Menyelisik Nenek Moyang Orang Surabaya dari Temuan Tulang di Sumur Jobong

Meilisa Dwi Ervinda, Nanda Syafira, Izzah Putri Jurianto - detikJatim
Kamis, 06 Jul 2023 19:07 WIB
Fragmen tulang yang ditemukan di dalam Sumur Jobong Jalan Pandean Gang I, Peneleh, Surabaya. Diperkirakan hidup di tahun 1430 Masehi. (Foto: Wisnu Setiadarma/detikJatim)
Surabaya -

Nenek moyang orang Surabaya diduga bermukim di kawasan Peneleh. Dugaan ini diperkuat temuan Sumur Jobong dari era Majapahit di Jalan Pandean, serta fragmen tulang manusia dalam sumur yang hidup antara 1430-1608 Masehi.

Eksistensi Sumur Jobong di era Kerajaan Majapahit itu telah dipastikan oleh Balai Pelestarian Kebudayaan XI Jatim. Strukturnya sama dengan sumur-sumur yang ditemukan di Trowulan, Mojokerto dan Jombang.

Sementara terhadap tulang-belulang yang ditemukan di dalam sumur itu, uji karbon telah dilakukan di Australian National University, Canberra. Ada 2 fragmen tulang yang diuji dan salah satunya menunjukkan hasil perkiraan hidup pada tahun 1430-1608 Masehi.

Tidak hanya uji karbon, tes DNA juga dilakukan terhadap sejumlah fragmen tulang yang ditemukan di Sumur Jobong Jalan Pandean Gang I, Peneleh, di Intitute Tropical Desease (ITD) Universitas Airlangga (Unair) Surabaya.

Pencocokan DNA juga dilakukan terhadap sejumlah warga di Jalan Pandean yang sampel air liurnya juga dikirim ke ITD Unair. Hasilnya, terdapat kecocokan DNA pada tulang berusia 1430-1608 dengan sejumlah warga.

Dosen Antropologi Unair Delta Bayu Murti membenarkan bahwa penelitian tentang Sumur Jobong dan tulang manusia yang ditemukan di Jalan Pandean Gang I, Kelurahan Peneleh, Kecamatan Genteng, Surabaya pada 2018 memang sudah sejauh itu.

Dia mengaku turut terlibat dalam tim yang melakukan penelitian terhadap sumur dan tulang belulang itu sejak pertama kali sumur itu ditemukan, mengirim tulang untuk penanggalan karbon ke Australia, hingga tes DNA yang dilakukan di ITD Unair.

Bayu menyebutkan hasil uji karbon di Australia itu memang memberikan gambaran atau perkirakan pada tahun berapa pemilik tulang yang ditemukan di Pandean Gang I hidup. Hal itu pun bisa menjadi bukti usia kampung itu memang sudah tua.

"Jadi uji karbon itu untuk sementara ini memang menjadi satu-satunya bukti ketuaan area itu. Itu saja sih," ujarnya kepada detikJatim, Rabu (6/7/2023).

Bayu pun menegaskan bahwa uji karbon itu belum bisa menjadi bukti bahwa Kampung Pandean atau Perkampungan Peneleh ialah kampung tertua atau pertama di Surabaya, hingga kemudian disimpulkan orang yang hidup di sana orang asli atau nenek moyang orang Surabaya.

Alasannya, dari sisi penamaan daerah saja, Pandean atau Peneleh tidak tercatat dalam satu-satunya bukti tertulis mengenai keberadaan Surabaya dalam catatan Hayam Wuruk Raja Majapahit yang termuat dalam Prasasti Canggu atau Trowulan I.

Nama, desa pengelola penyeberangan atau Naditira Padeca di tepian Sungai Brantas dan Sungai Kalimas yang tercatat di prasasti itu adalah Bkul, Gsang, dan Churabaya. Ada dugaan bahwa Bkul saat ini kawasan Bungkul, sedangkan Gsang saat ini kawasan Pagesangan.

Tes DNA juga mengungkap hal ini. Baca di halaman selanjutnya.




(dpe/dte)

Berita Terkait
Berita detikcom Lainnya
Berita Terpopuler

Video

Foto

detikNetwork