Riwayat Wayang Potehi dari China Masuk ke Jombang Satu Abad Silam

Riwayat Wayang Potehi dari China Masuk ke Jombang Satu Abad Silam

Enggran Eko Budianto - detikJatim
Minggu, 12 Jun 2022 12:23 WIB
Kesenian wayang potehi masuk ke Jombang 102 tahun yang lalu. Kesenian Tionghoa ini masuk ke Tanah Air dibawa seorang dalang asal Kota Coan Ciu, Provinsi Hokkian, China tahun 1920.
Wayang Potehi di Jombang/Foto: Enggran Eko Budianto/detikJatim
Jombang -

Kesenian wayang potehi masuk ke Jombang 102 tahun yang lalu. Kesenian Tionghoa ini masuk ke Tanah Air dibawa seorang dalang asal Kota Coan Ciu, Provinsi Hokkian, China tahun 1920.

Paguyuban wayang potehi kini bermarkas di Museum Potehi Gudo, Jalan Raya Wangkal, Dusun Tukangan, Desa/Kecamatan Gudo, Jombang. Paguyuban ini bernama Fu He An yang berarti rezeki dan keselamatan.

Toni Harsono memimpin paguyuban wayang potehi tersebut. Ia sekaligus menjadi pendiri Museum Wayang Potehi Gudo. Menurutnya, kesenian Tiongkok itu masuk ke Gudo, Jombang karena dibawa mendiang kakeknya, Tok Su Kwi tahun 1920.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Tok Su Kwi merupakan dalang wayang potehi dari Kota Coan Ciu, Provinsi Hokkian. Kala itu, ia membawa sekitar 100 boneka potehi dan peralatan untuk pementasan. Salah satunya berupa panggung berbahan kayu.

"Pada masa itu, kakek saya mementaskan wayang potehi keliling ke klenteng-klenteng, seperti tahun 1933 di Surabaya," kata Toni kepada wartawan, Minggu (12/6/2022).

ADVERTISEMENT
Kesenian wayang potehi masuk ke Jombang 102 tahun yang lalu. Kesenian Tionghoa ini masuk ke Tanah Air dibawa seorang dalang asal Kota Coan Ciu, Provinsi Hokkian, China tahun 1920.Wayang potehi di Jombang/ Foto: Enggran Eko Budianto/detikJatim

Toni menjelaskan, Fu He An merupakan nama grup wayang potehi yang dulu digawangi mendiang kakeknya. Dokumentasi pementasan Tok Su Kwi bisa dilihat di Museum Potehi Gudo. Yakni berupa kalender tahun 1933 dengan lukisan sketsa pertunjukan wayang potehi di Surabaya lengkap dengan penontonnya.

"Waktu itu yang favorit dan populer cerita Samkok, kisah tiga negara yang salah satu tokoknya Kwan Kong. Juga Hong Sin, cerita tentang dewa-dewa. Dulu para dalang sering memainkan itu," jelasnya.

Keterampilan menjadi dalang wayang potehi turun kepada ayah Toni. Namun, Toni sendiri mengaku dilarang keras oleh ayahnya untuk menjadi dalang. Namun, ia tetap getol melestarikan kesenian warisan leluhurnya itu dengan melanjutkan paguyuban Fu He An dan mendirikan Museum Potehi Gudo

"Niat saya waktu itu membantu teman-teman (para dalang) supaya saat pentas tidak kesulitan boneka dan saya ingin membuat wayang potehi yang bagus-bagus. Saya mulai tahun 2001. Tahun 2002 sudah mulai main (pementasan)," terangnya.

Panggung dan boneka wayang potehi warisan kakeknya masih ia simpan di Museum Potehi Gudo. Museum ini juga memajang ribuan koleksi boneka potehi buatan Toni lengkap dengan peralatan pementasan.

Sayangnya, kata Toni, gairah masyarakat untuk melestarikan kesenian tradisional Tionghoa itu kian berkurang. Menurutnya, banyak klenteng yang tak lagi mementaskan wayang potehi. Padahal, pementasan potehi diyakini sebagai persembahan kepada dewa. Di lain sisi, pementasan yang berkelanjutan menjadi faktor penting wayang potehi terus lestari.

"Kalau tidak ada keyakinan itu potehi sudah punah. Namun, banyak pengurus-pengurus klenteng sekarang tidak mau mementaskan. Apalagi pandemi menjadi alasan saja. Makanya lebih besar punahnya daripada lestarinya," ungkapnya.

Kesenian wayang potehi masuk ke Jombang 102 tahun yang lalu. Kesenian Tionghoa ini masuk ke Tanah Air dibawa seorang dalang asal Kota Coan Ciu, Provinsi Hokkian, China tahun 1920.Toni Harsono, pemimpin paguyuban wayang potehi di Jombang/ Foto: Enggran Eko Budianto/detikJatim

Oleh sebab itu, Toni bersyukur masih ada orang-orang yang peduli untuk melestarikan wayang potehi. Meski sebagian dari mereka adalah orang Jawa yang notabene bukan dari etnis Tionghoa.

"Saya terima kasih ada yang mau melestarikan. Di Tiongkok sendiri hampir tidak ada pementasan," pungkasnya.

Halaman 2 dari 2
(sun/sun)


Hide Ads