Masyarakat Suku Tengger di Lereng Gunung Bromo, tepatnya di Desa Wonokerso, Kecamatan Sumber, Probolinggo menggelar upacara Unan-Unan. Upacara adat ini biasa digelar 4 hingga 5 tahun sekali sesuai kalender Tengger.
Upacara adat Unan-unan atau Mayu Bumi ini digelar oleh Suku Tengger dengan harapan masyarakat dijauhkan dari segala aura negatif, diberi kesehatan jasmani dan rohani, serta tanah warga tetap subur.
Dalam Upacara Adat Unan-Unan ini, masyarakat Desa Wonokerso menyiapkan buah hasil bumi, makanan, kepala kerbau, kulit kerbau, dan kaki kerbau serta hasil ternak lain yang dikumpulkan di balai desa setempat lalu dipikul ke Pelataran Sanggar Kembang sebagai pelengkap ritual.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Baca juga: 5 Upacara Adat Suku Tengger |
Warga memikul hasil bumi itu dari Kantor Desa Wonokerso ke Sanggar Kembang yang berjarak kurang lebih 2 hingga 3 km. Warga diwajibkan berjalan kaki, baik itu anak kecil, remaja, hingga orang tua, yang diiringi tabuhan alat-alat musik tradisional seperti gendang, terompet, dan slenthem.
![]() |
Nanti, setelah dibacakan ritual oleh Dukun Pandita pelengkap ritual itu diwajibkan untuk dibawa pulang ke rumah masing-masing. Setiap warga satu per satu harus membawa pulang dalam artian satu rumah satu sembako.
Kepala Desa Wonokerso Karmoto mengatakan bahwa upacara adat Unan-Unan ini dilaksanakan setiap 4 atau 5 tahun sekali. Persembahan hasil bumi dan hasil ternak itu sebagai bentuk terima kasih kepada leluhur suku Tengger yang diharapkan kembali memberikan keberkahan kepada masyarakat.
"Dengan upacara adat Unan-Unan ini kami dan warga berharap kesehatan, rejeki berkah, serta dijauhkan dari segala aura negatif dan semua masyarakat Tengger khususnya desa kami sebagai desa tertua pasti melaksanakan Unan-Unan ini," ujar Karmoto.
![]() |
Karena itu, kata Karmoto, tradisi Unan-Unan harus benar-benar dijaga dan dilestarikan oleh anak cucu generasi selanjutnya. Tradisi ini selain sebagai bentuk permintaan perlindungan juga sebagai rasa terima kasih kepada para leluhur Suku Tengger.
"Harapannya warga tetap kompak menjaga tradisi ini, serta supaya bisa dilanjutkan hingga anak-anak, cucu-cucu ataupun generasi muda selanjutnya. Terlebih, tradisi unan-unan ini hanya digelar 4 atau 5 tahun sekali," ungkapnya.
(dpe/iwd)