Partai Komunis Indonesia (PKI) resmi dibubarkan dan dilarang pada 1966. Pembubaran dan pelarangan partai tersebut dituangkan dalam Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Nomor XXV/MPRS/1966 (Tap MPRS Nomor 25).
Pembubaran dan pelarangan partai berideologi komunis itu merupakan buntut dari Gerakan 30 September atau lebih dikenal dengan G30S. Itu karena, PKI dituding sebagai dalang dari peristiwa yang menewaskan 7 jenderal pada 1965.
PKI resmi berdiri pada 23 Mei 1920. Partai ini didirikan oleh tiga serangkai yakni Semaun, Alimin dan Darsono. Semaun merupakan sosok penting pada awal berdirinya partai berlambang palu arit itu. Sebab, ia merupakan ketua pertama PKI. Siapa sebenarnya Semaun?
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Edi Cahyono dalam jurnalnya Dari 'Kiri' Menjadi 'Kanan': Pergeseran Ideologi Semaoen dalam "Tenaga Manusia..." (2003) menerangkan, Semaun lahir di Curahmalang, Sumobito, Jombang pada 1899. Sejak remaja, Semaun merupakan sosok yang cerdas.
"Ayahnya adalah seorang pekerja jawatan kereta-api. Pendidikan yang sempat dia nikmati adalah sekolah bumiputera kelas satu. Setelah lulus dia menjadi juru tulis (klerk) di Staasspoor (SS) Soerabaija," tulis Edi.
Selama di Surabaya, ia tak hanya menjadi juru tulis, namun juga terjun aktif berpolitik. Padahal usianya saat itu baru menginjak 14 tahun. Di usia yang sangat muda itu, ia telah dipercaya sebagai Ketua Sarekat Islam (SI) afdeeling atau cabang Surabaya.
Semaun bersama Alimin dan Darsono di Surabaya merupakan pengikut Haji Omar Said (HOS) Cokroaminoto yang merupakan tokoh penting Sarekat Islam. Sehingga tak heran, ketiganya juga merupakan anggota Organisasi Sarekat Islam.
Sebagai Ketua Sarekat Islam Surabaya, Semaun kemudian berkenalan dengan Hendricus Josephus Franciscus Marie Sneevliet. Semaun selanjutnya diajak masuk ke Indische Sociaal-Democratische Vereeniging, organisasi sosial demokrat Hindia Belanda (ISDV) afdeeling Surabaya.
ISDV ini merupakan serikat buruh kereta api dan trem (VSTP) yang didirikan Sneevliet. Pertemuan Semaun dengan Sneevliet ini terjadi para 1915. Dari sini, keduanya kemudian berteman akrab. Bahkan Semaun menganggap Sneevliet sebagai "Mijn Goeroe" (guruku).
Sneevliet merupakan sosok penting yang memperkenalkan ideologi komunis di Hindia Belanda. Karena kedekatan itu, Semaun kemudian memutuskan untuk meninggalkan pekerjaannya di Surabaya dan pindah ke Semarang karena diangkat menjadi propagandis VSTP yang digaji.
Selain menjadi propagandis, Semaun juga merupakan jurnalis di Semarang. Itu karena kecakapannya dalam berbahasa Belanda dan pengetahuannya yang luas. Sehingga ia menjabat redaktur surat kabar VSTP berbahasa Melayu dan Sinar Djawa-Sinar Hindia, koran Sarekat Islam Semarang.
Di Semarang, kariernya juga cepat meroket. Tercatat pada 1918, ia langsung menjadi Ketua Cabang Sarekat Islam dan juga anggota dewan pimpinan Sarekat Islam.
Selama menduduki jabatan ini, Semaun semakin aktif memimpin pemogokan buruh besar-besaran. Akibat pemogokan itu, kaum buruh bahkan tercatat pernah memaksa para majikan untuk menaikkan upah buruh hingga 20 persen.
Prinsip Semaun yang dianut kemudian membuat Sarekat Islam mengalami perpecahan menjadi dua kelompok. Kedua kelompok ini yakni Sarekat Islam putih dan Sarekat Islam merah di bawah pimpinan Semaun.
Baca juga: Sederet Jenderal yang Jadi Korban G30S/PKI |
Puncaknya, pada 23 Mei 1920, Semaun bersama Alimin dan Darsono kemudian mengubah ISDV bentukan Sneevlit menjadi Partai Komunis Hindia Belanda. Tujuh bulan kemudian, namanya diubah menjadi Partai Komunis Indonesia dan Semaun terpilih sebagai ketua pertamanya.
"23 Mei 1920 Semaun mengganti ISDV menjadi Partai Komunis Hindia. Tujuh bulan kemudian, partai ini mengubah namanya menjadi Partai Komunis Indonesia. Semaun menjadi ketuanya," terang Edi.
Perubahan dari ISDV Menjadi PKI merupakan bentuk kongkrit untuk mewujudkan cita-cita Sneevlit. Yakni memperbesar dan memperluas gerakan komunis dan sebagai partai bagi kelas buruh di Hindia Belanda.
Pada 1921, Semaun kemudian berangkat ke Moscow, Uni Soviet. Sebagai gantinya, posisi ketua diserahkan kepada Tan Malaka. Setahun berselang, Semaun kembali ke Hindia Belanda dan menjabat sebagai ketua lagi.
Namun sepulang dari Moscow, ia menggerakkan ribuan buruh untuk menggelar demonstrasi dan pemogokan. Karena sepak terjangnya ini, Pemerintah Kolonial Hindia Belanda jengah dan menangkapnya.
Di tahun 1923, Semaun dijatuhi hukuman pengasingan ke Belanda. Ini karena keterlibatannya dalam pemogokan buruh kereta api dan trem VSTP pada April tahun itu.
"Semaun berdasarkan Gouvernement Besluit tanggal 4 Agustus 1923 diasingkan ke Nederland. Dia berangkat pada 18 Agustus 1923 menumpang kapal S.S. Koningin der Nederlanden," jelas Edi.
Di Belanda, Semaun tetap seperti biasanya, aktif di dunia politik dan gerakan buruh. Ia bahkan tercatat pernah menjadi guru Bahasa Indonesia. Di sana Semaun juga akhirnya menikah dengan perempuan bernama Valentina.
Dalam pernikahannya, ia dikaruniai dua orang anak bernama Rono dan Rini. Belasan tahun di Eropa, Semaun rupanya rindu dengan tanah airnya. Ia kemudian merencanakan kepulangannya pada 1943. Namun nahas, ia tertangkap saat berada di Teheran, Iran. Ia kemudian diserahkan ke tentara Merah Uni Soviet.
Mimpi Semaun untuk pulang ke Tanah Air akhirnya terwujud berkat bantuan Iwa Kusumasumantri. Antara Semaun dan Iwa merupakan saudara ipar. Kembali ke Indonesia, Semaun tinggal di Menteng, Jakarta dan juga bertetangga dengan Iwa. Semaun diketahui meninggal dunia pada 1971 di Bandung.
"Dalam kepulangan tersebut, Semaun disertai putrinya, Rini. Kembali ke Indonesia dalam usia telah lebih setengah abad, Semaun telah terputus dari PKI yang sebetulnya adalah partai yang dia dirikan pada 23 Mei 1920 dan kini dia tidak mengenal," jelas Edi.
"Semaun tampil kembali di bumi Indonesia, penampilan ini menjadi istimewa karena dia mendapat gelar Doctor Honouris Causa (HC) dalam Ilmu Ekonomi dari Universitas Padjadjaran (Unpad)," pungkas Edi.