Zaman dahulu kala, dikisahkan Wiyung merupakan sebuah desa tanpa nama yang dihuni oleh sekelompok warga yang hidupnya damai. Desa ini pada waktu itu adalah daerah rawa-rawa yang masyarakatnya memanfaatkan sumber daya alam di sana untuk mencukupi kebutuhan mereka sehari-hari.
Di desa tanpa nama tersebut, hidup seorang pemuda bernama Ki Sukmo Jati (Mbah Jati) yang dikenal sebagai pemuda yang rajin bekerja. Pemuda itu diketahui menyimpan rasa cinta terhadap Dewi Sekar Arum (Mbah Melati), seorang gadis cantik berparas jelita di desa itu.
"Mbah Jati jatuh cinta pada Dewi Sekar Arum," kata pemerhati sejarah Kota Surabaya Chrisyandi Tri Kartika kepada detikJatim, Kamis (25/4/2024).
Namun cinta Ki Sukmo Jati tak berjalan seperti keinginannya. Rupanya, ada orang ketiga berjuluk Lempung (tanah becek yang pekat) yang tak ingin mereka berdua memadu kasih.
"Kisah cinta itu akhirnya kandas, susah untuk dijadikan satu," ujar Chrisyandi.
Waktu terus berlalu dan dikisahkan Dewi Sekar Arum jatuh sakit lalu meninggal. Ia meninggal tanpa sempat menjalin cinta sejati dengan Ki Sukmo Jati.
Sepeninggal sang Dewi, Ki Sukmo Jati tak henti-hentinya memikirkan cintanya itu. Sampai kemudian ia memberi nama desa itu dengan nama Wiyung.
"Dari kisahnya itu, (Ki Sukmo Jati) menamai daerah itu menjadi nama Wiyung, diambil dari nama Dewi Sekar Arum," ungkap Chrisyandi.
Wiyung sendiri merupakan singkatan dari Dewi dan Wuyung. Dewi diambil dari nama perempuan yang ia cintai, sementara Wuyung artinya 'yang dicintai', sehingga Dewi Wuyung berarti Dewi yang dicintai.
Selepas memberi nama desa tersebut, Ki Sukmo Jati diceritakan meninggal dalam kesedihannya.
(irb/iwd)