13 Tradisi dan Ritual Imlek Warga Pecinan

13 Tradisi dan Ritual Imlek Warga Pecinan

Suki Nurhalim - detikJatim
Kamis, 01 Feb 2024 13:53 WIB
Sejumlah warga keturunan Tionghoa berdoa di Tempat Ibadah Tridharma (TITD) Tulus Harapan Kita di Kota Gorontalo, Gorontalo, Sabtu (21/1/2023). Umat Tridharma Kota Gorontalo melakukan sembahyang pisah sambut Tahun Baru Imlek untuk bermohon bimbingan, penerangan, kesehatan, keamanan dan kelancaran rejeki pada tahun baru 2574 ini. ANTARA FOTO/Adiwinata Solihin/hp.
Potret Sembahyang Malam Imlek/Foto: Antara Foto/Adiwinata Solihin
Surabaya -

Imlek 2024 akan dirayakan pada Sabtu, 10 Februari 2024. Di momen Imlek, biasanya ada banyak tradisi yang digelar warga etnis Tionghoa, berikut beberapa di antaranya.

Dalam kalender China, Imlek 2024 adalah tahun Naga Kayu. Tahun Naga Kayu melambangkan kekuatan, kemakmuran, keberuntungan, kehormatan hingga kesuksesan.

Surabaya merupakan salah satu kota yang menjadi tempat beragam etnis, termasuk etnis Tionghoa. Kawasan Pecinan di Surabaya salah satunya di Jalan Kapasan Dalam Gang 2 atau di belakang Klenteng Boen Bio Kapasan. Sepanjang jalan, tampak mural-mural indah yang menggambarkan suasana khas China Town.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Dikutip detikNews, Pecinan adalah permukiman masyarakat Tionghoa. Biasanya, pecinan terletak di tengah-tengah kota yang identik berbagai elemen berwarna merah.

Pecinan juga sering menjadi lokasi perayaan Imlek. Seperti ibadah sembahyang di Kelenteng, acara Cap Go Meh, festival lampion, hingga pertunjukan barongsai.

ADVERTISEMENT

Dikutip situs resmi Universitas Muria Kudus, dalam jurnal berjudul Makna Peruntungan Usaha dalam Simbol di Budaya Imlek bagi Masyarakat Etnis Tionghoa Surabaya yang disusun Puspita Puji Rahayu dan Priscilla Titis Indiarti, disebutkan sederet tradisi masyarakat Tionghoa Surabaya. Mulai malam Imlek sampai hari ke-15, Cap Go Meh.

Tradisi Imlek Warga Pecinan:

1. Makan Bersama di Malam Menjelang Imlek

Saat tengah malam menjelang Imlek, masyarakat Tionghoa Surabaya pada umumnya makan malam dan kumpul bersama keluarga. Lalu menggelar sembahyang pada leluhur dan dewa-dewi.

Di momen itu, masyarakat Tionghoa Surabaya menyalakan lampu, menggantungkan lampion atau lentera hingga membuka pintu dan jendela. Harapannya, mereka memiliki keberuntungan serta kelancaran dalam segala urusan sepanjang tahun.

Biasanya, tempat ibadah juga dipenuhi jemaat yang menyambut Imlek. Masyarakat Tionghoa juga akan membakar petasan di malam hari. Itu untuk mengusir roh jahat.

2. Mengenakan Busana Baru dan Memberi Angpau

Apa makna angpau saat imlek? Angpau adalah hadiah uang yang dibungkus dalam amplop merah. Angpau termasuk dalam tradisi Imlek yang diperingati setiap tahun.Ilustrasi memberi angpau Imlek/ Foto: Getty Images/iStockphoto/yipengge

Di hari pertama atau Tahun Baru Imlek, masyarakat Tionghoa Surabaya pada umumnya akan mengenakan busana yang telah dibeli sebelumnya. Orang yang lebih muda akan mencari yang lebih tua dalam keluarga, untuk mengucapkan Xin Nian Kuai Le atau Sin Ni Khoai Lok atau San Nin Faai Lok yang artinya Selamat Tahun Baru.

Lalu ada tradisi yang sudah turun temurun bagi masyarakat Tionghoa, di mana orang yang lebih tua akan memberikan angpau kepada orang yang lebih muda. Atau sebaliknya, orang yang lebih muda juga memberikan angpau kepada yang lebih tua sebagai ucapan terima kasih.

Di hari pertama ini, masyarakat Tionghoa di Surabaya akan berkunjung dan bersilahturahmi dengan keluarga inti atau keluarga dekat.

3. Sembahyang

Di hari kedua, masyarakat Tionghoa di Surabaya biasanya sembahyang kepada dewa dan leluhur. Mereka mengucapkan rasa syukur atas berkah dan lindungan yang telah diberikan sepanjang tahun. Sembahyang ini juga bertujuan untuk mengenang leluhur.

Masyarakat Tionghoa di Surabaya yang mempunyai bisnis biasanya akan menjalankan ibadah dengan berdoa Hoi Nin, agar bisnis yang dimiliki lebih berkembang dan sukses.

Hari kedua Imlek kemudian dimanfaatkan untuk mengunjungi dan bersilahturahmi dengan teman-teman dan sahabat dekat.

4. Berdoa dan Berziarah

Bagi masyarakat Tionghoa di Surabaya, hari ketiga dan keempat Imlek dianggap kurang baik untuk berkunjung ke sahabat dan relasi. Juga kurang bagus untuk memulai aktivitas dalam bisnis.

