254 Emas Peninggalan Kerajaan Medang-Majapahit Ditemukan, Ini Wujudnya!

254 Emas Peninggalan Kerajaan Medang-Majapahit Ditemukan, Ini Wujudnya!

Enggran Eko Budianto - detikJatim
Sabtu, 05 Nov 2022 08:01 WIB
Kerajaan Medang hingga Majapahit juga meninggalkan harta karun berupa emas
Lempengan emas peninggalan Kerajaan Medang-Majapahit (Foto: Enggran Eko Budianto/detikJatim)
Mojokerto -

Kerajaan Medang hingga Majapahit tak sekadar struktur purbakala. Kerajaan-kerajaan itu juga meninggalkan harta karun berupa emas. Sekitar 254 lempengan emas peninggalan era kerajaan yang dikumpulkan Balai Pelestarian Kebudayaan (BPK) Wilayah XI Jatim. Seluruhnya kini disimpan di brankas khusus.

Pelaksana Tugas (Plt) Kepala BPK Kuswanto mengatakan 216 benda cagar budaya berbahan emas ditemukan dalam periode 1977-2008. Bentuknya mencapai 59 varian. Ratusan logam mulia ini ditemukan ketika ekskavasi dan pemugaran situs purbakala, serta temuan masyarakat di Jatim.

"Kebanyakan emasnya berupa lempengan tipis. Bentuknya kalau tidak perwujudan dewa atau senjatanya dewa dan mantra-mantra," kata Kuswanto di kantornya, Jalan Raya Trowulan, Mojokerto, Sabtu (5/11/2022).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Bentuk 216 emas kuno itu terdiri dari 1 kacip, 1 jarum, 4 uncal, 2 manik-manik, 7 giwang, 5 lempengan tipis berbentuk naga, 15 bunga padma, 2 bunga dalam pot, 10 kura-kura, 6 lingkaran bersambung tiga, 4 meja, 1 fragmen hiasan wadah, 1 fragmen binatang, 1 fragmen burung, 15 lempengan segi empat, 13 daun bunga dan 23 cincin.

Juga 9 emas berbentuk lingkaran atau perisai, 6 fragmen, 1 ganesa, 7 anak rantai, 1 kinari, 2 fragmen arca, 5 cincin kaki burung, 2 subang, 1 kerbau, 3 fragmen kait, 2 kalung, 4 gajah, 2 prasasti, 2 liontin, 3 tutup, 2 rumah permata, 2 kawat, 1 medalion, 3 lembaran emas, 1 topeng, 2 selongsong, 2 lingga, 12 lempeng emas bergambar dewa, 3 aksamala, 4 kamandalu dan 3 gelang.

ADVERTISEMENT

Selain itu, emas yang ditemukan berbentuk 1 gentawajra, 1 bentuk tulang, 2 pedang, 1 cermin, 2 pedupaan, 1 bulan sabit, 1 kapak, 1 angkusa, 1 kambing, 2 pustaka, 1 genta gantung, 1 cakra, 1 trisula, 1 payung, 1 camara, serta 2 bindu.

Kerajaan Medang hingga Majapahit juga meninggalkan harta karun berupa emasKerajaan Medang-Majapahit meninggalkan harta karun/ Foto: Enggran Eko Budianto

Sebagai contoh lempengan emas berbentuk Ganesha 1,704 gram dengan dimensi panjang 5,2 cm, lebar 2,9 cm dan tebal 0,2 mm. Lempengan emas berbentuk arca dewa 0,848 gram berukuran panjang 6,3 cm, lebar 3,3 cm dan tebal 0,2 mm. Keduanya ditemukan di Dusun Mojosongo, Desa Pekukuhan, Mojosari, Mojokerto.

Ada pula lempengan emas berbentuk gajah 2,956 gram berukuran panjang 6,4 cm, tinggi 4,9 cm dan tebal 0,1 mm yang ditemukan di Desa Gunung Gangsir, Beji, Pasuruan. Lempengan emas berukir Dewa Siwa 3,079 gram sepanjang 6,9 cm, lebar 2,7 cm dan tebal 0,5 mm. Emas ini ditemukan di Situs Panggungsari, Duren, Trenggalek.

Sayangnya, koleksi emas itu belum bisa dipajang di pusat informasi Majapahit (PIM) atau Museum Trowulan. Sebab sistem pengamanan yang belum memadai.

