Napak Tilas Sel KH Hasyim Asy'ari Mojokerto, Dipenjara Demi Pertahankan Akidah

Jejak Ramadan

Napak Tilas Sel KH Hasyim Asy'ari Mojokerto, Dipenjara Demi Pertahankan Akidah

Enggran Eko Budianto - detikJatim
Minggu, 23 Mar 2025 02:40 WIB
Tapak Tilas Sel KH Hasyim Asyari di Mojokerto
Suasana sel KH Hasyim Asy'ari di Mojokerto saat penjajahan Jepang (Foto: Enggran Eko Budianto/detikJatim)
Jakarta -

Pahlawan Nasional sekaligus salah satu tokoh pendiri Nahdlatul Ulama (NU), Hadratussyeikh KH Hasyim Asy'ari pernah dipenjara di Mojokerto. Pendiri Pondok Pesantren (Ponpes) Tebuireng, Jombang ini rela ditahan dan disiksa tentara kolonial Jepang demi mempertahankan akidah.

Dari luar, kamar nomor 2 di blok tahanan Lapas Kelas IIB Mojokerto ini berbeda dengan sel lainnya. Sebab terdapat lambang NU pada sisi kanan dan kiri pada atas pintu sel. 'Kapasitas 5 Orang' terukir persis di atas pintunya. Namun, kenyataannya kamar ini dihuni 13 orang tahanan.

Begitu memasukinya, ciri khas bangunan bikinan Belanda sangat jelas. Yaitu dindingnya tebal dan jendelanya besar. Kamar berukuran 5x4 meter setinggi 5,5 meter ini dilengkapi 2 ventilasi udara dan teralis besi yang masih kokoh. Mayoritas bangunan sel ini tetap sama sejak dibangun pada zaman penjajahan.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Kecuali lantai keramik putih, toilet di sebelah kiri pintu, warna dinding, serta perkakas di dalamnya. Kehadiran KH Hasyim Asy'ari atau Mbah Hasyim begitu terasa di dalamnya. Sejumlah foto kakek KH Abdurrahman Wahid atau Gus Dur dipajang rapi di tembok. Beberapa kitab suci Al-Qur'an juga tertata rapi di rak.

Bahkan, warna dinding dipertahankan hijau karena identik dengan warna NU, organisasi masyarakat terbesar di Indonesia. Kepala Lapas Mojokerto Rudi Kristiawan menjelaskan, pihaknya sengaja menjaga sel nomor 2 ini menjadi tempat yang bersejarah. Sebab di sel ini lah Mbah Hasyim pernah ditahan oleh tentara kolonial Jepang.

ADVERTISEMENT

"Sebagai penghormatan kami kepada beliau sebagai tokoh dan pahlawan nasional pendiri NU. Seperti kata Bung Karno, jasmerah, jangan melupakan sejarah," terangnya kepada wartawan di lokasi, Sabtu (22/3/2025).

Rudi menjelaskan, Mbah Hasyim ditangkap dan dijebloskan ke penjara oleh tentara kolonial Jepang karena menolak seikerei. Yaitu ritual membungkuk ke matahari saat terbit sebagai penyembahan ke Dewa Matahari atau Amaterasu, serta penghormatan kepada Hirohito, Kaisar Jepang zaman itu.

Tentu saja pendiri Ponpes Tebuireng ini tegas menolaknya karena bertentangan dengan akidah Islam. Awalnya, Mbah Hasyim ditahan di Lapas Jombang pada minggu kedua Maret 1942. Gelombang unjuk rasa para santri membuat penahanannya dipindahkan ke Pendjara Poerwotengah yang kini menjadi Lapas Kelas IIB Mojokerto di Jalan Taman Siswa, Kota Mojokerto pada 11 April 1942.

