Indonesia dengan keragaman suku dan budaya memiliki tradisi minta hujan yang berbeda-beda di setiap daerah. Tradisi minta hujan masih dilestarikan masyarakat setempat.
Dikutip dari situs resmi Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, terdapat delapan tradisi memanggil hujan di Indonesia, yang masih lestari sampai hari ini.
Tradisi Minta Hujan:
Tradisi minta hujan biasa dilakukan masyarakat saat kemarau panjang. Sebab, saat itu beberapa wilayah akan dilanda kekeringan karena tak ada hujan turun. Berikut 8 tradisi minta hujan yang masih dilestarikan hingga saat ini.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
1. Tradisi Cambuk Badan Tiban
![]() |
Tradisi ini diwariskan oleh seorang raja yang menempati wilayah Kediri kepada masyarakat Desa Trajak, Boyolali, dan Tulungagung secara turun-temurun. Masyarakat yang kesulitan mendapat pasokan air akan menggelar tradisi cambuk badan tiban saat memasuki musim kemarau berkepanjangan.
Proses pelaksanaannya dimulai dari dua pria dewasa bertelanjang dada di tengah lapangan, kemudian saling mencambuk tubuh menggunakan ranting pohon aren hingga berdarah-darah.
Darah yang keluar ini dipercaya dapat mendatangkan hujan. Selain di wilayah Tulungagung, tradisi ini dapat dijumpai di Trenggalek dengan istilah yang berbeda, yaitu cambuk badan ojung.
2. Tradisi Ujungan
![]() |
Tradisi ujungan di Purbalingga dan Banjarnegara menggunakan sebilah rotan untuk senjata memukul lawan. Para pria akan berkumpul di tengah lapangan. Mereka kemudian saling cambuk dalam hitungan ganjil.
Apabila sudah terhitung sebanyak tiga kali pukulan pada lawan, tetapi hujan tak kunjung turun, maka pukulan akan diteruskan. Pukulan akan dilakukan sebanyak tujuh kali dan seterusnya.
3. Tari Sintren
![]() |
Tari Sintren atau Lais merupakan tarian beraliran magis yang diambil dari kisah perjalanan asmara Sulasih dengan Sulandono. Tarian ini hanya dapat dilakukan ketika masyarakat mengalami musim kemarau panjang.
Biasanya tradisi ini diselenggarakan selama 40 malam secara terus-menerus. Seorang pawang dalam tradisi ini memanjatkan doa dan harapan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa agar diturunkan hujan.
Penari dalam tradisi ini merupakan seorang perempuan perawan yang dianggap masih suci. Kemudian pemain lais dimainkan oleh pria perjaka. Tarian ini dilakukan oleh sang penari dalam keadaan tidak sadar atau kesurupan.
Baca juga: Tata Cara Sholat Istisqa Minta Hujan |
4. Tari Gundala-Gundala
![]() |
Tarian ini atau yang dikenal dengan istilah Tari Gundala Karo berasal dari Kabupaten Karo, tepatnya di kawasan Bukit Barisan, Sumatera Utara. Tarian ini ditampilkan ketika masyarakat Karo mengalami musim kemarau panjang.
Tujuannya tidak lain untuk memanggil hujan atau dalam bahasa Batak dikenal dengan sebutan Ndilo Wari Udan. Para penari akan memakai kostum seperti jubah dan topeng yang terbuat dari kayu-kayuan.
5. Tradisi Gebug Ende
![]() |
Tradisi ini diwariskan secara turun-temurun oleh masyarakat Bali sejak peperangan Kerajaan Karangasem dengan Kerajaan Selaparang di Lombok. Tradisi ini dilakukan oleh dua kelompok pria dewasa yang saling memukul menggunakan rotan.
Mereka dilengkapi dengan tameng sebagai pelindung. Pertarungan ini ditengahi wasit yang disebut sebagai Saye. Masyarakat setempat mempercayai tradisi ini dapat mendatangkan hujan.
6. Tradisi Ojung
![]() |
Tradisi ini berasal dari Desa Tapen, Kecamatan/Kabupaten Bondowoso. Masyarakat setempat akan berkumpul untuk menyaksikan ritual Ojung yang dilakukan dengan tujuan memohon kepada Tuhan Yang Maha Esa agar segera diturunkannya hujan.
Tradisi Ojung digelar setiap akhir musim kemarau panjang. Dalam ritual ini, dua orang pria bertelanjang dada saling berhadapan sambil menggenggam erat sebatang rotan. Ritual ini dipimpin seorang wasit.
7. Tradisi Cowongan
![]() |
Tradisi ini berbeda dengan yang lainnya karena hanya boleh dilakukan sepuluh perempuan di Desa Plana, Kecamatan Somagede, Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah. Para pelaku tradisi ini memaknai istilah cowongan sebagai simbol permohonan dan bentuk pengabdian terhadap peninggalan budaya nenek moyang.
Mereka yang akan menjalani ritual ini harus memiliki niat tulus karena tradisi ini dianggap keramat. Arti cowongan sendiri adalah belepotan pada wajah, menggunakan media boneka yang dirasuki bidadari yang dipercaya dapat mendatangkan hujan.
Boneka cowongan ini hanya boleh dipegang kaum laki-laki. Tradisi ini hanya dilakukan pada musim kemarau yang sangat panjang. Dan biasanya, pelaksanaan ritual ini dimulai pada akhir masa kapat (hitungan dalam kalender Jawa) atau sekitar bulan September.
8. Tarian Suling Dewa
![]() |
Tarian ini merupakan salah satu bentuk kesenian tradisional dari Bayan, Lombok Utara, Nusa Tenggara Barat. Sebelum tarian ini disajikan, warga Bayan terlebih dahulu menentukan waktu pelaksanaan yang dinilai baik untuk menjalankan ritual ini.
Tidak hanya itu, warga Bayan juga akan menyiapkan sesajen berupa kembang, makanan, dan kapur sirih yang menjadi komponen penting yang dipercaya dapat mendatangkan hujan. Keunikan lainnya terletak pada suling yang digunakan.
Alat musik ini memiliki filosofi tersendiri yang memiliki konotasi wujud manusia. Apabila alat musik ini tidak diberikan embusan napas, maka tidak akan menghasilkan nada-nada yang indah. Begitu pula dengan manusia, apabila raga mereka tidak disertai dengan ruh, maka tidak akan ada kehidupan.
Itulah informasi mengenai tradisi minta hujan di Indonesia yang masih dilestarikan hingga saat ini.
Artikel ini ditulis oleh Savira Oktavia, peserta Magang Bersertifikat Kampus Merdeka di detikcom.
(irb/dte)