"Kami belum bisa menampilkan karena belum punya sistem pengamanan yang baik. Kami punya brankas khusus, tapi lokasinya di kantor ini kami rahasiakan. Di PIM belum ada sistem pengamanan untuk emas," terang Kuswanto.

Ia menjelaskan sebagian besar emas ditemukan di candi yang pada zaman kerajaan menjadi bangunan suci untuk menyembah dewa atau mendarmakan leluhur. Menurut Kuswanto emas berbentuk senjata para dewa, lempengan emas tipis berukir sosok dewa, binatang tunggangan para dewa dan mantra, biasa ditanam di sumuran candi.

Ada pula yang ditempatkan di bagian tertentu dari struktur candi. Logam mulia dengan bentuk tersebut disebut dengan peripih.

"Kalau emas berupa perhiasan mungkin temuan di luar bangunan suci terkait aktivitas masyarakat masa lalu," ungkapnya.

Seperti 2 perhiasan emas kuno yang ditemukan di Dusun Mojosongo, Desa Pekukuhan, Mojosari, Mojokerto. Yaitu kalung 21,33 gram sepanjang 34,7 cm dan tebal 0,2 cm, serta cincin stempel seberat 36,36 gram.

Kuswanto menuturkan pada zaman kerajaan, candi dibangun atas perintah raja. Sosok stapaka atau arsitektur sekaligus ahli agama yang ditugaskan mendesain candi. Setelah desain selesai dibuat, pembangunan candi diserahkan kepada stapati atau arsitektur pelaksana. Baru kemudian candi dibangun melibatkan para pekerja.

Pemilihan lokasi candi ternyata tidak sembarangan. Lahan yang dipilih lebih dulu dibajak, lalu ditanami tumbuhan tertentu untuk memastikan tanah tersebut subur. Selanjutnya lahan diuji dengan menempatkan damar dalam semalam di sebuah kotak gali. Jika damar itu tetap menyala, maka lahan tersebut mengandung banyak oksigen sebagai salah satu zat kehidupan.

"Juga di tempat itu harus ada sumber air. Makanya di candi-candi itu ada sumurnya. Air itu kan bagian dari zat kehidupan. Karena dewa tidak mau masuk kalau tidak ada zat kehidupan," jelasnya.

Sebelum candi dibangun, lanjut Kuswanto, lebih dulu digelar ritual menanam peripih di sumuran candi. Menurutnya perpih bisa berupa emas, perunggu, perak atau biji-bijian yang menjadi bagian dari zat kehidupan. Pemenuhan segala macam unsur kehidupan dalam pembangunan candi untuk menarik para dewa.

Kerajaan Medang hingga Majapahit juga meninggalkan harta karun berupa emasKerajaan Medang-Majapahit meninggalkan harta karun/ Foto: Enggran Eko Budianto

"Setelah candi-candi ditinggalkan, orang tahu seperti itu, diburu pada zaman dulu. Banyak sekali candi yang sudah dilubangi dindingnya untuk mengambil peripihnya. Itulah yang dikenal orang sebagai harta karun," cetusnya.

Sementara Arkeolog BPK Wilayah XI Jatim Muhammad Ichwan menambahkan jumlah benda cagar budaya berbahan emas yang ditemukan pasca 2008 sampai tahun ini mencapai 38 buah. Puluhan logam mulia itu ditemukan di Situs Srigading, Malang dan di Candi Gemekan, Mojokerto.

Sehingga total koleksi emas BPK Wilayah XI Jatim saat ini 254 buah. Menurutnya ratusan emas itu peninggalan zaman kerajaan. Dari zaman Kerajaan Medang di bawah pemerintahan Mpu Sindok tahun 929 masehi sampai zaman Kerajaan Majapahit sekitar 1293-1527 masehi.

"Yang 38 bentuknya serpihan lempengan kecil, bulatan, fragmen tutup, semacam alas stupa, serta satu berbentuk trisula," terangnya.

Terkait lempengan emas berbentuk binatang, tambah Ichwan, merupakan tunggangan atau kendaraan para dewa dalam Agama Hindu pada masa lalu.

"Kura-kura sebagai perwujudan Dewa Wisnu. Kalau lembu itu nandi sebagai tumbangan Dewa Siwa. Gajah Erawata juga tunggangan Dewa Siwa dalam konsep kedewaan Agama Hindu," tandasnya.

Halaman 2 dari 2
(dpe/fat)


Hide Ads