5 Upacara Adat Suku Tengger

5 Upacara Adat Suku Tengger

Savira Oktavia - detikJatim
Rabu, 29 Nov 2023 14:30 WIB
PROBOLINGGO, INDONESIA - JUNE 5: Tenggerese walk and hike carrying agricultural products and livestock to be sacrificed during the Yadnya Kasada Festival at the crater of Mount Bromo in Probolinggo, East Java, on June 5, 2023. Villagers and worshippers throw offerings such as livestock and other crops into the volcanic crater of Mount Bromo to give thanks to the Hindu gods for ensuring their safety and prosperity. (Photo by Suryanto Putramudji/NurPhoto via Getty Images)
Larung sesaji Suku Tengger di Kawah Bromo/Foto: NurPhoto via Getty Images/NurPhoto
Probolinggo -

Masyarakat Tengger mempunyai kekayaan upacara adat, di antaranya Yadnya Karo, Entas-entas, Tugel Kuncung, dan masih banyak lagi. Masing-masing upacara memiliki tujuan dan tata cara pelaksanaannya tersendiri.

Suku yang mendiami kawasan Gunung Bromo ini sebagian besar memeluk agama Hindu dengan corak lokal yang kuat. Mereka juga dikenal sebagai masyarakat yang masih memegang teguh nilai tradisi yang diturunkan dari para leluhur, dan hingga kini masih dijaga keberadaannya.

Upacara Adat Bagi Suku Tengger:

Dikutip dari buku Adat Istiadat Masyarakat Jawa Timur karya Yodi Kurniadi, berikut sederet upacara adat yang diselenggarakan masyarakat Tengger.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

1. Upacara Kasada

PROBOLINGGO, EAST JAVA, INDONESIA - JULY 18: Goats, caught by villagers, are tethered after being thrown as offerings by Tenggerese worshippers at the foot of Mount Bromo during the Yadnya Kasada Festival at crater of Mount Bromo on July 18, 2019 in Probolinggo, East Java, Indonesia. Tenggerese people are a Javanese ethnic group in Eastern Java who claimed to be the descendants of the Majapahit princes. Their population of roughly 500,000 is centered in the Bromo Tengger Semeru National Park in eastern Java. The most popular ceremony is the Kasada festival, which makes it the most visited tourist attraction in Indonesia. The festival is the main festival of the Tenggerese people and lasts about a month. On the fourteenth day, the Tenggerese made a journey to Mount Bromo to make offerings of rice, fruits, vegetables, flowers and livestock to throw them into the volcano's caldera. The origin of the festival lies in the 15th century princess named Roro, the principality of Tengger with her husband Joko Seger, and the childless couple asked mountain Gods for help in bearing children. The legend says the Gods granted them 24 children but on the provision that the 25th must be added to the volcano in sacrifice. The 25th child, Kesuma, was finally sacrificed in this initial after refusal, and the tradition of throwing sacrifices into the Caldera to appease the mountain Gods continues today. (Photo by Ulet Ifansasti / Getty Images)Melihat Ritual Kasada, Larung Sajen di Gunung Bromo Foto: Ulet Ifansasti / Getty Images

ADVERTISEMENT

Upacara Kasada merupakan bagian dari kebudayaan yang dilestarikan masyarakat Tengger yang menghuni wilayah Gunung Bromo. Upacara ini diadakan setiap tahun pada bulan ke-10. berhubungan erat dengan asal-usul nenek moyang orang Tengger yang mendiami lereng Gunung Bromo.

Menurut cerita, Jaka Seger dan Rara Anteng melakukan persemedian untuk memohon kepada Dewata agar dikaruniai 25 orang anak. Permintaan itu dikabulkan dengan syarat anak ke-25 harus dikuburkan bagi Dewa Bromo.

Ketika beranjak dewasa, Kusuma, anak ke-25 mereka, bersedia menjadi persembahan bagi Dewata. Namun ia memohon satu permintaan agar kelak garis keturunan mereka melakukan persembahan kurban ke kawah Gunung Bromo setiap bulan 10, dan tepat pada bulan purnama.

2. Upacara Unan-unan

Warga Suku Tengger di Desa Ngadisari, Probolinggo menggelar upacara Unan-unan. Upacara itu pun telah menjadi tradisi turun-temurun warga Suku Tengger sejak duluUpacara Unan-unan Foto: M Rofiq

Upacara unan-unan adalah upacara adat yang diadakan setiap 4-5 bulan sekali. Upacara ini digelar dengan tujuan "Ayu Lumahing Bumi dan Kureping Langit" atau mempercantik permukaan bumi dan di bawah langit.

