap kepada terdakwa atau penasihat hukumnya," jelasnya.

Tidak hanya itu, Wiwik menuding dakwaan yang dibuat JPU tidak benar atau palsu karena tidak mengakomodir semua fakta-fakta yuridis. Dalam membuat dakwaan, JPU dinilai hanya merujuk pada pengakuan atau curhatan Novia Widyasari Rahayu. Menurutnya, perkara ini dipaksakan untuk diadili karena terlanjur viral sehingga memicu desakan publik.

"Pasal yang diterapkan JPU dalam dakwaan salah karena tidak ditampilkan bukti visum korban melakukan aborsi, melainkan visum dari Puskesmas Sooko kalau Novia meninggal dunia karena minum racun potasium dicampur teh. Maka dakwaan JPU tidak tepat," tegasnya.

Kasipidum Kejaksaan Negeri Kabupaten Mojokerto, Ivan Yoko mengaku telah mendengarkan semua eksepsi yang diajukan Bripda Randy melalui tim penasihat hukumnya. Namun, ia enggan merespons nota keberatan terdakwa tersebut sampai sidang berikutnya.

"Sesuai apa yang ditentukan majelis hakim tadi, kami mempunyai waktu sampai 1 Maret 2022 untuk memjawab eksepsi tersebut. Akan kami tanggapi satu per satu alasan-alasan penasihat hukum terdakwa yang tertuang dalam nota keberatan," tandasnya.

Pada sidang perdana perkara aborsi, Kamis (17/2), JPU mendakwa Bripda Randy dengan pasal 348 ayat (1) KUHP atau pasal 348 ayat (1) juncto pasal 56 ayat (2) KUHP. Polisi nonaktif itu didakwa melakukan dua kali aborsi terhadap kandungan Novia atas persetujuan kekasihnya tersebut.

Bripda Randy sehari-hari berdinas di Seksi Umum (Sium) Polres Pasuruan. Ia juga kadang kala diperbantukan sebagai sopir Kapolres. Randy telah dipecat dari Polri pada 27 Januari 2022. Namun, ia mengajukan banding. Selain itu, dia juga harus menjalani proses hukum terkait perbuatannya yang diduga menggugurkan kandungan kekasihnya, Novia Widyasari Rahayu (23).

Setelah berkas perkara aborsi tersebut dinyatakan lengkap (P21) pada 31 Januari 2022, penyidik Polda Jatim menyerahkan Bripda Randy ke Kejari Kabupaten Mojokerto pada 2 Februari lalu. Jaksa menitipkan polisi asal Dusun/Desa Plintahan, Pandaan, Pasuruan itu di Rutan Polres Mojokerto selama proses peradilan.

Kasus aborsi tersebut mencuat akhir tahun lalu. Yaitu saat Novia ditemukan tewas oleh warga di sebelah makam ayahnya di Makam Umum Sugihan, Desa Japan, Kecamatan Sooko, Mojokerto, Kamis (2/12) sekitar pukul 15.30 WIB. Mahasiswi Universitas Brawijaya Malang ini nekat mengakhiri hidupnya dengan menenggak racun potasium dicampur teh.

Aksi nekat Novia diduga karena masalah asmara dengan kekasihnya, Bripda Randy yang saat itu aktif berdinas di Polres Pasuruan. Mereka berpacaran sejak Oktober 2019. Novia ternyata dua kali hamil dengan Randy. Bukannya menikah, mereka justru menggugurkan kandungan menggunakan obat pada Maret 2021 dan Agustus 2021.




(iwd/iwd)


Hide Ads