Situs Pandegong di Dusun Kwasen, Desa Menganto, Mojowarno, Jombang kembali diekskavasi. Dalam eskavasi tahap 4 sejauh ini, tim dari Balai Pelestarian Kebudayaan (BPK) Wilayah XI Jatim menemukan 2 struktur baru. Selain itu, mereka juga menemukan petunjuk periodesasi situs ini.
Ekskavasi tahap 4 Situs Pandegong digelar 12 hari, 15-26 Februari 2023. Tim dari BPK Wilayah XI Jatim fokus menggali lahan di sebelah utara candi utama seluas 300 meter persegi. Hingga hari ke-7 eskavasi, mereka menemukan 2 struktur baru.
Pertama, struktur berbahan bata merah kuno persis di sebelah barat makam yang dikeramatkan warga setempat. Di bawah makam tersebut terdapat struktur candi perwara bagian tengah. Sedangkan beberapa meter di sebelah timurnya adalah candi utama.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Struktur purbakala ini memanjang dari selatan ke utara 155 cm dengan tonjolan struktur ke barat sepanjang 100 cm. Temuan kedua juga berupa struktur bata merah kuno di sebelah utara candi utama. Bangunan ini memanjang dari utara ke selatan 248 cm, lebarnya 160 cm, ketinggiannya maksimal 40 cm.
"Apa itu? Sampai sekarang kami masih menelusuri," kata Kepala BPK Wilayah XI Jatim Endah Budi Heryani kepada wartawan di lokasi ekskavasi, Selasa (21/2/2023).
Endah menjelaskan, ekskavasi tahap 4 fokus menggali lahan di sebelah utara candi utama Situs Pandegong. Penggalian arkeologi kali ini untuk menampakkan struktur perwara sisi utara yang sebagian masih terpendam. Selain itu, pihaknya juga mencari kemungkinan adanya pagar keliling candi.
Sedangkan perwara tengah yang sebagian besar di bawah makam keramat, belum akan diekskavasi. "Kami belum akan membongkar makam. Karena kami menghargai apa yang selama ini dihormati dan disakralkan masyarakat sini," jelasnya.
Situs Pandegong telah melalui 3 tahap ekskavasi, yaitu 12-21 November 2021, 16-26 Maret 2022, serta 13-22 April 2022. Sehingga seluruh candi utama yang tersisa bagian kakinya, sudah nampak. Bangunan suci ini berdenah cruciform karena terdapat penampil atau tonjolan struktur di setiap sisinya.
Struktur kaki candi berbahan bata merah kuno ini seluas 8x8 meter persegi dengan tinggi bangunan yang tersisa 1,5-2 meter. Sedangkan tinggi pondasinya sekitar 50 cm. Tinggi kaki candi yang tak sama, serta permukaan atasnya yang tidak rata membuktikan tubuh candi yang telah runtuh. Banyak sekali pecahan bata kuno di sekeliling candi ini.
Struktur utama kaki Candi Pandegong mempunyai tiga macam hiasan. Yaitu hiasan palang yunani atau tapak dara pada setiap bidang struktur, panil geometris di bagian bawah kaki candi, serta ragam hias garis lengkung. Sayangnya, bangunan kaki candi tidak sepenuhnya utuh. Kerusakan paling parah pada penampil sisi timur candi.
Terdapat struktur tangga yang juga berbahan bata merah kuno di bagian barat candi utama. Panjang tangga 210 cm dari barat ke timur. Sedangkan lebarnya dari selatan ke utara 230 cm. Bagian paling tinggi tangga ini 100 cm. Posisi tangga membuktikan bangunan suci ini menghadap ke barat.
Candi di Situs Pandegong mempunyai kemiripan dengan Candi Masahar di Situs Gemekan, Sooko, Kabupaten Mojokerto. Keduanya sama-sama mempunyai 3 candi perwara sebagai tempat arca tunggangan para dewa. Bedanya, perwara di Situs Pandegong berada di sebelah barat candi utama. Sedangkan perwara Candi Masahar di sebelah timur candi utama.
Perwara sisi selatan di Situs Pandegong berbentuk persegi. Masing-masing berukuran 3,2 x 3,2 meter. Tinggi struktur yang tersisa 6-7 lapis bata merah kuno atau sekitar 60 cm. Perwara tengah dan utara diperkirakan mempunyai dimensi yang sama.
Dalam konsep Trimurti Hindu, perwara untuk meletakkan arca makhluk yang menjadi tunggangan tiga dewa. Yaitu angsa sebagai tunggangan Dewa Brahma di sisi utara, garuda tunggangan Dewa Wisnu di sisi selatan, sedangkan lembu tunggangan Dewa Siwa di bagian tengah.
Tidak hanya itu, tim ekskavasi juga menemukan potongan arca nandi di antara candi utama dengan perwara. Fragmen arca berbahan batu andesit berupa kepala sapi atau lembu tersebut ditemukan di kedalaman 60 cm dari permukaan tanah. Kepala nandi ini berukuran 17 x 10 x 18 cm. Arca tersebut pada masa lalu, kemungkinan diletakkan di atas perwara tengah. Karena nandi merupakan tunggangan Dewa Siwa.
Fragmen arca Agastya juga ditemukan di sisi barat daya candi utama. Potongan arca berupa pergelangan tangan kiri memegang kendi itu ditemukan di kedalaman 60 cm. Penemuan pecahan arca tersebut membuktikan relung-relung tubuh candi utama di Situs Pandegong berisi arca Agastya, Durga, Ganesa, Nandiswara dan Mahakala. Terlebih lagi arca Nandiswara dan Mahakala sudah ditemukan pada ekskavasi tahap pertama.
Situs Pandegong diperkirakan peninggalan Kerajaan Medang atau Mataram Kuno periode Jatim abad 10 masehi. Kerajaan ini didirikan Mpu Sindok tahun 929 masehi. Tentu saja jauh sebelum Kerajaan Majapahit yang didirikan Raden Wijaya tahun 1293 masehi. Interpretasi tersebut berdasarkan denah candi dan gaya arcanya yang mirip dengan Candi Masahar di Situs Gemekan.
Petunjuk tentang periodesasi Situs Pandegong ditemukan tim ekskavasi berupa pecahan bata merah yang di dalamnya terdapat fragmen keramik kuno. Artinya, fragmen keramik itu bercampur dengan tanah dalam proses pembuatan bata merah untuk membangun candi ini. Menurut Endah, keramik tersebut berasal dari Dinasti Song di Tiongkok abad 10-13 masehi.
Endah memperkirakan bangunan suci di Situs Pandegong satu masa dengan Candi Masahar. Berdasarkan Prasasti Masahar, candi di Desa Gemekan itu dibangun tahun 852 saka atau 930 masehi pada masa Mpu Sindok.
"Arsitektur candi ini hampir sama dengan Situs Gemekan, tapi candi di Gemekan lebih kecil. Kami bisa menganalogikan apakah ini dari abad 10. Namun, itu semua perlu kami bahas dengan para ahli dan teman-teman arkeolog lain yang ahli masa klasik," tandasnya.
Simak Video "Penampakan Revitalisasi Halte TransJ yang Halangi Patung Selamat Datang"
[Gambas:Video 20detik]
(abq/iwd)