Asal-usul, Legenda dan Komunitas Ludruk Khas Jawa Timur

Eka Fitria Lusiana - detikJatim
Selasa, 25 Nov 2025 14:30 WIB
Pertunjukan Ludruk Jatim. Foto: Praditya Fauzi Rahman/detikJatim
Surabaya -

Kesenian memang patut terus dirawat. Salah satunya kesenian ludruk. Seni pertunjukan ini telah menjadi napas budaya masyarakat Jawa Timur. Ludruk telah berkembang sejak masa kolonial sebagai media kritik yang paling dekat dengan masyarakat.

Melalui tokoh-tokoh seperti cak dan ning, ludruk membawa pesan moral, semangat perjuangan, hingga sindiran terhadap realitas sosial. Berikut serba-serbi kesenian ludruk, salah satu budaya khas Jawa Timur.

Asal-usul Seni Ludruk

Mengutip situs resmi Vokasi Universitas Airlangga, kesenian ludruk mulai dikenal sejak 1930-an di Kota Pahlawan. Kesenian ini awalnya berkembang dari lerok dan besutan, sebelum akhirnya mendapat sebutan "ludruk" yang diciptakan masyarakat Surabaya.

Pendiri komunitas ludruk, Cak Robert, menjelaskan ludruk merupakan singkatan dari "gela-gelo dan gedruk-gedruk". Namun, ada pula sumber lain yang menyebut asal katanya adalah "molo-molo dan gedruk-gedruk".

Seniman ludruk surabaya Foto: Istimewa

Meski berbeda versi, ketiga istilah tersebut menggambarkan karakter pertunjukan ludruk. Kata "gelo-gelo" merujuk pada gerakan menggelengkan kepala secara perlahan ketika berbicara.

Sementara "gedruk-gedruk" menggambarkan hentakan kaki pada tari ngremo yang menjadi bagian penting pertunjukan. Adapun "molo-molo" digunakan untuk melukiskan gaya bicara menggebu-gebu dan cenderung terburu-buru. Karena penamaannya muncul dari masyarakat, ludruk pun dikenal sebagai kesenian rakyat.

Sejarah dan Pelopor Kesenian Tradisional Surabaya

Kesenian ludruk di Surabaya dikembangkan Cak Durasim bersama komunitas Ludruk Organisatie (LO) yang ia dirikan. Salah satu kidungan yang membuat Cak Durasim dan LO dikenal luas adalah kidungan jula-juli yang berbunyi, "Pangupon omah'e doro, melok nippon soyo sengsoro".

Dalam bahasa Indonesia, kalimat itu berarti, "Pangupon adalah rumah burung dara, ikut Nippon (Jepang) semakin sengsara". Kidungan tersebut menjadi bentuk sindiran terhadap kondisi pemerintahan saat itu.

Sekaligus penyemangat bagi masyarakat untuk meraih kemerdekaan pada masa penjajahan Jepang. Namun, kritik tersebut membuat Cak Durasim dan LO ditangkap pemerintah Jepang.

Pertunjukan Ludruk Foto: Adhar Muttaqin

Selain Cak Durasim, tokoh penting lainnya adalah Cak Kartolo. Ia berkarya melalui Grup Kartolo CS bersama Ning Tini, Basman, Sokran, Munawar, dan Sapari. Pada era 1980-an, karya ludruk mereka makin dikenal masyarakat Indonesia lewat kerja sama dengan Nirwana Record.

Hingga kini, Cak Kartolo dan istrinya, Ning Tini, masih aktif berkarya dan bekerja sama dengan sejumlah sutradara film Indonesia. Di sisi lain, perkembangan ludruk di Surabaya tetap hidup karena peran berbagai komunitas yang menjaga kelestarian kesenian rakyat ini.

Komunitas Ludruk yang Masih Aktif

Komunitas ludruk masih terus bertahan di tengah gempuran zaman, menghadirkan pentas yang bukan hanya menghibur, tetapi menjaga identitas budaya Jawa Timur. Di berbagai daerah, kelompok-kelompok ludruk tetap aktif berlatih, tampil, dan merekrut generasi muda agar seni tradisi ini tidak hilang ditelan modernitas.

  • Komunitas Arboyo
  • Komunitas Warna Budaya
  • Komunitas Luntas
  • Komunitas Putra Taman Hirra
  • Komunitas Marsudi Latas

Nama-nama Seniman Ludruk Jawa Timur yang Melegenda

Ludruk bukan hanya seni pertunjukan, tetapi rumah bagi seniman besar yang meninggalkan jejak kuat dalam sejarah budaya Jawa Timur. Dari generasi ke generasi, sejumlah tokoh legendaris memberi warna, gaya, dan identitas khas pada ludruk. Melansir berbagai sumber, berikut nama-nama seniman ludruk yang melegenda.

1. Cak Pono

Mengutip detikJatim, Cak Pono adalah seniman ludruk pada periode lerok besut 1920-1930-an. Pertunjukannya meliputi tandhakan (tarian), dagelan (lawakan), dan besutan.

Pada akhir 1930-an, ia memanfaatkan ludruk sebagai media propaganda anti-penjajahan. Ia juga turut menyebarkan informasi mengenai berdirinya organisasi Budi Utomo melalui kidungan dalam pementasannya. Aktivitas itu membuatnya ditangkap Belanda dan dipenjara.

2. Pak Santik

Pak Santik berasal dari Desa Ceweng, Kecamatan Gudo, Kabupaten Jombang. Bersama rekannya, Amin, ia menjadi pelopor ludruk ngamen atau lerok pada 1905-1915. Ia juga memprakarsai pertunjukan ludruk besut pada 1915-1920.

3. Cak Markeso

Cak Markeso, atau Cak So, dikenal sebagai seniman yang menciptakan ludruk gaya baru pada 1950-1980, yakni ludruk garingan dan ontang-anting. Atas kontribusinya, pemerintah mendirikan Balai Budaya Cak Markeso di Kampung Ketandan, Genteng, Surabaya sebagai bentuk penghormatan.

Balai budaya cak markeso Foto: Instagram @budalrek

4. Cak Sidik

Cak Sidik atau Sidik Wibisono adalah seniman ludruk senior kelahiran Surabaya. Ia memulai karier pada 1969 di Ludruk Tri Sakti yang tampil di Taman Hiburan Rakyat Surabaya.

Ia akhirnya pindah ke Ludruk RRI. Pada akhir 1970-an, ia mendirikan grup ludruk Sidik CS yang beranggotakan dirinya, istrinya Ning Surya Dewi, serta sejumlah seniman lain.

Artikel ini ditulis Eka Fitria Lusiana, peserta magang PRIMA Kemenag di detikcom.



Simak Video "Video: Lagu Indonesia 90-an Ini Hits Banget pada Masanya, Gen Z Tahu Gak Ya?"

(ihc/irb)
Berita Terkait
Berita detikcom Lainnya
Berita Terpopuler

Video

Foto

detikNetwork