Hari raya Waisak diperingati pada waktu terang bulan atau Purnama Sidhi untuk memperingati Trisuci Waisak yang memiliki tiga peristiwa penting.
Tiga peristiwa penting itu adalah kelahiran, penerangan agung dan kematian Buddha Gautama.
Tradisi Waisak di Jawa Timur
Masing-masing daerah memiliki tradisi berbeda dalam menyambut Hari Raya Waisak. Dihimpun dari berbagai sumber, berikut tradisi Waisak yang ada di wilayah Jawa Timur.
1. Memandikan Patung Buddha di Mojokerto
Menjelang Waisak, ada tradisi yang dilakukan umat Buddha di Mojokerto. Umat Buddha akan menggelar serangkaian tradisi memandikan patung Buddha Maha Paranibbana atau yang jamak disebut patung Buddha tidur.
Patung Buddha yang berada di Mojokerto itu menjadi patung Buddha terbesar di Indonesia. Patung tersebut memiliki warna emas dengan panjang mencapai 22 meter, tinggi 4,5 meter, dan lebar 6 meter.
Patung Buddha tidur raksasa tersebut berada di tengah kolam ikan di area selatan Maha Vihara Mojopahit. Prosesi memandikan patung Buddha tidur melibatkan delapan orang pegawai Maha Vihara Mojopahit.
Mereka menyiram semua bagian patung Buddha tidur dengan air yang berisi bunga mawar, melati, kantil, dan kenanga. Kemudian kotoran pada permukaan patung dibersihkan menggunakan sikat.
Selanjutnya patung dibilas dengan air bersih yang dialirkan melalui selang. Makna pemandian tersebut untuk membersihkan kembali patung Buddha yang menjadi simbol wafatnya Sang Buddha.
2. Tradisi Pindapata di Batu
Menjelang hari raya Waisak, sejumlah warga di Kota Batu melakukan tradisi Pindapata. Warga memberi sedekah makanan kepada para biksu dalam tradisi Pindapata di Junrejo Kota Batu.
Tradisi Pindapata merupakan penerimaan persembahan makanan, obat-obatan, dan jubah yang dilandasi dengan cinta kasih sebagai wujud perbuatan baik. Perilaku tersebut juga sebagai upaya memperbaiki kehidupan dalam rangka menyambut Trisuci Waisak.
Kegiatan Pindapata diikuti belasan biksu dengan membawa wadah berupa periuk. Para biksu tersebut berjalan dengan menerima makanan serta minuman yang diberikan para umat Buddha dan warga yang berada di pinggir jalan.
Pindapata menjadi tradisi umat Buddha yang sudah dilakukan sejak kehidupan Sang Buddha sampai saat ini. Tujuan kegiatan tersebut untuk memberikan kesempatan para umat Buddha agar membantu dan menyokong kehidupan para Bhikkhu Sangha dan Samanera.
Artikel ini ditulis oleh Allysa Salsabillah Dwi Gayatri, peserta Magang Bersertifikat Kampus Merdeka di detikcom
(irb/fat)