Sebab, hari ketiga dan keempat dikenal sebagai Chi Kou yang artinya mudah terlibat perdebatan. Itu ada kaitannya dengan hidangan goreng yang dikonsumsi selama dua hari pertama.

Masyarakat Tionghoa Surabaya kebanyakan, biasanya berdoa dan berziarah ke kuburan keluarga pada hari ketiga dan keempat.

5. Membersihkan Barang Tidak Terpakai

Istilah Po Wu dalam hari kelima Imlek memiliki arti menyingkirkan yang lama. Umumnya, masyarakat Tionghoa Surabaya akan membersihkan barang-barang yang sudah lama dan tidak terpakai. Membuang sampah dan sisa sesajian yang telah terpakai sebelumnya.

Pada hari kelima, masyarakat akan meramal dan memperkirakan suram atau tidaknya, kedamaian, keberuntungan sepanjang tahun dengan cuaca hari tersebut. Bisnis juga dibuka kembali pada hari tersebut.

Hari kelima bertepatan dengan Hari Ulang Tahun Dewa Kekayaan. Sehingga orang yang percaya akan sembahyang khusus bagi Dewa Kekayaan.

6. Mengunjungi Rumah Ibadah

Etnis Tionghoa di Surabaya berbondong-bondong ke Kelenteng Sanggar Agung. Selain beribadah, ada juga yang melepas burung dan menabur bunga di laut.Kelenteng Sanggar Agung Surabaya/ Foto: Esti Widiyana/detikJatim

Masyarakat Tionghoa di Surabaya pada umumnya mengisi hari keenam Imlek dengan meluangkan waktu mengunjungi rumah ibadah. Mereka berdoa, mengunjungi keluarga, teman dan sahabat untuk mempererat silaturahmi. Serta membagikan angpau bagi keluarga yang belum sempat bertemu.

7. Memakan Salad Ikan

Istilah Ren Ri memiliki arti Hari Ulang Tahun Semua Orang. Masyarakat Tionghoa menganggap hari ketujuh sebagai momen bertambahnya usia semua orang.

Di hari ketujuh Imlek, kebanyakan dari masyarakat Tionghoa Surabaya memakan salad ikan (Yu Sheng). Masyarakat akan berkumpul dan berharap memiliki kekayaan dan kemakmuran secara berkesinambungan.

8. Makan Malam Bersama di Hari Kedelapan Imlek

Pada hari kedelapan Imlek, masyarakat Suku Hokkian mengadakan makan malam bersama kembali dengan seluruh keluarga. Namun karena kesibukan, banyak masyarakat Suku Hokkian yang tidak bisa menjalankan tradisi tersebut.

9. Sembahyang di Hari Kesembilan

Hari kesembilan Imlek dikenal dengan Hari Ulang Tahun Dewa Jade Emperor. Pada hari ini, biasanya masyarakat memanjatkan doa dan mengucapkan selamat bagi Dewa Jade Emperor, sebagai Dewa Langit.

Masyarakat Suku Hokkian menganggap hari kesembilan sebagai Hari Imlek. Sehingga masyarakat Suku Hokkian sembahyang guna menyampaikan rasa syukur pada Tuhan.

Sajian utama dalam sembahyang ini berupa tebu. Sebab, Suku Hokkian memiliki sejarah di mana mereka selamat dalam aksi pembantaian perang dengan cara bersembunyi di perkebunan tebu.

10. Perayaan Imlek Hari Ke-10 Sampai Hari Ke-12

Pada umumnya, masyarakat Tionghoa Surabaya akan menghabiskan hari kesepuluh sampai hari ke-12, dengan menyelenggarakan perayaan Imlek bersama keluarga dan sahabat. Agar tercipta kebersamaan dan mempererat silaturahmi.

11. Tradisi Vegetarian

Hari ke-13, masyarakat Suku Hokkian menggelar tradisi vegetarian (Cia Cai). Ini untuk 'membersihkan' perut setelah hampir dua minggu memakan berbagai macam makanan.

Mengkonsumsi sayuran juga berlaku bagi masyarakat Suku Hokkian yang bukan vegetarian. Mengkonsumsi sayuran dalam tradisi tersebut berguna untuk menjaga kesehatan.

12. Persiapan Cap Go Meh

Masyarakat Tionghoa Surabaya pada umumnya memanfaatkan hari ke-14 untuk mempersiapkan diri dalam merayakan Cap Go Meh. Mereka kembali membersihkan rumah.

13. Makan Malam Bersama Saat Cap Go Meh

Sejumlah warga menyaksikan pesta kembang api saat puncak perayaan Cap Go Meh di Kelenteng Leng Chun Keng, Jambi, Minggu (5/2/2023). Puncak perayaan Cap Go Meh di daerah itu dimeriahkan dengan beberapa kegiatan hiburan dan pesta kembang api. ANTARA FOTO/Wahdi Septiawan/YUIlustrasi perayaan Cap Go Meh/ Foto: ANTARA FOTO/WAHDI SEPTIAWAN

Hari ke-15 merupakan malam bulan purnama yang pertama setelah Imlek. Dengan demikian, istilah yang digunakan yaitu Yuan Xiao Jie (malam pertama bulan purnama) atau Cap Go Meh (Dialek Hokkian).

Masyarakat Tionghoa Surabaya pada umumnya biasanya Makan malam bersama. Mereka akan mengkonsumsi tang yuan, bola nasi ketan yang telah diisi dengan pasta wijen.

Tang yuan simbol dari bulan purnama dan kebersamaan. Masyarakat juga akan merayakan imlek dengan festival lentera di hari ke-15.




(sun/fat)


Hide Ads