Kisah Mereka yang 'Pulang Tinggal Nama' dari Puncak Carstensz

Kisah Mereka yang 'Pulang Tinggal Nama' dari Puncak Carstensz

Ahmad Masaul Khoiri - detikJabar
Selasa, 04 Mar 2025 20:30 WIB
Dua pendaki wanita meninggal dunia karena hipotermia di Puncak Jaya atau Piramida Carstensz, Mimika, Papua Tengah.
Dua pendaki wanita meninggal dunia karena hipotermia di Puncak Jaya atau Piramida Carstensz, Mimika, Papua Tengah. (dok. Istimewa)
Bandung -

Lilie Wijayanti dan Elsa Laksono, dua pendaki wanita senior menambah daftar nama pendaki yang meninggal dunia dalam upaya menjejak dan pulang dari Puncak Jaya atau Carstensz Pyramid di pegunungan Jayawijaya, Papua.

Memang, sebagai salah satu tujuh puncak gunung tertinggi di dunia (7 Summits), Carstensz memiliki medan yang tak mudah dilalui. Dikutip dari detikTravel, setidaknya sudah ada empat pendaki yang tewas dalam kurun waktu 10 tahun terakhir.

Mereka yang Pulang Hanya Tinggal Nama

1. Erik Erlangga

Erik Erlangga, seorang karyawan PT Freeport Indonesia, meninggal dunia saat mendaki Puncak Carstensz pada 17 April 2016 sekitar pukul 07.00 WIT. Erik, yang memulai pendakian pada 14 April, mendaki bersama 32 pendaki lainnya.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Jenazah Erik kemudian diterbangkan ke Jakarta dengan pesawat Garuda Indonesia sebelum dipindahkan ke Tasikmalaya, Jawa Barat.

Sebelum meninggal, Erik sempat menerima pertolongan pertama dari tim Emergency Preparedness & Response (EP&R) PT FI yang turut mendampingi pendakian. Ia diduga mengalami hipotermia akibat cuaca buruk.

ADVERTISEMENT

Dalam kesehariannya, Erik bertugas sebagai geotech underground di PT Freeport Indonesia, Tembagapura, Kabupaten Mimika.

2. Andika Pratama

Andika Pratama meninggal dunia saat mendaki menuju Puncak Carstensz Pyramid, diduga akibat tertimpa batu.

Insiden tersebut terjadi pada 4 November 2018 pukul 11.30 WIT. Andika, yang berperan sebagai pemandu pendakian, lahir di Palembang pada 2 Juni 1984. Namun, berdasarkan KTP, ia tercatat sebagai warga Kecamatan Arcamanik, Kota Bandung.

Pendakian dimulai pada 29 Oktober 2018, ketika Andika dan tim berangkat ke Base Camp Yellow Valley menggunakan helikopter Komala Air untuk mendaki Puncak Carstensz Pyramid.

Pada 3 November 2018 sekitar pukul 11.30 WIT, Arlen, salah satu rekan pendaki yang berada di Base Camp Yellow Valley, menginformasikan melalui telepon satelit kepada Sofyan, rekan korban yang berada di Kota Timika, bahwa Andika meninggal dunia akibat tertimpa batu saat proses pendakian.

Trek Pendakian CarstenszTrek Pendakian Carstensz Foto: (Afif Farhan/detikTravel)

3. Lilie Wijayanti Poegiono dan Elsa Laksono

Dua pendaki, Lilie Wijayanti Poegiono (60) dan Elsa Laksono (60), meninggal dunia akibat hipotermia saat menuruni puncak Gunung Carstensz di Kabupaten Mimika, Papua Tengah, pada Sabtu (1/3/2025).

Tiga pendaki lainnya juga mengalami hipotermia namun berhasil diselamatkan. Pemandu dan pendaki lain melakukan perjalanan bolak-balik untuk membantu evakuasi mereka.

Kedua pendaki yang meninggal merupakan bagian dari rombongan berjumlah 20 orang yang mendaki puncak Gunung Carstensz pada Jumat (28/2/2025). Rombongan tersebut terdiri dari lima pemandu, tujuh pendaki asal Indonesia, enam pendaki dari luar negeri, serta dua pendaki dari Taman Nasional Lorentz.

Berdasarkan kronologi yang dirilis oleh Indonesia Expeditions sebagai operator pendakian, seluruh pendaki kembali ke Basecamp setelah mencapai puncak pada hari yang sama. Pendaki terakhir tiba di puncak pada pukul 14.00 WIT.

Saat perjalanan turun, kondisi cuaca memburuk dengan hujan salju, hujan deras, dan angin kencang, yang membuat situasi semakin berisiko.

Kenapa Carstensz Bisa Mematikan ?

Fandhi Achmad, seorang pendaki profesional sekaligus pemandu dan pemilik ekspedisi PAT Adventure, menekankan bahwa selain daya tahan (endurance), kecepatan juga menjadi faktor penting dalam pendakian ke Puncak Carstensz. Gunung ini tergolong sebagai gunung teknikal dengan karakter climbing peak, yang berarti pendaki harus menggunakan peralatan panjat untuk mencapai puncaknya.

Menurut Fandhi, pendaki harus terampil dalam menggunakan tali-temali untuk naik dan turun (ascending dan rappelling) dalam kondisi suhu rendah, oksigen tipis, dan waktu yang terbatas.

"Mereka harus mampu memasang tali, karabiner, harness, dan descender dalam keadaan gelap sambil memakai sarung tangan. Pelatihan itu diadaptasi dari kondisi pendakian dengan cuaca buruk," ujar Fandhi.

Ia juga menegaskan bahwa cuaca buruk merupakan tantangan yang selalu hadir di Puncak Carstensz dan harus diperhitungkan sebelum pendakian.

"Menurut saya cuaca bukan faktor utama, kalau ke gunung salju, ya pasti hujannya salju. Kalau kita sering ke Carstensz itu, hampir bisa dibilang 80 persen di atas jam 10 pagi itu hujan, biasanya di bawah hujan air, di atas 4.500 mdpl hujan es, di atasnya lagi salju," jelasnya.

Fandhi menekankan pentingnya kesiapan menghadapi kondisi ekstrem di Gunung Carstensz. Menurutnya, pendaki yang terlalu bergantung pada cuaca justru berisiko tinggi.

"Kalau cuaca bagus selamat tapi cuaca buruk mati, ya kalau gitu enggak usah mendaki," katanya.

Artikel ini telah tayang di detikTravel

(msl/yum)


Hide Ads