Tradisi Upacara 1 Suro di Petilasan Sri Aji Joyoboyo Masih Dilestarikan Warga Kediri

Eka Fitria Lusiana - detikJatim
Kamis, 27 Nov 2025 03:00 WIB
Petilasan Sri Aji Joyoboyo. (Foto: Andhika Dwi/detikJatim)
Kediri -

Kediri tidak hanya dikenal sebagai daerah yang kaya akan peninggalan sejarah. Di wilayah ini, terdapat sebuah tradisi yang masih dijaga dan dilaksanakan hingga kini, yakni upacara adat di Petilasan Sri Aji Joyoboyo.

Ritual tahunan ini menjadi salah satu daya tarik budaya yang selalu menarik perhatian masyarakat, baik wisatawan lokal maupun dari berbagai daerah.

Upacara tradisional tersebut digelar setiap tanggal 1 Suro, berlokasi di Desa Menang, Kecamatan Pagu, Kabupaten Kediri. Setiap tahun, kawasan ini dipadati warga yang ingin mengikuti prosesi suci sekaligus menyaksikan rangkaian adat yang berkaitan dengan sejarah Raja Kediri, Sri Aji Joyoboyo.

Mengenal Petilasan Sri Aji Joyoboyo

Dalam jurnal Upacara Tradisional 1 Suro di Petilasan Sri Aji Joyoboyo Desa Menang Kecamatan Pagu Kabupaten Kediri Tahun 1976-2014 karya Ardy Purnomo dan kawan-kawan, petilasan ini diyakini sebagai tempat moksa Sri Aji Jayabaya, raja besar Kediri pada masa kerajaan Panjalu. Jayabaya dikenal sebagai pemimpin yang berhasil menyatukan Kerajaan Panjalu dan Jenggala menjadi Kerajaan Kadiri sekitar tahun 1130 hingga 1157.

Kirab 1 Suro Petilasan Sri Aji Joyoboyo di Kediri Foto: Andhika Dwi/detikJatim

Sri Aji Joyoboyo dianggap sebagai raja terbesar dan paling berpengaruh dalam sejarah Panjalu. Hal ini diperkuat dengan temuan Prasasti Ngantang bertanggal 7 September 1135, yang mencatat kemenangan Jayabaya atas Kerajaan Jenggala. Kebesaran sang raja bahkan diyakini masih terasa hingga kini melalui sejumlah ramalan yang dikaitkan dengan tanah Jawa.

Petilasan Sri Aji Joyoboyo sendiri mengalami pemugaran pada 22 Februari 1975 dan diresmikan pada 17 April 1976. Pemugaran ini dilakukan oleh keluarga besar Hondodento dari Yogyakarta, sebuah perkumpulan yang fokus melestarikan budaya Jawa.

Tradisi Upacara 1 Suro yang Terus Dilestarikan

Tradisi upacara di petilasan masih rutin dilaksanakan masyarakat Desa Menang setiap tanggal 1 Suro atau Muharam sejak tahun 1976. Sejak tahun 2000, ritual ini juga telah terdaftar sebagai objek wisata budaya dan dikelola oleh pemerintah daerah. Masyarakat setempat turut membentuk komunitas Paguyuban Sri Aji Joyoboyo untuk menjaga kelestarian tradisi ini.

Tujuan Pelaksanaan Upacara

Upacara adat ini memiliki sejumlah tujuan, antara lain:

  • Mempertebal iman dan keyakinan kepada Tuhan Yang Maha Esa.
  • Mengenang sejarah perjuangan leluhur, pemimpin, dan pejuang dari masa ke masa.
  • Memperingati tahun baru 1 Suro dalam penanggalan Jawa sembari memanjatkan doa memohon taufik dan hidayah.
  • Memperkuat kepribadian serta rasa percaya diri sebagai bangsa berideologi Pancasila.
  • Melestarikan tradisi leluhur yang sudah berlangsung lama.
  • Menjaga pusaka yang memiliki nilai sejarah dan kisah mistis.
  • Melakukan pembersihan diri secara lahir dan batin.
  • Sebagian masyarakat percaya air bekas pembersihan pusaka dapat digunakan sebagai obat, penglaris, atau jimat.
  • Menyebarkan daya magis dari pusaka yang dikirab.

Perlengkapan Upacara

Upacara di Petilasan Sri Aji Joyoboyo membutuhkan sejumlah peralatan yang dibutuhkan dalam upacara. Berikut rinciannya:

1. Perlengkapan di Loka Moksa, Loka Busana, dan Loka Mahkota Sri Aji Joyoboyo

Perlengkapan yang digunakan di lokasi ini meliputi rangkaian pusaka, lima payung susun tiga, 28 payung tidak bersusun, plooncon, gamela, dan samir.

2. Perlengkapan di Sendang Tirto Kamandanu

Perlengkapan yang dibawa yaitu 28 payung tidak bersusun, plooncon, dan samir.

Rangkaian Pelaksanaan Upacara

Mengutip disperpusip.jatimprov, seluruh peserta mengenakan busana tradisional Jawa-Yogyakarta. Prosesi dimulai dari pendapa Kelurahan Menang menuju Petilasan Sri Aji Joyoboyo tanpa alas kaki.

Urutan barisan dimulai dari remaja putri ayu pembawa tabur bunga, diikuti pembawa pusaka dan tempat kemenyan yang dikawal pembawa payung susun tiga. Selanjutnya, pemimpin upacara, juru kunci, Kepala Desa, dan Ketua Yayasan Hondodento berjalan di belakang rombongan tersebut. Barisan berikutnya diisi pembawa bunga yang dinaungi payung emas, sementara para tamu undangan berada di baris paling belakang dengan iringan gending khusus, yakni gending Monggang.

Setibanya di petilasan, seluruh peserta duduk bersila menghadap satu arah untuk memanjatkan rasa syukur dan sembah hormat kepada Prabu Jayabaya. Setelah itu dilakukan mengheningkan cipta untuk mengenang arwah leluhur. Remaja putri kemudian menabur bunga di petilasan, di lokasi penyimpanan busana dan mahkota Prabu Jayabaya. Pengunjung juga mendapat kesempatan menabur bunga di guci besar berisi air siraman yang telah disediakan.

Rangkaian tradisi ini menjadi daya tarik budaya yang kuat sehingga tiap tahun menarik kedatangan pengunjung dari dalam maupun luar daerah.

Artikel ini ditulis oleh Eka Fitria Lusiana, peserta magang PRIMA Kemenag di detikcom.



Simak Video "Keindahan Budaya dan Pariwisata Jawa Barat Menyatu dalam Kekayaan Nusantara"

(ihc/hil)
Berita Terkait
Berita detikcom Lainnya
Berita Terpopuler

Video

Foto

detikNetwork