Dongeng merupakan karya tulisan yang dapat berupa karangan seseorang, maupun berdasarkan cerita rakyat dari suatu daerah. Berikut contoh dongeng pendek dari Jawa Timur untuk anak SD.
Dongeng seringkali dijadikan media membaca dan menulis bagi para siswa untuk mendalami kebahasaan. Melalui dongeng, anak dapat belajar mengenai tata bahasan maupun hikmah yang dari inti ceritanya.
Anak dapat belajar berbagai sifat dan perilaku melalui pengenalan karakter dalam cerita atau dongeng yang dibaca. Membaca cerita atau dongeng dapat membantu anak untuk mengenali dunia dan karakter manusia.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Juga memberi arahan soal sifat baik yang patut untuk ditiru, dan yang tidak boleh ditiru. Berikut ini beberapa dongeng asal Jawa Timur yang cocok untuk siswa SD.
Dongeng pendek dari Jawa Timur untuk Anak SD:
1. Jaka Prabangkara
Cerita ini dikutip dari artikel berjudul Jaka Prabangkara: Cerita Rakyat dari Jawa Timur, yang ditulis Fairul Zabadi berdasarkan salah satu episode dalam Babad Jaka Tingkir karya Moelyono Sastromaryatmo (1981).
Alkisah, Jaka Prabangkara merupakan putra Raja Majapahit Prabu Brawijaya V yang terlahir dari seorang perempuan keturunan rakyat biasa. Sayangnya, sang raja tidak secara terang-terangan mengakui Jaka sebagai putranya.
Setelah dewasa, Jaka mengabdi pada ayahandanya dan diangkat sebagai lurah. Selain itu ia juga diberi tugas sebagai juru lukis istana atas keahlian luar biasanya dalam melukis. Raja sangat mengagumi hasil lukisan-lukisannya yang sangat mirip dengan aslinya.
Raja kemudian memintanya untuk melukis permaisuri Raja, Ratu Mas Andarawati. Hasil lukisannya pun terasa nyata dan indah hingga raja tak henti-hentinya mengagumi lukisan tersebut.
Namun kemudian raja melihat ada noda, semacam tahi lalat di lukisan sang Ratu. Raja marah akan keteledoran Jaka.
Namun setelah dilihat kembali, ternyata titik noda tersebut nyatanya benar ada di tubuh sangat permaisuri. Sang raja marah. Ia berpikir Jaka melukis permaisuri begitu dekat, sehingga dapat melihat tahi lalat yang tersembunyi.
Raja juga berpikir Jaka telah berbuat kurang ajar kepada sang permaisuri. Yang berarti juga berbuat kurang ajar terhadap sang raja.
Raja menjatuhkan hukuman mati terhadap Jaka. Namun saran dan nasihat dari Mahapatih Gajahmada menyadarkan raja atas kekeliruannya. Sebagai gantinya, raja meminta agar Jaka meninggalkan istana.
Gajahmada kemudian menyanggupi dan mengatur siasat. Ia menyuruh Jaka pergi dengan siasat bahwa raja telah mengutusnya untuk melukis seluruh isi angkasa raya.
Jaka kemudian menyanggupinya. Ia pergi melukis seluruh isi angkasa raya dengan layang-layang raksasa. Setelah menyelesaikan tugasnya, Jaka membuka surat yang ayahnya berikan sebelum kepergiannya.
Ia membaca surat yang ternyata berisi ucapan selamat tinggal. Surat tersebut juga berisi titah ayahnya yang memerintahkan untuk tak mendarat sebelum sampai negeri China. Dengan berat hati, Jaka memanjatkan doa agar apa yang diharapkan ayahnya terkabul dan berpasrah kemanapun angin membawanya.
Permohonan ayahnya kemudian terkabul, Jaka sampai di sebuah desa bernama Yutwai di daratan China. Di sana, ia ditampung oleh keluarga miskin yang terdiri dari seorang ibu bernama Kim Liong serta putrinya, Keng Mu Wah. Berbekal hidup dari sisa harta benda dan makanan yang Jaka bawa, mereka hidup bertiga dengan berjualan lukisan.
Nama Jaka semakin termasyhur atas karya-karya nya di China. Ketenarannya sampai terdengar penguasa daratan, pesisir, dan lautan China, yakni Raja Agung Sri Ong Te. Raja tersebut mengundang Jaka ke istana.