Suasana sel KH Hasyim Asy'ari di Mojokerto saat penjajahan JepangSuasana sel KH Hasyim Asy'ari di Mojokerto/ Foto: Enggran Eko Budianto/detikJatim

Selama di Pendjara Poerwotengah, Mbah Hasyim ditempatkan di sel nomor 2. Ia mengalami penyiksaan yang pedih. Jemarinya dihantam palu berulang kali oleh serdadu Nippon. Meski begitu, ia tetap teguh pada akidahnya. Bahkan, ia berulang kali khatam Al-Qur'an dan Hadist Imam Bukhari.

"Almarhum KH Hasyim Asy'ari ditahan di sini selama 4 bulan. Keteguhan dan kekuatan spiritualnya mengalahkan rasa sakit penyiksaan tentara Jepang," jelasnya.

Tentara kolonial Jepang lantas memindahkan Mbah Hasyim ke Penjara Kloben atau Bubutan di Surabaya pada 18 Agustus 1942. Sekitar 3 bulan kemudian, ia dibebaskan berkat diplomasi para kiai besar, serta perjuangan para santri dan pahlawan zaman itu. Salah satunya peran KH Abdul Wahab Chasbullah, pendiri NU dan Ponpes Tambakberas, Jombang.

Lapas Mojokerto, khususnya sel nomor 2 menjadi saksi bisu perjuangan Mbah Hasyim melawan kolonialisme. Menurut Rudi, lapas ini dibangun pemerintah Hindia Belanda tahun 1918 silam. Kini, kondisinya memprihatinkan karena over kapasitas. Lapas yang kapasitas normalnya 344 orang, saat ini dihuni 1.005 tahanan dan narapidana.

"Ini menunjukkan kriminalitas di Mojokerto termasuk tinggi. Kami imbau seluruh lapisan masyarakat lebih sadar dan taat hukum agar tidak membuat lapas ini semakin over kapasitas," ujarnya.

Salah satu penghuni sel nomor 2 saat ini adalah Ikhwan Arofidana (43). Ia sudah satu tahun ditahan karena korupsi anggaran Desa Sampangagung, Kutorejo, Mojokerto. Perkaranya belum inkrah karena ia mengajukan kasasi setelah divonis 4 tahun bui. Namun, ia merasa beruntung sejak awal ditempatkan di sel yang pernah ditempati Mbah Hasyim.

Bersama 12 tahanan lainnya, sehari-hari ia salat berjamaah, mengaji dan mengirim doa kepada KH Hasyim Asy'ari. "Yang jelas di sini auranya sangat positif, terasa menyejukkan jiwa. Sehingga selalu tertarik untuk melakukan hal positif. Mimpinya setelah bebas menjadi lebih baik lagi," cetusnya.

Pemerhati Sejarah Mojokerto, Ayuhanafiq menuturkan, Mbah Hasyim tiba di Pendjara Poerwotengah pada 11 April 1942 menjelang magrib. Santri Mbah Hasyim, Mansyur Solikhi menyaksikan langsung pemindahan ulama besar Indonesia ini. Sebab kala itu, Mansyur juga ditahan tentara Jepang di sel nomor 1 yang bersebelahan dengan sel Mbah Hasyim.

Santri Ponpes Tebuireng ini ditahan sejak Maret 1942 karena terlibat rayahan, yaitu menjarah harta milik orang Belanda pada masa transisi penjajahan. Kelak pada masa perang mempertahankan kemerdekaan RI karena agresi militer Belanda II, Mansyur menjadi Komandan Laskar Hizbullah Karesidenan Surabaya. Laskar perjuangan para santri ini dibentuk atas usaha putra Mbah Hasyim, KH Wahid Hasyim.

Selama di Pendjara Poerwotengah, Mansyur akarab dengan Abdoel Djalil, sipir kenalan ayahnya. Sehingga ia mudah mendapatkan kiriman makanan dari orang tuanya. Termasuk selimut untuk mengurangi dinginnya lantai penjara. Kala itu, ia merelakan selimutnya untuk sang guru.

"Saat Mbah Hasyim sudah masuk ke sel tahanan, Mansyur Solikhi memanggil Djalil yang baru selesai memeriksa tiap ruangan. Ia menyerehkan selimutnya kepada Djalil agar diberikan kepada Mbah Hasyim," ungkapnya.

