Seni Reog Ponorogo diakui sebagai Warisan Budaya Takbenda (WBTb) oleh UNESCO. Reog menjadi ragam budaya Indonesia ke-14 yang dienkripsi dalam daftar WBTb UNESCO.
Sebelumnya, keputusan tersebut diambil pada pertemuan ke-19 Komite Antarpemerintah untuk Perlindungan Warisan Budaya Takbenda yang diselenggarakan di Paraguay pada Selasa (3/12/2024).
Pengakuan Reog Ponorogo sebagai Warisan Budaya Takbenda Dunia oleh UNESCO menjadi kebanggaan besar bagi para pelaku seni tradisional. Seperti komunitas Singo Mangku Joyo asal Surabaya yang dipimpin Andi Iswanto yang menyambut antusias pencapaian ini.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Alhamdulillah, akhirnya Reog diakui UNESCO. Ini memastikan bahwa kesenian Reog benar-benar milik Indonesia, khususnya Ponorogo. Negara lain tidak bisa mengklaimnya," ujar Andi Iswanto kepada detikJatim, Rabu (4/12/2024).
![]() |
Andi menyebut, pengakuan ini sebagai tonggak penting untuk melestarikan seni Reog yang kerap dihadapkan pada tantangan, termasuk kesejahteraan para senimannya. Ia menyoroti persoalan biaya pertunjukan yang sering kali tidak sebanding dengan mahalnya pembuatan perlengkapan Reog.
"Kadang ada yang ingin memesan pertunjukan dengan anggaran murah, sementara pembuatan perlengkapan Reog itu mahal. Untuk satu kali event, standar biayanya enam juta rupiah, tapi masih ada yang hanya mampu membayar tiga juta," jelasnya.
Andi juga menegaskan, anak muda memiliki peran besar dalam menjaga eksistensi Reog di masa depan.
"Kami sering melibatkan anak-anak SMA untuk menari Jathil. Dari situ mereka mulai tertarik, karena gerakan Reog itu unik dan menarik," ungkap Andi.
Ia mengaku, dalam perjalanannya, pelestarian seni ini tak lepas dari hambatan, terutama terkait fasilitas. Hingga kini, Grup Singo Mangku Joyo belum memiliki tempat khusus untuk latihan. Mereka sering menggunakan jalan raya sebagai lokasi latihan setelah pukul 8 malam, ketika jalan sudah sepi.
"Kami berharap suatu saat nanti bisa memiliki markas atau tempat latihan yang layak. Dengan fasilitas yang memadai, generasi muda bisa belajar Reog dengan nyaman dan lebih serius," jelas Andi.
Meski menghadapi kendala, semangatnya dan teman-teman untuk memperkenalkan Reog kepada anak muda tidak surut. Ia kerap menggelar pertunjukan di acara resmi seperti peresmian gedung, acara hotel, atau acara pemerintahan, melibatkan seluruh anggota grupnya yang berjumlah 35 orang.
"Ketika anak-anak muda melihat pertunjukan kami di acara-acara besar, mereka mulai menyadari betapa menariknya Reog. Ini cara efektif untuk menanamkan kecintaan terhadap seni tradisional sejak dini," tambahnya.
Andi juga kerap kali melakukan pendekatan melalui media sosial, seperti google yang memunculkan nama Reog kesenian komunitasnya. Ia mengatakan grup ini sudah ada sejak turun-temurun.
"Grup kami sudah dikenal sejak 1965 melalui usaha turun-temurun dan mengandalkan pencarian di Google," imbuhnya.
Andi berharap, generasi muda tidak hanya mengenal, tetapi juga terlibat aktif dalam pelestarian seni Reog. Karena di dalam komunitasnya terdapat berbagai macam generasi yang berkontribusi, mulai dari gen Z, gen Alpha hingga milenial.
"Reog itu tidak mudah, secara fisik dan mental. Tapi kalau mereka diberi ruang dan fasilitas yang layak, saya yakin anak muda mampu menjaga warisan budaya ini," jelasnya.
Andi berharap, pengakuan UNESCO dapat meningkatkan apresiasi masyarakat terhadap seni Reog. Ia menginginkan lebih banyak acara yang melibatkan kesenian tradisional sebagai upaya memperkenalkan budaya Indonesia di tingkat global.
"Ke depan, semoga semakin banyak event yang meriah dan bisa memberikan penghargaan layak bagi seniman Reog. Pengakuan UNESCO ini harus dimanfaatkan sebaik mungkin untuk mendukung seni tradisional kita," tegasnya.
Selain itu, Andi menekankan pentingnya dukungan pemerintah dalam mempromosikan budaya lokal, khususnya kepada generasi muda. Menurutnya, berbagai media bisa dimanfaatkan untuk memperluas jangkauan Reog.
"Kami tidak berharap terlalu banyak dari pemerintah, tapi setidaknya mereka bisa membantu mempromosikan Reog melalui berbagai media. Itu akan sangat berarti bagi pelaku seni," tutupnya.
(hil/iwd)