Kemudian setelah raja mengetahui kebenaran cerita dan asal-usul Jaka, raja menghendaki Jaka untuk tinggal di Istana, beserta dengan ibu dan saudari angkatnya. Jaka dijodohkan dengan cucu Raja Ong Te yang bernama Siti Tumiyan.
Raja juga memerintahkan Jaka untuk memperistri Keng Mu Wah. Mereka semua hidup rukun di Istana dan ketenaran Raden Jaka Prabangkara makin tersohor ke berbagai penjuru bumi.
Cerita ini mengajarkan kita untuk patuh kepada orang tua. Serta hidup penuh kesabaran dan berpasrah kepada kehendak Tuhan Yang Maha Esa.
2. Kisah Cindelaras dan Ayam Sakti
Cindelaras dan Ayam Sakti merupakan cerita rakyat asal Jawa Timur. Alkisah di sebuah kerajaan bernama Jenggala, tinggal raja bernama Raden Putra beserta permaisuri dan selirnya.
Kehidupan mereka di kerajaan berjalan dengan harmonis. Namun ternyata sang selir memiliki perasaan iri terhadap permaisuri raja.
Sang selir yang memiliki sifat licik kemudian berusaha memfitnah permaisuri. Selir berpura-pura sakit dan menuduh permaisuri telah meracuninya. Akibat fitnah yang dilakukan sang selir, raja kemudian mengusir permaisuri dari istana meski tanpa tahu kebenaran ceritanya.
Sayangnya, permaisuri yang pada saat itu diusir ternyata sedang mengandung anak sang raja. Patih yang pada saat itu diperintahkan raja untuk membawa pergi dan membunuh permaisuri di hutan, mengetahui akan rencana jahat selir terhadap sang permaisuri. Patih yang merasa iba kemudian membiarkan permaisuri untuk tetap hidup.
Beberapa bulan telah berlalu, permaisuri kemudian melanjutkan hidupnya di hutan. Saat itu, permaisuri melahirkan seorang putra, yang ia beri nama Cindelaras. Cindelaras lahir dengan keistimewaan, yakni ia tumbuh sebagai orang yang mampu dekat dan berkomunikasi dengan semua binatang.
Suatu saat, Cindelaras mendapat sebuah telur ayam yang kemudian ia rawat sampai menetas. Saat ayamnya semakin tumbuh, ia menyadari bahwa ayam yang selama ini ia rawat rupanya ayam sakti.
Ayam tersebut mampu berkokok dan berbicara 'Kukuruyuk, Tuanku Cindelaras, rumahnya di dalam hutan belantara, atap rumahnya terbuat dari daun kelapa, ayahnya Raden Putra Raja Jenggala'. Ayam itu juga sangat sakti apabila diadu, dan kerap kali menang.
Kehebatan yang dimiliki ayam Cindelaras ini rupanya terdengar hingga ke telinga Raden Putra. Raja tersebut kemudian tertarik dan mengundang Cindelaras untuk ke istana dan mengadu ayamnya.
Raja Putra pun semakin penasaran dengan sosok Cindelaras setelah ayam miliknya dikalahkan oleh ayam sakti milik Cindelaras. Bunyi kokok ayam Cindelaras pun sontak membuat raja terkejut.
Kekalahan serta bunyi kokok ayam sakit milik Cindelaras ini kemudian menjadi bukti kemenangannya atas raja. Raja pun kemudian mengakui Cindelaras sebagai anaknya serta membawa pulang Cindelaras dan sang permaisuri kembali ke istana.
Sang raja yang merasa bersalah kemudian mengusir sang selir licik tersebut dari istana. Kemudian mereka bertiga hidup bahagia.
3. Joko Dolog
Cerita ini dikutip dari artikel berjudul Cerita Rakyat dari Jawa Timur: Joko Dolog, yang ditulis oleh Dian Roesmiati.
Alkisah, hiduplah seorang putri cantik jelita bernama Purbawati yang merupakan anak dari Adipati Jayengrana, yang hidup di Kadipaten Surabaya. Suatu ketika, datanglah seorang pria bernama Pangeran Situbondo, yakni putra Adipati Cakraningrat dari Madura yang tak lain merupakan sahabat Adipati Jayengrana.
Kedatangan Pangeran Situbondo tak lain karena hendak meminang Purbawati. Purbawati gelisah karena enggan menerima lamarannya, namun tak ingin membuat perseteruan antara hubungan baik dengan sahabat ayahnya.
