Jember mempunyai pahlawan yang selalu dikenang masyarakatnya. Pahlawan itu adalah Letkol Mochammad Sroedji. Sang pahlawan gugur saat melawan Belanda di Jember.
Sroedji lahir pada 1 Februari 1915 di Bangkalan. Ia putra nomor 2 dari 7 bersaudara dari pasangan H. Hasan dan Hj. Amni. Sroedji. Untuk pendidikannya, Sroedji masuk ke Hollands Indische School (HIS). Ia kemudian menimba ilmu di Ambacts Leergang atau sekolah pertukangan di zaman Belanda selama 3 tahun.
Selepas sekolah, Sroedji bekerja sebagai pegawai Jawatan Kesehatan sebagai mantri malaria di RS Kreongan Jember yang kini RS tersebut menjadi RS Paru. Ia bekerja mulai tahun 1938 hingga tahun 1943.
Rupanya Sroedji muda ingin menjadi tentara. Ia pun masuk PETA di akhir tahun 1943. Pangkat pertamanya adalah shudanco di PETA Besuki. Setelah mengikuti pendidikan perwira tentara PETA angkatan I di Bogor, pangkat Sroedji naik menjadi komandan Kompi.
Sebagai komandan Kompi, Sroedji ditugaskan untuk Karesidenan Besuki - Batalyon 1 Kencong - Jember di bawah Daidancho Soewito Soediro. Saat Indonesia merdeka, Sroedji berperan aktif mempelopori terbentuknya BKR dan TKR untuk wilayah Karesidenan Besuki.
Sroedji kemudian dilantik sebagai Komandan Batalyon 1 Resimen IV Divisi VII TKR yang berdomisili di wilayah Kencong, Jember. Ia menduduki jabatan itu pada September 1945 hingga Desember 1946,
Pada Mei 1948 hingga Oktober 1948, Sroedji menjadi Komandan Resimen 40 Damarwoelan pada Divisi VIII. Pada tanggal 25 Oktober 1948, sesuai hasil keputusan Menteri Pertahanan RI. No. A/532/42, Resimen 40 Damarwoelan dilebur dan diubah namanya menjadi Brigade III Damarwoelan Divisi I TNI Jawa Timur.
Pada 8 Februari 1949, Sroedji dan pasukannya menghadapi pertempuran melawan Belanda dengan sengit di Desa Karang Kedawung, Kecamatan Mumbulsari, Jember. Itu adalah pertempuran terakhir Sroedji.
Belanda menyergap Letkol Sroedji yang kala itu melakukan rapat koordinasi dengan perwira dan sejumlah perangkat desa setempat.
"Pagi hari, sekitar pukul 08.00 WIB. Ada sekitar 27 orang yang sedang melakukan rapat koordinasi waktu itu. Sementara posisi pasukan Letkol Sroedji agak jauh," ujar peneliti sejarah Letkol Mochammad Sroedji, Irma Devita kepada detikJatim.
Serangan Belanda itu tak diduga sebelumnya. Namun itu tidak membuat Letkol Sroedji panik. Saat itu juga dia memerintahkan anak buahnya melakukan perlawanan. Letkol Sroedji juga tidak mau menyerah. Padahal posisinya sudah terkepung. Bahkan dia langsung memimpin dan memerintahkan anak buahnya untuk melakukan perlawanan.
Padahal saat itu kondisi fisik Letkol Sroedji belum pulih benar dari sakit. Demikian juga kondisi pasukan yang lelah karena baru tiba dari Blitar.
"Sebelumnya Letkol Sroedji bersama pasukannya melakukan perjalanan sekitar 500 km selama 51 hari dari Blitar ke Jember dalam rangka Wingate Action, melakukan penyusupan di belakang garis musuh. Rute yang dilalui merupakan medan yang sulit, yakni hutan dan gunung," kata Irma.
Simak Video "Video: Menteri PKP Ara Sosialisasikan KUR Perumahan dan FLPP di Kabupaten Jember"
(irb/iwd)