Perjuangan Mbah Hasyim melawan penjajahan, kata Ayuhanafiq, terjadi jauh sebelum NU berdiri. Menurutnya, Mbah Hasyim melawan wajib militer (Inlandsche Militie) yang diterapkan kolonial Belanda di tanah air tahun 1914. Karena masa itu, Belanda terdesak oleh kekuatan militer Jerman. Kakek Gus Dur ini juga menolak kebijakan Blood Tranfutie atau transfusi darah untuk serdadu Belanda.

Tapak Tilas Sel KH Hasyim Asy'ari di MojokertoTapak Tilas Sel KH Hasyim Asy'ari di Mojokerto/ Foto: Enggran Eko Budianto/detikJatim

Sebab menurut Mbah Hasyim, Bangsa Indonesia tidak punya kewajiban membela Ratu Belanda. Prinsip yang ia pegang teguh membuat Belanda geram. Sebab banyak umat Islam di Jawa yang mengikuti arah politiknya. Pemerintah kolonial pun membayar preman untuk membakar pesantren Mbah Hasyim di Jombang. Para santrinya juga diserang.

Namun, tindakan represih penjajah tak menggoyahkan prinsip Mbah Hasyim. Sehingga Gubernur Jawa Timur Pemerintah Hindia Belanda, Van Der Plas menempuh jalur politis. Ia meminta bantuan Bupati Jombang, RAA Soeroadiningrat IV untuk mendekati Mbah Hasyim. Tujuannya memberi penghargaan bintang perak dari Ratu Belanda agar Mbah Hasyim melunak.

"Ternyata Mbah Hasyim menolak pemberian tersebut. Alasan yang beliau sampaikan pada tamunya adalah karena tidak ingin mencampuradukkan keikhlasan hatinya dengan maksud duniawi," terangnya.

Terkait sejarah pembangunan Lapas Mojokerto, Ayuhanafiq mempunyai pendapat lain. Semula Penjara Mojokerto di pojok timur alun-alun. Bangunannya tak terawat sehingga kontras dengan gedung-gedung di sekitarnya. Seperti Kantor Bupati, Masjid Agung Kauman, Kantor Asisten Residen, gedung bioskop. Bahkan, penjara persis di sebelah selatan gedung Societiet Concordia, tempat pertemuan kaum mapan.

Bahkan, Rumah Tahanan Mojokerto ini jauh dari kata masusiawi. Menurut kesaksian sipir penjara W Elderenbosch yang tugasnya dipindahkan dari Tahanan Kalisosok, Surabaya ke Mojokerto tahun 1920, kondisi Rutan Mojokerto kala itu over kapasitas. Para tahanan kurur kering tidur berdesakan di ruangan yang pengap dan lembab.

Pakaian mereka lusuh, compang camping. Bahkan, sebagian telanjang karena tak punya baju. Makanan dari penjara juga sangat tidak layak. Mereka harus kelaparan setiap malam. Tak ayal banyak tahanan dan narapidana yang sakit. Menurut Elderenbosch, 13 orang tewas karena sakit hanya dalam 3 bulan.

Tahun 1927, pemerintah Hindia Belanda merelokasi Rutan Mojokerto ke Jalan Taman Siswa, Kelurahan Purwotengah, Magersari, Kota Mojokerto. Namun, niat mereka sebatas untuk mempercantik wajah pusat kota. Pendjara Poerwotengah ini lah yang bertahan hingga kini. Sedangkan rutan di pojok timur alun-alun, masa itu dijadikan pengadilan pribumi atau Landraad.

"Relokasi penjara Mojokerto tidak lepas dari penataan keindahan kota. Keberadaan penjara dengan bangunan yang kusam tepat di pusat kota dianggap merusak pemandangan dan estetika kota," tandasnya.

Halaman 2 dari 2


Simak Video "Video Fadli Zon: Soeharto Sangat Layak Diberi Gelar Pahlawan Nasional"
[Gambas:Video 20detik]
(abq/fat)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads