Kapan PKI Didirikan dan Dibubarkan?

Kapan PKI Didirikan dan Dibubarkan?

Savira Oktavia - detikJatim
Kamis, 21 Sep 2023 20:25 WIB
Monumen Kresek di Madiun
Monumen Kresek Madiun/Foto: Brigida Emi Lillia/dTraveler
Surabaya -

Partai Komunis Indonesia (PKI) meninggalkan sejarah kelam di Tanah Air. Seperti Pemberontakan Madiun 1948 hingga peristiwa Gerakan 30 September 1965.

Namun tahukah detikers kapan PKI didirikan dan awal mula berdirinya? Berikut ini detikJatim mengulas sekilas PKI, mulai partai tersebut didirikan hingga dibubarkan.

Awal Mula Berdirinya PKI

Mengutip karya ilmiah berjudul Sejarah Partai Komunis Indonesia (PKI) dan Bahayanya yang disusun oleh Siti Hasanah, PKI merupakan partai politik di Indonesia yang memegang ideologi komunis.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Seorang tokoh sosialis Belanda, Henk Sneevliet menjadi pencetus berdirinya PKI. Awalnya, partai tersebut diberi nama Indische Sociaal-Democratische Vereeniging (ISDV) atau Persatuan Sosial Demokrat Hindia-Belanda, pada tahun 1914.

Keanggotaan ISDV berjumlah 85 orang. Kemudian bertambah menjadi 100 orang di mana tiga di antaranya merupakan warga pribumi.

ADVERTISEMENT

Seiring berjalannya waktu, ISDV berkembang menjadi radikal dan antikapitalis. ISDV pertama kali melakukan pemberontakan di Surabaya. Akhirnya, para pemimpin pemberontakan di kalangan militer Belanda dijatuhi hukuman penjara selama 40 tahun.

ISDV tidak berhenti sampai di situ. Mereka menggencarkan aksinya dengan cara bergerak di bawah tanah. Organisasi ini mulai menerbitkan Soeara Ra'jat .

Sejumlah kader Belanda dikeluarkan secara paksa. Sebagai gantinya, mayoritas orang Indonesia mengambil alih organisasi ini.

Mulanya, PKI merupakan sebuah gerakan yang berasimilasi pada Sarekat Islam. Ketika Sarekat Islam mengeluarkan larangan gelar ganda dalam perjuangan pergerakan Indonesia bagi anggotanya, menyulut emosi para anggota yang berideologi komunis. Sehingga mereka memutuskan membentuk partai baru yang diberi nama ISDV.

Pada 1920, Kongres ISDV mengumumkan adanya perubahan nama organisasi menjadi Perserikatan Komunis Hindia (PKH). Semaoen sebagai ketuanya.

PKH menjadi partai komunis pertama di Asia yang telah mengambil bagian dari Komunis Internasional. Lalu, pada 1924, partai ini kembali mengubah namanya menjadi Partai Komunis Indonesia (PKI).

Pemberontakan 1926

Pada akhir tahun 1925, para pemimpin PKI mengadakan pertemuan di Prambanan untuk mempertahankan keberadaannya. Pertemuan itu mencetuskan ide pemberontakan melawan Pemerintahan Belanda.

Keputusan itu ditolak Tan Malaka. Sebab, pemberontakan direncanakan secara tidak matang dan bertentangan dengan aturan.

Oleh karena itu, Tan mengusulkan adanya aksi yang dilakukan massa secara terus-menerus. Seperti pemogokan dan demonstrasi. Kemudian, dilanjutkan dengan tahap merebut kekuasaan.

Namun usulan Tan ditolak oleh Sardjono, tokoh utama PKI paling berpengaruh waktu itu. Sardjono dengan tegas menetapkan rencana revolusi di Indonesia tetap akan dilaksanakan.

Keputusan itu mengundang perdebatan dari beberapa pihak. Sampai akhirnya, pimpinan PKI memulai pemberontakan terlebih dahulu.

Pada 12 November 1926, pemberontakan dilakukan secara serentak di beberapa wilayah Jawa. Kemudian, berlanjut ke beberapa daerah di Sumatra Barat pada awal Januari 1927.

Karena pelaksanaannya yang kurang terkoordinasi, akibatnya pemberontakan ini mengalami kegagalan. Sejak saat itu, Pemerintah Hindia Belanda mengawasi setiap pergerakan politik secara ketat. Itu berpengaruh terhadap nasib para pemimpin PKI yang berada di luar negeri.

Pemberontakan Madiun 1948

monumen kresek di madiunMonumen Kresek di Madiun/ Foto: Sugeng Harianto

Perjanjian Renville antara Indonesia dengan Belanda diselenggarakan pada tanggal 8 Desember 1947. Perjanjian itu menghasilkan kesepakatan yang lebih menguntungkan pihak Belanda.

Kabinet Amir Syarifuddin yang mewakili Indonesia dalam perundingan itu menandatangani kesepakatan tersebut. Alhasil, kabinet tersebut dibubarkan karena dianggap telah merugikan bangsa.

Setelah itu, Amir membentuk Front Demokrasi Rakyat (FDR) pada tanggal 28 Juni 1948. FDR sebagai kelompok oposisi pemerintahan di bawah kabinet Mohammad Hatta.