Upacara ini dipimpin seorang dukun. Setiap desa mempunyai dukun atau pendeta yang berperan sebagai pemimpin upacara keagamaan. Dukun ini biasanya dilantik bersamaan dengan pelaksanaan Yadnya Kasada.

Upacara ini bertujuan membersihkan desa dari gangguan makhluk halus. Sekaligus menyucikan kembali arwah-arwah yang belum sempurna, sehingga mereka dapat kembali ke alam asal yang sempurna.

Perlengkapan upacara adat ini meliputi nasi 100 takir, sirih kayu, pisang ayu, jambe ayu, sate korban 100 biji, racikan 100 buah, dan kepala kerbau. Dalam pelaksanaannya, seorang dukun akan membacakan sebuah mantra menggunakan bahasa Sansekerta.

Kemudian, pemberangkatan sesajen diiringi dengan gamelan ketipung menuju punden atau tempat makam para leluhur. Upacara ini tidak hanya diadakan oleh masyarakat Tengger yang mendiami wilayah Probolinggo, melainkan Malang, Pasuruan, maupun Lumajang.

3. Upacara Karo

Upacara Karo adalah upacara yang bertujuan memanjatkan puji syukur terhadap Sang Pencipta sepanjang tahun. Ritual ini juga dikenal dengan nama "riyaya" yang menjadi sarana penyucian diri dan penghormatan kepada nenek moyang.

Upacara ini sering diselenggarakan masyarakat Tengger di Desa Ngadas, Kecamatan Poncokusumo, Kabupaten Malang. Rangkaian upacara dilakukan selama 15 hari mulai dari hari ketujuh di bulan Karo atau bulan kedua.

Dalam pelaksanaannya, seorang dukun sebagai pemimpin kegiatan ritual adat membacakan mantra yang telah diwariskan oleh leluhurnya. Ritual dimulai dari acara selamatan Ping Pitu dan diakhiri dengan sandranan.

4. Entas-entas

Ritual entas-entas dari Suku TenggerRitual entas-entas dari Suku Tengger Foto: (Nadya Gadzali/d'traveler)

Menurut jurnal Fotografi Dokumenter Ritual Adat Entas-entas Suku Tengger di Desa Sedaeng, Kecamatan Tosari, Kabupaten Pasuruan, Provinsi Jawa Timur oleh Fridolin Raraswar, entas-entas adalah ritual adat masyarakat Tengger yang bertujuan menyucikan roh nenek moyang yang telah meninggal dunia.

Ritual ini berlangsung selama 3-4 hari diawali dengan Andeg-Andeg, Sedekah, Klakah, Menduduk, Kayopan Agung, Nglukat, dan diakhiri Wayon yang masing-masing mempunyai makna tersendiri.

Misalnya, pelaksanaan Nglukat ditujukan untuk menyucikan arwah nenek moyang yang disimbolisasikan sebagai pembakaran petra (orang-orangan) di pedayangan. Jumlah petra mengikuti jumlah leluhur yang akan dientaskan.

Ritual ini dipimpin seorang Dukun Pandita. Pemilihan tanggal pelaksanaan ritual akan diadakan saat pihak keluarga sudah siap secara finansial karena ritual ini membutuhkan banyak persiapan dan sesaji.

5. Tugel Kuncung

Ritual Tugel Kuncung wajib dilaksanakan masyarakat Tengger, khususnya di Dusun Krajan, Desa Wonokerso, Kecamatan Sumber, Kabupaten Probolinggo. Upacara ini diselenggarakan sebelum seseorang melaksanakan khitanan atau nikahan, dan terkadang bersamaan dengan ritual entas-entas.

Upacara ini diawali dengan doa bersama di pura setempat. Kemudian, seorang dukun yang memimpin ritual akan memotong rambut para peserta. Masyarakat Tengger percaya ritual ini bisa menjauhkan dari nasib buruk, dan menghindari berbagai hambatan dalam kehidupan, serta kemakmuran di masa yang akan datang.

Artikel ini ditulis oleh Savira Oktavia, peserta Magang Bersertifikat Kampus Merdeka di detikcom.




(irb/sun)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads