Kabupaten Banyuwangi merupakan salah satu wilayah yang terletak di ujung paling timur Provinsi Jawa Timur. Banyuwangi berbatasan langsung dengan Selat Bali dan memiliki bentang alam yang begitu indah. Berikut jejak sejarah Kabupaten Banyuwangi.
Kabupaten Banyuwangi dikenal masyarakat memiliki julukan, di antaranya dari Bumi Blambangan, Kota Osing, hingga Kota Santet. Masing-masing julukan seperti Bumi Blambangan didapat dari sejarah kota Banyuwangi pada masa kerajaan.
Penamaan Banyuwangi
Dilansir dari laman banyuwangikab.go.id, penamaan Banyuwangi sendiri berasal dari Legenda Sri Tanjung. Konon katanya, dahulu di wilayah ujung timur Pulau Jawa diperintah seorang raja bernama Prabu Sulahkromo. Saat menjalankan pemerintahannya, raja dibantu Patih Sidopekso, yang mempunyai istri bernama Sri Tanjung.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Singkat cerita, Prabu Sulahkromo terpikat dengan kecantikan Sri Tanjung dan segera memunculkan akal licik untuk memerintah Patih Sidopekso menjalankan tugas, yang tidak mungkin dilakukan manusia biasa. Selama bertugas, Prabu berusaha mendekati Sri Tanjung, tetapi gagal.
Saat kembali usai bertugas, raja justru memfitnah Sri Tanjung yang telah menggodanya. Akibat hasutan raja itu, Patih Sidopekso menemui istrinya dengan penuh kemarahan dan tuduhan yang tidak memiliki alasan. Bahkan, sempat ada ancaman Patih Sidopekso akan membunuh istrinya yang dikenal setia itu.
Setelah didesak dan tidak kunjung mengaku, Sri Tanjung pun diseret ke tepi sungai yang cukup keruh. Sebelum Patih Sidopekso membunuh, Sri Tanjung berpesan kepadanya agar setelah dibunuh, ia meminta jasadnya diceburkan ke dalam sungai.
Ada anggapan jika darah yang mengalir berbau busuk, maka dirinya telah berbuat serong/menyimpang. Namun, jika air sungai berbau harum, maka Sri Tanjung tidak bersalah dan tidak bertindak menyimpang.
Patih Sidopekso yang kian kesal akibat Sri Tanjung tidak kunjung mengaku pun menikam kerisnya ke dada sang istri dan jasadnya diceburkan ke sungai. Ternyata, air sungai yang awalnya keruh itu menjadi jernih dan berbau wangi. Di situlah asal-muasal kabupaten ini dinamakan Banyuwangi.
Sejarah Kabupaten Banyuwangi
Menurut catatan sejarah yang ada, sepanjang sejarah Blambangan yang diperkirakan terjadi pada tanggal 18 Desember 1771, menjadi peristiwa paling bersejarah yang layak diangkat sebagai hari jadi Banyuwangi, yaitu puncak dari Perang Puputan Bayu.
Sebelum itu, ada serangan para pejuang Blambangan yang dipimpin Pangeran Puger, putra Wong Agung Wilis, ke benteng VOC di Banyualit pada tahun 1768. Peristiwa ini menggambarkan semangat patriotik membara dan perjuangan tanpa henti dalam mempertahankan kemerdekaan Blambangan.
Dalam serangan tersebut, meskipun tercatat dengan jelas tanggalnya, kenyataannya Blambangan mengalami kekalahan total, sementara VOC hampir tidak mengalami kerugian sama sekali. Pangeran Puger gugur dalam pertempuran, sedangkan Wong Agung Wilis, setelah benteng Lateng dihancurkan, terluka, tertangkap, dan dibuang ke Pulau Banda.
Sejak masa pemerintahan Pangeran Tawang Alun (1655-1691) dan Pangeran Danuningrat (1736-1763), hingga Blambangan berada di bawah perlindungan Bali (1763-1767), nama Banyuwangi selalu terkait dengan kejayaan Blambangan. Pada 1743, Blambangan diserahkan kepada VOC oleh Pakubuwono II, tetapi VOC belum tertarik untuk mengelola wilayah ini.
Baru setelah Inggris membangun hubungan perdagangan dengan Blambangan dan mendirikan kantor dagangnya di Banyuwangi pada tahun 1766, VOC segera mengambil langkah untuk merebut Banyuwangi dan mengamankan Blambangan.
Dalam pertempuran yang berlangsung antara 1767-1772, yang memuncak pada Perang Puputan Bayu pada 18 Desember 1771, ekspansi VOC dipicu oleh kehadiran Inggris di Banyuwangi. Oleh karena itu, peristiwa perang Puputan Bayu dan pembentukan Banyuwangi sangat saling terkait.
Artikel ini ditulis oleh Firtian Ramadhani, peserta Magang Bersertifikat Kampus Merdeka di detikcom.
(hil/irb)