5 Seni Pertunjukan Khas Surabaya Selain Ludruk

5 Seni Pertunjukan Khas Surabaya Selain Ludruk

Neshka Rizkita - detikJatim
Jumat, 25 Agu 2023 17:10 WIB
Mitra Seni Indonesia Gelar Pertunjukan Ludruk Kekinian Dukun Tiban pada 30 Agustus 2020
Mitra Seni Indonesia menggelar pertunjukan Ludruk kekinian Dukun Tiban pada 30 Agustus 2020/Foto: Mitra Seni Indonesia/ Istimewa
Surabaya -

Surabaya tidak hanya punya Ludruk loh, Rek. Ada banyak kesenian dan budaya khas Kota Pahlawan.

Ludruk menjadi salah satu seni pertunjukan paling populer di Surabaya pada masanya. Meski begitu, kota kelahiran Bung Tomo ini memiliki lima kesenian lainnya yang tak kalah dengan Ludruk.

Seni Pertunjukan Khas Surabaya Selain Ludruk:

Penasaran ada apa saja? Berikut lima seni pertunjukan khas Surabaya selain Ludruk.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

1. Tari Remo Surabaya

Tari Remo SurabayaTari Remo Surabaya Foto: surabaya.go.id

Menurut Repository Universitas Airlangga, Tari Remo memiliki filosofi dan karakteristik heroik layaknya seorang pejuang yang melawan perang. Tari Remo merupakan tarian yang gagah serta memiliki gaya busana ningrat.

Karena memiliki filosofi, karakteristik, sikap, dan sifat seperti itu, juga karena sejak zaman kolonialisme tarian ini sudah ada, maka sesuai filosofi Kota Surabaya sebagai Kota pahlawan, Tari Remo dikatakan sebagai ikon Surabaya dan Jawa Timur.

ADVERTISEMENT

Hingga saat ini Tari Remo banyak sekali diperbarui oleh seniman-seniman muda. Tari Remo pun berkembang sangat pesat.

2. Tari Hadrah Jidor

Dilansir dari situs resmi Warisan Budaya Kemdikbud, Tari Hadrah berasal dari pengembangan Islam dan campuran seni musik hadrah. Tarian ini merupakan gabungan dari budaya Islam di Jawa Timur.

Pada awalnya tarian ini merupakan gerakan dimanis para pemukul rebana terbang secara bebas sesuai penabuh terbang. Namun, pada 1990 beberapa koreografer di Surabaya diselaraskan dengan gerakan dinamis sampai sekarang.

Para pemukul menciptakan tari dalam sebuah gerakan yang tertata secara baik dan disertai musik dan terbang jidor. Tarian diiringi lagu puji-pujian kepada Allah disertai pesan-pesan untuk kehidupan sehari-hari.

3. Topeng Mulud

Topeng MuludTopeng Mulud/Foto: Instagram surabaya_historical

Dikutip dari laman Warisan Budaya Kemdikbud, Topeng Muludan adalah topeng anak-anak yang terbuat dari kertas daur ulang serta kertas bufalo. Tahap pertama pembuatan Topeng Muludan adalah merekatkan beberapa lembar kertas daur ulang.

Kemudian lembaran-lembaran kertas tersebut dicetak dengan cetakan batu yang sudah dibentuk serupa kepala binatang. Selanjutnya, dijemur di bawah sinar matahari. Jika cuaca panas, dalam setengah hari topeng dapat kering dengan baik.

Topeng Muludan mulai eksis pada tahun 60-an digunakan anak-anak untuk menyambut hari kelahiran Nabi Muhammad SAW atau Maulid Nabi. Maulid dalam logat Jawa, khususnya di Surabaya, biasa disebut muludan.

Maka dari itu, dinamakan Topeng Muludan karena dipakai saat memperingati Maulid Nabi Muhammad SAW. Namun, seiring perkembangan zaman, topeng ini mengalami pergeseran bentuk dan fungsi.

4. Undukan Doro

Undukan DoroUndukan Doro/Foto: Instagram.com/abahhoces_64

Undukan Doro atau burung dara adalah salah satu tradisi unik yang sudah dilakukan warga Surabaya sejak puluhan tahun silam. Warga biasanya membawa pasangan burung dara andalan mereka untuk diadu terbang. Burung jantan yang lebih cepat sampai ke betina setelah terbang dari kejauhan ditetapkan sebagai pemenang.

5. Gulat Okol

gulat okolGulat okol/Foto: (Deni Prastyo Utomo/detikTravel)

Dilansir dari Dinas Perpustakaan dan Kearsipan, gulat okol atau adu okol merupakan olahraga tradisional yang dilestarikan secara turun-temurun oleh masyarakat Kecamatan Sambikerep.

Sekilas gulat okol mirip olahraga sumo dari Jepang, yaitu pertarungan dua atlet saling berhadapan. Namun, berbeda dengan sumo yang mengenakan sabuk yang sekaligus berfungsi sebagai celana, pada gulat okol para pegulat mengenakan selendang dan udeng.

Itulah beberapa seni pertunjukan di Surabaya. Gimana nih sobat detikers, tertarik melihat pertunjukan yang mana?

Artikel ini ditulis oleh Neshka Rizkita, peserta Magang Bersertifikat Kampus Merdeka di detikcom.




(irb/sun)


Hide Ads