Kecap Sie Wie Bo terkenal karena menjadi favorit Bung Karno. Bagaimana sejarah kecap asli bikinan Blitar ini, simak cerita generasi kelima penerus usaha keluarga berikut ini.
Penelusur sejarah Blitar, Prabowo menemukan dalam bundel Javasche Courant 1940 edisi pendaftaran merek setebal 271 halaman. Buku itu berisi nama-nama perusahaan yang mendaftarkan HAKI ke pemerintah di tahun buku itu diterbitkan. Di halaman 215 tertulis merek Ketjap Tjap Djago dengan nomor HAKI atau gedeponeerd no 16629. Boleh dapat dibeli di Sie Wie Bo, Blitar.
"Dari postingan saya di akun FB Blitar Tempo Doeloe itu ada beberapa komentar yang mengatakan Sie Wie Bo memproduksi beberapa merek kecap. Ada juga yang pernah bekerja disana, lokasinya di Jalan Merdeka 21 Kota Blitar," tutur Prabowo kepada detikJatim, Sabtu (17/6/2023).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dari penelusuran itu, Prabowo kemudian dipertemukan dengan Hendra Gunawan, generasi keempat penerus bisnis keluarga Sie Wie Bo. Namun tak banyak yang bisa dikulik dari pria yang meninggal akhir Mei 2023 lalu. Hingga detikJatim bertemu dengan Caecilia Damayanti, keponakan Hendra Gunawan yang berniat meneruskan usaha warisan nenek moyangnya ini.
"Jadi tahun 1901 itu, kakek kami yang bernama Sie Bian Siang, bikin kecap tanpa merek, cuma distempel dengan cap kayu itu. Kami baru tahu kecap dibuat tahun 1901 karena cap kecap pertama dibuat dari kayu jati. Dan baru kami temukan sesudah bersih-bersih rumah karena mau dijual," tutur Cecil kepada detikJatim.
![]() |
Menurut Cecil, tulisan aslinya versi Bahasa Indonesia di cap kayu jati itu seperti ini:
"1901 Biekien ketjap njang baek, Sie Bian Siang"
Tulisan Cina :
Kecap yang baik, cap Ayam Segar
Cocok untuk koki yang baik
Cecil juga membenarkan Sie Wie Bo memang bukan nama merek kecap produksi keluarga besar mereka. Melainkan nama produsen kecap yang lokasinya dulu di Jalan Wijaya Kusuma 54. Sekarang jalan itu berubah namanya menjadi Jalan Mastrip.
"Kakek punya 2 merek kecap, Benteng dan Djago. Dulu produksinya di Jalan Wijaya Kusuma 54, sekarang nama jalannya berubah jadi Jalan Mastrip. Jadi sekarang dibangun hotel ke barat dan timur itu rumah kakek saya sebelum dijual," ungkap perempuan 54 tahun yang tinggal di Jakarta ini.
Sejak Hendra Gunawan meninggal, dia berharap Cecil mau meneruskan usaha warisan leluhurnya ini. Cecil menyambut baik harapan itu. Dia kemudian membangun sebuah dapur mungil di Bogor untuk meneruskan warisan citarasa leluhurnya dalam sebotol kecap dengan gambar wajah kakek canggah mereka "Sie Wie Bo".
(hil/fat)