Selain itu, ia juga telah menaruh hati pada Pangeran Jaka Taruna dari Kadipaten Kediri. Oleh karena itu, Purbawati memberikan prasyarat yang harus dipenuhi. Jika ingin menikahinya, Pangeran Situbondo harus babad alas atau membuka hutan di wilayah barat Kabupaten Surabaya.
Hutan tersebut sangat lebat dan terdapat banyak hewan buas di dalamnya. Pangeran Situbondo kemudian menyanggupinya.
Pada saat Pangeran Situbondo sibuk babad alas, datanglah Pangeran Jaka Taruna ke Kadipaten Surabaya dengan maksud yang sama, yakni hendak meminang putri Purbawati. Meskipun Adipati Jayengrana tahu bahwa putrinya dan Jaka Taruna saling mencintai, namun ia menyadari bahwa Pangeran Situbondo datang lebih dulu.
Oleh karena itu, Adipati Jayengrana secara adil menyuruh Pangeran Jaka Taruna untuk melakukan syarat tersebut. Kemudian Jaka Taruna segera melaksanakan syarat tersebut.
Pangeran Situbondo yang melihat Jaka Taruna kemudian menanyakan maksud kedatangannya ke hutan tersebut. Setelah mengetahui bahwa mereka memiliki maksud yang sama, kemudian Pangeran Situbondo tak segan menyerang Jaka Taruna.
Dalam pertengkaran itu, Jaka Taruna kalah dan Pangeran Situbondo meninggalkannya dalam kondisi tersangkut di atas pohon. Jaka Taruna berteriak minta tolong, yang kemudian terdengar oleh pemuda setempat bernama Jaka Sumput.
Jaka Sumput kemudian menolongnya. Jaka Taruna juga meminta pertolongan untuk mengalahkan Pangeran Situbondo dengan iming-iming segala permintaannya akan ia kabulkan.
Jaka Sumput kemudian menemui Pangeran Situbondo dan menantangnya, kemudian mereka berkelahi. Singkat cerita, Jaka Sumput dapat mengalahkan Pangeran Situbondo dengan senjata pusaka 'Cemeti Lanang' yang berbentuk cambuk.
Disebutkan bahwa Pangeran Situbondo yang kalah kemudian berlari ke arah timur Kadipaten Surabaya, yang kemudian menjadi cikal bakal nama daerah Situbondo.
Jaka Taruna yang melihat kemenangan Jaka Sumput kemudian melarikan diri ke Kadipaten Surabaya. Di sana, ia mengaku telah melakukan syarat membabad alas serta mengalahkan Pangeran Situbondo.
Keluarga Adipati Jayengrana menyambut baik Jaka Taruna dan menepati janjinya untuk segera mempersiapkan pernikahan putrinya dengan Jaka Taruna.
Namun sebelum pernikahan terjadi, Jaka Sumput ternyata mengejar Jaka Taruna hingga ke Kadipaten Surabaya. Ia kemudian muncul di hadapan Adipati Jayegrana dan mengaku telah mengalahkan Pangeran Situbondo.
Ia juga menyerahkan keris milik Pangeran Situbondo sebagai bukti telah mengalahkannya. Adipati Jayegrana yang kebingungan kemudian menyuruh keduanya untuk perang tanding, barangsiapa yang menang akan menikahi putrinya.
Keduanya mengerahkan kesaktiannya masing-masing. Kemudian, Jaka Taruna kalah. Adipati Jayegrana meminta Jaka Taruna untuk jujur. Namun, Jaka Taruna hanya terdiam dipenuhi rasa malu.
Adipati Jayegrana berkali-kali mengulang perkataannya seraya bertanya, 'mengapa engkau hanya terdiam seperti patung'. Ajaibnya, setelah Adipati Jayegrana berkali-kali melontarkan rasa jengkelnya, kemudian terjadi keanehan. Tubuh Jaka Taruna semakin kaku.
Layaknya sebuah kutukan, tubuh Jaka Taruna mengeras menjadi sebuah patung. Yang hingga kini dikenal dengan sebutan Patung 'Joko Dolog'.
Cerita ini mengajarkan untuk senantiasa hidup dengan jujur. Serta gigih berusaha dalam meraih keinginan atau harapan.
(sun/dte)