Mengenal Upacara Karo Suku Tengger

Mengenal Upacara Karo Suku Tengger

Mira Rachmalia - detikJatim
Senin, 19 Agu 2024 13:10 WIB
Kolase foto portrait petani kopi di desa Taji.
Ilustrasi Gunung Bromo. Foto: ANTARA FOTO/ARI BOWO SUCIPTO
Surabaya -

Setiap tanggal 15 bulan kedua atau bulan Karo dalam penanggalan kalender Saka, Suku Tengger Bromo merayakan hari raya Karo. Tahun ini, upacara Karo Suku Tengger digelar pada 19 Agustus 2024.

Suku Tengger merupakan masyarakat yang hidup lereng Gunung Bromo dan Semeru. Ada empat kabupaten yang menjadi tempat tinggal masyarakat Suku Tengger, yaitu Kabupaten Pasuruan, Probolinggo, Malang, dan Lumajang.

Terdapat beberapa versi terkait asal-usul masyarakat Tengger. Versi pertama mengatakan masyarakat Tengger berasal dari pelarian Kerajaan Majapahit pada akhir periode kekuasaannya ketika kalah dari kekuasaan Kerajaan Islam Demak.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Namun, pendapat lain mengatakan komunitas ini telah mendiami lereng Gunung Bromo sebelum era Majapahit. Lalu, apa itu upacara Karo dan bagaimana tahapannya? Simak selengkapnya berikut ini.

Definisi Upacara Karo

Upacara Karo atau biasa disebut upacara adat Karo ialah upacara ritual yang merupakan lebaran bagi masyarakat Suku Tengger. Upacara ini bertujuan kembali pada kesucian, yang disebut satya yoga. Anggapan tersebut muncul bahwa pada zaman satya yoga masyarakat bersifat suci, berpegang teguh pada kebenaran, kesederhanaan, serta kejujuran.

ADVERTISEMENT

Pada upacara Karo, masyarakat Tengger memperingati Sang Hyang Widhi Wasa (Tuhan) yang telah menciptakan dua jenis makhluk manusia (Karo), yaitu laki-laki dan perempuan sebagai leluhurnya. Sehingga upacara Karo dikaitkan dengan leluhur masyarakat Tengger, yaitu Rara Anteng dan Jaka Seger.

Upacara adat Karo dirayakan setahun sekali pada Purnama Sasih Karo, berdasarkan perhitungan tahun Saka Indonesia, dan menjadi kegiatan yang sangat bermakna bagi masyarakat desa.

Masyarakat Tengger menggelar tradisi ritual Tari Sodoran saat Hari Raya KaroMasyarakat Tengger menggelar tradisi ritual Tari Sodoran saat Hari Raya Karo Foto: M Rofiq/detikJatim

Tahapan Upacara Adat Karo

Upacara adat Karo berlangsung selama 15 hari dengan berbagai rangkaian acara. Berikut tahapan upacara adat Karo Suku Tengger yang perlu diketahui.

  • Tari Sodoran (pembuka), tarian ini diawali dengan penari Sodor dari para sesepuh yang biasa disebut Mblara'i (mengawali) dilakukan pukul 04.00 pagi.
  • Kirab Manten Sodor (Penari Sodor).
  • Sebelum tari Sodor, dilakukan terlebih dahulu Mekakat, kemudian pembacaan Kerti Joyo (pembacaan mantra Karo dan memberi sesajen).
  • Tari Sodor dilakukan Manten Sodor (putra-putri) berjumlah 12 orang secara bergiliran, yang melambangkan pertambahan generasi masyarakat Karo dari waktu ke waktu. Tempat pelaksanaannya untuk Tengger Sabrang Kulon ditempatkan di balai desa.
Masyarakat Tengger menggelar tradisi ritual Tari Sodoran saat Hari Raya KaroMasyarakat Tengger menggelar tradisi ritual Tari Sodoran saat Hari Raya Karo Foto: M Rofiq/detikJatim

Selesai melakukan prosesi dilanjutkan dengan acara berikut.

  • Santi (melakukan kirim doa kepada para Sidi Derma, selametan banyu dan gaga/tegal/ladang).
  • Dederek (saling mengunjungi ke rumah-rumah).
  • Nyadran/nelasih (nyekar ke makam).
  • Bawahan (penutupan dilakukan masing-masing desa).

Pelaksanaan upacara Karo dimulai dengan kunjungan warga desa kepada kepala desa dan dukun adat setempat sebagai sesepuh desa, yang bertujuan menunjukkan rasa terima kasih atas waktu dan jasanya dalam memimpin dan membimbing desa.

Pada hari berikutnya, setelah kunjungan dari warga selesai, berganti dengan kunjungan kepala desa dan dukun adat ke rumah-rumah warga, sebagai rasa timbal balik dan terima kasih karena sudah menjadi warga yang baik dan patuh.

Khusus kunjungan dukun adat, warga menyiapkan sesajen dan sedekah Karo di rumah masing-masing. Nantinya sesajen itu akan dibacakan mantra dan doa oleh dukun adat agar keluarga satu rumah tersebut selamat dari segala macam mara bahaya, serta diampuni dosa selama satu tahun oleh Sang Hyang Widhi Wasa.

Simbol Kerukunan Masyarakat Tengger

Masyarakat Tengger menggelar tradisi ritual Tari Sodoran saat Hari Raya KaroMasyarakat Tengger menggelar tradisi ritual Tari Sodoran saat Hari Raya Karo Foto: M Rofiq/detikJatim

Upacara adat Karo menjadi sarana komunikasi dan interaksi sosial bagi masyarakat tengger. Menurut Rama Pandita Romo Eko Warnoto, upacara Karo diikuti seluruh masyarakat Tengger yang menghayati titi luri, yakni mengikuti jejak leluhur dalam meneruskan agama, kepercayaan, dan adat istiadat secara turun temurun.

Upacara Karo dilakukan masyarakat Tengger tanpa membedakan agama dan wilayah tertentu. Semua umat agama yang ada turut terlibat dan melebur dalam perayaan Karo, mulai dari persiapan hingga prosesi.

Masyarakat Tengger terdiri dari beberapa umat beragama, yakni Hindu, Islam, dan Kristen. Ketiganya hidup rukun dalam harmoni berkat budaya dan adat yang ada di tengah masyarakat.

Suku Tengger menjadi simbol dan miniatur toleransi budaya dan agama. Umat Islam, Hindu, Kristen, Katolik dan Budha hidup damai rukun berdampingan. Keberagaman yang ada menjadi simbol kekayaan sosial dan pilar toleransi antar agama yang sangat berharga.

Adat istiadat dan budaya Tengger terbukti menjadi tali pengikat bagi kebersediaan warga untuk senantiasa saling memahami, menghargai, dan menerima keberagaman yang ada. Dengan ketulusan dan kesederhanaannya, masyarakat Tengger menjalankan ibadah agama dan ritual adat mereka dengan leluasa. Agama dan adat Tengger dengan segala simbolnya hadir sebagai harmoni sosial dan persaudaraan universal.




(ihc/irb)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads