Ekskavasi tahap ketiga Situs Pandegong berlangsung 13-22 April 2022. Penggalian arkeologi dikerjakan tim dari Balai Pelestarian Cagar Budaya (BPCB) Jatim dengan dana dari Pemkab Jombang. Pada tahap ini, tim membuka 4 kotak gali seluas 64 meter persegi di sebelah barat candi utama.
"Pada ekskavasi tahap tiga ini kami menemukan tiga perwara atau candi wahana di sebelah barat candi utama," kata Ketua Tim Ekskavasi Situs Pandegong, Vidi Susanto kepada wartawan di lokasi, Jumat (22/4/2022).
Candi utama di Situs Pandegong menghadap ke tiga perwara tersebut. Vidi menjelaskan, pihaknya telah menampakkan seluruh dimensi perwara sisi selatan. Candi wahana ini berbentuk persegi 320 x 320 cm. Tinggi struktur yang tersisa 6-7 lapis bata merah kuno atau sekitar 60 cm.
Sedangkan perwara tengah dan sisi utara baru bisa digali sebagian. Karena terhalang makam di atas struktur purbakala tersebut. Pihaknya berupaya mendapatkan izin tertulis dari pemerintah desa dan masyarakat setempat untuk membongkar kuburan tersebut. Sehingga ketiga perwara bisa ditampakkan pada ekskavasi selanjutnya.
"Kemungkinan tiga candi wahana ukurannya sama, hanya perwara tengah ada tonjolan di bagian timurnya sehingga panjangnya 360 cm," jelasnya.
Arkeolog BPCB Jatim ini menuturkan, perwara atau candi wahana adalah tiga candi kecil di depan candi utama. Dalam konsep Trimurti Hindu, perwara untuk meletakkan arca makhluk yang menjadi tunggangan tiga dewa. Yaitu angsa sebagai tunggangan Dewa Brahma, garuda tunggangan Dewa Wisnu, sedangkan lembu tunggangan Dewa Siwa.
"Candi wahana tengah itu untuk tunggangan Dewa Siwa, utara Dewa Brahma, selatan Dewa Wisnu," terang Vidi.
Tidak hanya itu, tim ekskavasi juga menemukan potongan arca nandi di antara candi utama dengan perwara. Fragmen arca berbahan batu andesit berupa kepala sapi atau lembu tersebut ditemukan di kedalaman 60 cm dari permukaan tanah. Kepala nandi ini berukuran 17 x 10 x 18 cm.
Vidi memperkirakan, arca nandi tersebut diletakkan di atas candi wahana sisi tengah. Karena nandi merupakan tunggangan Dewa Siwa. "Temuan arca ini menguatkan tiga struktur yang kami temukan adalah candi wahana. Karena nandi tunggangan Dewa Siwa," cetusnya.
Fragmen arca Agastya juga ditemukan di sisi barat daya candi utama. Potongan arca berupa pergelangan tangan kiri memegang kendi itu ditemukan di kedalaman 60 cm.
Menurut Vidi, penemuan pecahan arca tersebut membuktikan relung-relung tubuh candi utama di Situs Pandegong berisi arca Agastya, Durga, Ganesa, Nandiswara dan Mahakaa. Terlebih lagi arca Nandiswara dan Mahakala sudah ditemukan pada ekskavasi tahap pertama.
"Hasil diskusi kami dengan tim dan narasumber, benda yang dipegang pergelangan tangan kiri itu kendi. Biasanya bagian dari arca Agastya atau Mahaguru. Temuan ini menguatkan relung candi berisi arca-arca," ujarnya.
Selama ekskavasi tahap tiga, tambah Vidi, tim juga melanjutkan penggalian sumur di bagian tengah candi utama. Mulut sumur seluas 2,34 x 2,34 meter persegi terletak di tengah-tengah permukaan atas bangunan suci tersebut.
Sayangnya, penggalian hingga kedalaman 4 meter lebih tidak menemukan benda apapun. Padahal, sumur candi lazimnya untuk menyimpan pripih. Ditambah lagi terdapat bekas-bekas penjarahan. Yakni berupa dua lubang di dinding sisi selatan sumur.
"Data-data ini menjadi bukti kalau pripih candi sudah dijarah," tuturnya.
Vidi berharap ekskavasi Situs Pandegong bisa dilanjutkan ke tahap berikutnya. Salah satunya untuk menampakkan dimensi keseluruhan perwara tengah dan utara yang masih tertutup makam.
"Temuan candi utama dan wahana menandakan kemungkinan juga ada pagar keliling candi. Namun, tergantung kebijakan pemda," tandasnya.
Setelah melalui 2 tahap ekskavasi, yaitu 12-21 November 2021 dan 16-26 Maret 2022, denah maupun struktur kaki Candi Pandegong sudah nampak seluruhnya. Bangunan utama berdenah cruciform karena terdapat penampil atau tonjolan struktur di setiap sisinya. Struktur kaki candi ini seluas 8x8 meter persegi dengan tinggi bangunan yang tersisa 1,5-2 meter. Sedangkan tinggi fondasi candi sekitar 50 cm.
Bekas bangunan suci ini tersusun dari bata merah kuno. Panjang dan lebar masing-masing bata penyusunnya sama, yakni 35x22 cm. Hanya ketebalannya yang bervariasi, mulai dari 5, 8 sampai 10 cm. Tinggi kaki candi yang tak sama, serta permukaan atasnya yang tidak rata membuktikan tubuh candi yang telah runtuh. Banyak sekali pecahan bata kuno di sekeliling candi ini.
Struktur utama kaki Candi Pandegong mempunyai tiga macam hiasan. Yaitu hiasan palang yunani atau tapak dara pada setiap bidang struktur, panil geometris di bagian bawah kaki candi, serta ragam hias garis lengkung. Sayangnya, bangunan kaki candi tidak sepenuhnya utuh. Kerusakan paling parah pada penampil sisi timur candi. Sehingga hanya tersisa struktur 50x50 cm.
Sementara penampil atau tonjolan struktur sisi barat Candi Pandegong bersambung dengan tangga yang juga berbahan bata merah kuno. Struktur tangga sepanjang 210 cm dari barat ke timur. Sedangkan lebarnya dari selatan ke utara 230 cm. Bagian paling tinggi tangga ini 100 cm. Posisi tangga membuktikan bangunan suci ini menghadap ke barat. Orientasi pemujaan ke garbhagraha pada tubuh candi tempat yoni dan Arca Dewa Siwa.
Candi Pandegong merupakan tempat pemujaan beraliran Hindu Siwa. Karena ditemukan arca Nandiswara dan Mahakala di situs ini. Mahakala maupun Nandiswara merupakan pancaran atau emanasi Dewa Siwa dalam mitologi Hindu. Kedua tokoh ini menjadi penjaga Dewa Siwa dan pasangannya, Dewi Parwati. Oleh sebab itu, kedua arca itu diperkirakan ditempatkan di relung atau lubang dinding bagian depan tubuh Candi Pandegong.
Arkeolog BPCB Jatim meyakini Candi Pandegong berasal dari Kerajaan Medang abad 10 masehi. Kerajaan ini didirikan Mpu Sindok tahun 929 masehi. Tentu saja jauh sebelum Kerajaan Majapahit yang didirikan Raden Wijaya tahun 1293 masehi. Interpretasi tersebut berdasarkan denah candi dan gaya arcanya.
(iwd/iwd)