Pada 1942, Jepang mengerahkan kekuatan militer secara besar-besaran ke Pulau Jawa di bawah komando Tentara Osama Butai, yang dipimpin Letnan Jenderal Hitozhi Imamura. Sampai akhirnya, Jepang berhasil melawan Belanda dan menduduki wilayah Jawa.
Saat itu, Jepang mulai mendirikan sarana pertahanan, yaitu bunker dengan gaya arsitektur ciptaannya yang dianggap kokoh bagi militer Jepang. Bunker ini didirikan di sekitar bantaran pantai utara maupun selatan Jawa sebagai bentuk pertahanan wilayah kekuasaan Jepang dari Perang Pasifik.
Pembuatan bunker ini dilakukan di bukit-bukit Lumajang, tepatnya membentengi wilayah pesisir pantai selatan Kabupaten Lumajang, yang berbatasan langsung dengan Samudera Hindia dan benua Australia, yang saat itu digunakan untuk mengawasi serangan sekutu dari jalur laut.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kisah Kelam Bunker Jepang di Lumajang
Ada kisah kelam di balik pembuatan bunker Jepang yang tidak lepas dari penderitaan rakyat Indonesia pada saat itu. Berikut sejumlah faktanya!
1. Benteng Pertahanan Jepang
Dikutip dari jurnal Studi Bunker Jepang di Lumajang Tahun 1942-1945 oleh Suliswantoro Bangkit Primantono, pembuatan bunker Jepang di Lumajang dilatarbelakangi oleh kondisi geografis yang cukup strategis karena berbatasan langsung dengan Samudra Hindia.
Oleh karena itu, sarana pertahanan ini dinilai sangat berguna bagi Jepang untuk mengawasi pergerakan musuh di selatan Lumajang, karena letaknya yang berada di atas bukit, dan di dataran rendah dekat bibir pantai selatan.
2. Kekejaman Jepang Terhadap Rakyat Lumajang
Saat itu, Kabupaten Lumajang merupakan wilayah dengan komoditas padi yang besar. Jepang berusaha merebut kekayaan tersebut dari tangan rakyat pribumi. Alhasil, banyak masyarakat di Lumajang yang kelaparan karena kekurangan pasokan makanan.
Pihak Jepang juga gencar melakukan praktik romusa, di mana masyarakat Lumajang dan sekitarnya diharuskan mengerjakan proyek bangunan bunker di pesisir pantai selatan sebanyak kurang lebih 30 bangunan.
Sebagai imbalannya, mereka hanya diberi dua atau tiga kilogram beras sebanyak satu kali dalam sebulan secara tidak teratur.
3. Dikeluarkannya Peraturan Tenaga Kerja Pribumi
Melalui aksi propagandanya, Jepang berhasil menarik simpati warga untuk menjadi pekerja romusa. Pemerintah Jepang memberikan gagasan terbaru mengenai kehormatan bagi para buruh, yang disusun dalam Garis-Garis Besar "Tenaga Kerja" yang berbunyi sebagai berikut.
- Dasar-dasar kemerdekaan, sebagai akibat kemenangan peperangan ini.
- Untuk tercapainya ini, tidak boleh ada seorangpun yang menganggur, sedangkan tenaga-tenaga penduduk harus dikumpulkan.
- Oleh karena itu, sifat-sifat kaum pekerja dahulu yang buruk, harus dibuang, dan susunan yang teratur dari semua kaum pekerja harus dibentuk.
- Untuk tercapainya kemenangan akhir, bukan saja di Jawa, akan tetapi di seluruh daerah selatan, tenaga peperangan harus diperkuat dan dipertinggi. Dari itu, pekerja-pekerja di Jawa yang dikirim ke luar pulau ialah prajurit pekerja yang harus memberi contoh.
- Sebagai prajurit pekerja, mereka harus dihormati oleh seluruh penduduk, dan keluarganya harus dipelihara sebaik-baiknya.
Melalui rumusan tersebut, seorang pekerja fisik dalam praktik kerja romusa dianggap sebagai pekerjaan mulia kepada negara, karena telah membantu membebaskan rakyat Indonesia dari jajahan Belanda.
4. Ditemukan 25 Bunker Jepang Tersebar di Lumajang
Jurnal Model Pertahanan Jepang di Kabupaten Lumajang dan Jember, Jawa Timur: Tipologi dan Arah Sasaran oleh Muhammad Chawari menyebutkan, setidaknya terdapat 25 bunker milik pertahanan militer Jepang yang berhasil ditemukan di sekitar wilayah Kabupaten Lumajang.
Puluhan bunker Jepang ini tersebar di beberapa kecamatan. Di antaranya sebagai berikut.
- 8 bunker di Kecamatan Yosowilangun
- 4 bunker di Kecamatan Tempeh
- 8 bunker di Kecamatan Pasirian
- 5 bunker di Kecamatan Tempursari
Artikel ini ditulis oleh Savira Oktavia, peserta Magang Bersertifikat Kampus Merdeka di detikcom.
(irb/dte)