Telaga Madiredo di Malang semakin ramai dikunjungi usai disulap menjadi destinasi wisata. Tapi perlu diketahui, sebenarnya telaga atau danau yang sudah terbentuk sejak dulu itu juga menyimpan legenda di baliknya.
Dalam kisah yang diceritakan secara turun temurun dan diyakini warga setempat, munculnya telaga di Dusun Lebo, Desa Madiredo, Kecamatan Pujon, Kabupaten Malang itu bermula dari sebuah kisah pewayangan dengan lakon Cupu Manik Astogino.
Ketua Telaga Madiredo Fauzan Anwari mengatakan kisah pewayangan tersebut bercerita tentang 3 bersaudara bernama Guwarso, Guwarsi, dan Anjani. Suatu ketika di antara mereka terjadi sebuah perselisihan karena berebut pusaka milik ayahnya yakni Cupu Manik Astogino.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Perebutan itu pun membuat 3 bersaudara itu saling bermusuhan. Memang kala itu pusaka Cupu Manik Astoginoitu dikenal mempunyai kesatian yang luar biasa karena bisa mengabulkan segala permintaan dari sang pemilik.
Seiring berjalannya waktu, ayah mereka mengetahui adanya perselisihan tersebut. Karena tidak suka dengan hal itu, sang ayah memutuskan untuk membuang pusaka tersebut agar perselisihan di antara 3 bersaudara bisa terselesaikan.
Pusaka itu pun dibuang di sumber mata air yang konon disebut Sumber Sumolo. Karena kesaktian pusaka tersebut, sumber yang semula debit airnya kecil dalam waktu sekejap menjadi telaga yang kemudian dikenal dengan nama Madiredo.
Bukannya menyerah, tanpa sepengetahuan ayahnya Guwarsi dan Guwarso tanpa berpikir panjang langsung menyelam dan mencari pusaka sakti itu hingga dasar telaga. Tapi keduanya tidak bisa menemukan pusaka itu, malah keduanya berubah wujud menjadi manusia kera.
Tak terima dengan hal itu, Guwarsi dan Guwarso menyiramkan air ke Anjani lalu seketika tangan Anjani tumbuh bulu seperti kera. Ayah yang mengetahui itu kemudian datang ke telaga dan memberikan petuah kepada tiga anaknya.
"Petuah yang diberikan bahwa anak laki-lakinya yang berubah menjadi kera diberi nama Sugriwa dan Subali dan diperintah untuk tapa ngalong serta tapa kidang," kata Fauzan kepada detikJatim, Kamis (16/3/2023).
"Sedangkan putrinya Anjani diperintahkan tapa mangap di telaga itu serta melihat niat baik buruknya seseorang dalam menjalankan ritual di telaga apabila ada niat buruk makan akan timbul mala (bahaya) apabila niat baik akan mendapat hal yang baik," sambungnya.
Roh Gwarso, Gwarsi, dan Dewi Anjani Membuat Telaga Madiredo Beraura Mistis
Telaga Madiredo (Foto: M Bagus Ibrahim)
|
Menurut warga, aura mistis pada air telaga berasal dari roh tiga bersaudara lakon pewayangan yang masih bertahan di telaga sampai saat ini. Mereka adalah Gwarso, Gwarsi, dan Dewi Anjani.
Tanda-tanda yang membuat warga semakin yakin dengan cerita tersebut adalah sebuah batu yang berada di dasar telaga. Menurut warga, batu atau petilasan itu merupakan tempat duduk Dewi Anjani.
Ketua Telaga Madiredo, Fauzan Anwari menyampaikan selama ini memang banyak orang yang datang ke telaga untuk pengobatan alternatif, rukyah, maupun menyucikan diri.
"Biasanya dilakukan dengan cara mandi saat tengah malam, selalu rame saat malam jumat kliwon atau pada hari-hari besar baik Jawa maupun Islam," ungkap Fauzan, Kamis (16/3/2023).
Di balik kemistisannya, Telaga Madiredo di Dusun Lebo, Desa Madiredo, Kecamatan Pujon, Kabupaten Malang itu pun juga digunakan sebagai jujugan wisatawan.
Air jernih dan pemandangan pegunungan yang terhampar luas menjadi daya tarik tersendiri dari Telaga tersebut. Tak hanya itu, berbagai fasilitas penunjang yang dibangun warga setempat semakin membuat wisatawan merasa nyaman.
"Sejumlah fasilitas yang kami sediakan adalah spot foto, wahana bermain perahu kayu, kafe, musala toilet hingga lokasi untuk camping," tandas Fauzan.
Cerita Tentara Kebal Dibacok Usai Mandi di Telaga Madiredo
Telaga Madiredo (Foto: M Bagus Ibrahim)
|
Pengelola Telaga Madiredo Fauzan Anwari mengatakan biasanya ritual yang dilakukan adalah dengan cara mandi pada malam hari di Telaga Madiredo. Mengingat air di telaga itu dikenal memiliki aura mistis.
Fauzan menyampaikan bahwa berdasarkan cerita yang diyakini warga, para tentara itu melakukan ritual tersebut dengan harapan dalam menjalankan tugasnya bisa mendapat keselamatan dan dijauhkan dari mara bahaya.
Dalam proses ritual kala itu, warga yang menyaksikan juga sempat terheran-heran melihat tes yang dilakukan terhadap para tentara dengan cara dibacok dan ditembak. Tapi para tentara itu tak tergores sedikitpun.
"Bahkan masih banyak warga Madiredo yang menyaksikan bagaimana proses ritualnya yang setelahnya tentara tersebut dites dengan cara dibacok bahkan pernah ditembak juga dan tentu semuanya atas izin Allah SWT," ujar Fauzan kepada detikJatim, kamis (16/3/2023).
"Ada satu tokoh tentara saat itu dikenal sebagai pimpinan dalam ritual tersebut bernama Pak Manu. Kalau tidak salah orang tersebut berasal dari Kepanjen, Kabupaten Malang," sambungnya.
Fauzan menyampaikan bahwa tentara dari Malang Raya yang ikut bertugas di Timor Leste juga turut menjalani ritual di Telaga Madiredo.
"Katanya dulu tentara pejuang Indonesia sebelum bertugas di Timor Leste juga pernah dibawa ke Telaga untuk dimandikan dulu sebelum berangkat," tandasnya.