FDR memutuskan untuk bergabung dengan PKI. Sejak saat itu, mereka gencar melakukan aksi merebut kekuasaan. Mulai dari melancarkan propaganda anti-pemerintah, mencetuskan demonstrasi, pemogokan, menculik dan membunuh lawan-lawan politik, hingga mencetuskan kerusuhan di beberapa daerah.

Muso, seorang tokoh politik bergabung dengan Amir. Bergabungnya Muso meningkatkan aksi menentang pemerintahan dan merebut kekuasaan.

Puncaknya ketika PKI melancarkan aksi pemberontakan di Madiun, untuk mengubah negara Indonesia menjadi negara yang berlandaskan aliran komunis. Aksi pembunuhan terhadap beberapa politikus, TNI, pimpinan partai, tokoh agama semakin gencar dilakukan.

Panglima Besar Soedirman mengutus Kolonel Gatot Subroto di Jawa Tengah dan Kolonel Sungkono di Jawa Timur, untuk menjalankan operasi militer guna menumpas kekejaman PKI.

Pada akhirnya, wilayah Madiun dapat diambil alih oleh TNI dan polisi pada tanggal 30 September 1948. Sementara itu, Muso dan Amir dijatuhi hukuman mati.

Kebangkitan PKI

Setelah peristiwa Pemberontakan PKI di Madiun, eksistensi partai itu seakan-akan menghilang tanpa jejak. Namun pada 1950, PKI kembali memulai kegiatan penerbitannya melalui Harian Rakjat dan Bintang Merah.

Pada 1950 juga, PKI di bawah pimpinan Dipa Nusantara Aidit mendukung kebijakan antikolonialisme dan antibarat, yang dicetuskan oleh Presiden Soekarno, Di bawah pimpinan Aidit, perkembangan PKI pesat dan terus mengalami pertambahan jumlah anggota.

Pada Pemilu 1955, PKI menduduki posisi keempat pemerolehan suara terbanyak. PKI memperoleh 39 kursi di Konsituante.

Setahun setelahnya, PKI memimpin serikat-serikat buruh untuk menguasai perusahaan-perusahaan milik Belanda. Aksi itu memberikan kesempatan kepada partai tersebut untuk eksis di hadapan publik sebagai sebuah partai nasional.

Monumen G30S PKI: Serba-serbi Monumen Pancasila SaktiMonumen Pancasila Sakti/ Foto: Ruly Kurniawan

Sementara pada 1965, PKI mengerahkan segala usahanya untuk merebut kekuasaan. Salah satunya mengusulkan ide terbentuknya Angkatan Kelima sebagai pertahanan keamanan Republik Indonesia, yang diambil dari kalangan buruh dan petani yang dipersenjatai dan mendapatkan pelatihan militer.

Angkatan Darat menentang usulan itu. Akan tetapi Aidit melihat adanya kesempatan yang diberikan Presiden Soekarno. Sejak saat itu, konflik antara PKI dengan Angkatan Darat kian memanas.

Perseteruan antara keduanya semakin runyam dengan munculnya isu Dewan Jenderal untuk memperburuk citra TNI-AD di hadapan pemerintahan dak rakyat Indonesia. PKI menyebarkan isu ini ke berbagai lingkungan.

Mereka menyebut ada beberapa Jenderal TNI-AD yang terlibat. Di antaranya Jenderal A.H. Nasution, Letnan Jenderal Ahmad Yani, Mayor Jenderal Soeprapto, Mayor Jenderal S. Parman, Mayor Jenderal Haryono, Brigadir Jendral Sutoyo, Brigadir Jenderal D.I Pandjaitan, dan Brigadir Jenderal Sukendro yang mempunyai sikap anti-komunis.

Pada 30 September hingga 1 Oktober 1965, Aidit membentuk pasukan untuk menculik dan membunuh enam jenderal tersebut. Korban lainnya dari adanya peristiwa ini, yakni putri dari A.H. Nasution bernama Ade Irma Nasution dan ajudannya bernama Lettu Pierre Andreas Tendean. Tujuh perwira TNI-AD itu dibawa menuju Lubang Buaya.

Hingga 1 Oktober 1965, Mayjen Soeharto mengerahkan cakrabirawa untuk menguasai Radio Republik Indonesia, dengan membawa kabar keselamatan Presiden Soekarno dan A.H. Nasution.

Pembubaran PKI

Pada 11 Maret 1966, melalui Surat Perintah Sebelas Maret (Supersemar) Presiden Soekarno memerintahkan Letnan Jenderal Soeharto sebagai Panglima Komando Operasi Keamanan dan Ketertiban, untuk mengamankan pemerintahan pada masa pembersihan setelah terjadinya peristiwa tersebut.

Bersamaan dengan berlakunya aturan tersebut, terjadi peralihan kekuasan dari Orde Lama di bawah pimpinan Presiden Soekarno menjadi Orde Baru di bawah pimpinan Soeharto. Di era kepemimpinannya, Soeharto mengeluarkan kebijakan untuk melarang organisasi masyarakat yang berhubungan dengan PKI secara resmi.

Pada 5 Juli 1966, terbit peraturan TAP MPRS No. XXV Tahun 1966 tentang Pembubaran PKI dan Pelarangan Penyebaran Komunisme, Marxisme, dan Leninisme.

Demikian ulasan mengenai sejarah berdirinya hingga pembubaran PKI. Semoga bermanfaat!

Artikel ini ditulis oleh Savira Oktavia, peserta Magang Bersertifikat Kampus Merdeka di detikcom.




(sun/iwd)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads