Pendiri Museum Potehi Gudo, Toni Harsono mengatakan, mendiang kakeknya, Tok Su Kwi adalah dalang wayang potehi asli Tiongkok. Sang kakek hijrah dari negeri tirai bambu ke Indonesia pada 1920 silam.
"Kakek saya dari Tiongkok, dari Kota Coan Ciu, Provinsi Hokkian, kota asal wayang potehi. Sekitar tahun 1920 datang ke Indonesia, ke Gudo (Jombang) ini," kata Toni kepada wartawan di Museum Potehi Gudo, Jalan Raya Wangkal Gudo, Desa/Kecamatan Gudo, Jombang, Minggu (30/1/2022).
Saat hijrah ke Kota Santri, lanjut Toni, mendiang kakeknya juga membawa sekitar 100 boneka potehi, serta berbagai peralatan untuk pementasan wayang potehi. Salah satunya berupa panggung kayu.
"Kakek saya pementasan wayang potehi keliling ke klenteng-klenteng, seperti tahun 1933 di Surabaya," terangnya.
Bukti pementasan wayang potehi di Surabaya kini bisa dilihat di Museum Potehi Gudo milik Toni. Yaitu berupa kalender tahun 1933 dengan lukisan sketsa pertunjungan wayang potehi di Surabaya lengkap dengan penontonnya.
![]() |
Toni menjelaskan, semasa hidupnya, Tok Su Kwi menggawangi grup kesenian wayang potehi bernama Fu He An. Nama grup ini mempunyai arti rezeki dan keselamatan.
"Waktu itu yang favorit dan populer cerita Samkok, kisah tiga negara yang salah satu tokoknya Kwan Kong. Juga Hong Sin, cerita tentang dewa-dewa. Dulu para dalang sering memainkan itu," jelasnya.
Sayangnya, mendiang Tok Su Kwi wafat tanpa sempat mewariskan keterampilannya ke putranya, ayah Toni. Ayah Toni justru belajar menjadi dalang wayang potehi dari beberapa dalang lain.
"Saya tidak pernah bertemu kakek, papa saya saja masih kecil sudah ditinggal. Papa saya dalang itu belajar dari dalang yang lain. Jadi, kakek saya dalang, papa saya dalang, tapi saya tidak boleh menjadi dalang," ungkapnya.
Meski begitu, Toni getol melestarikan wayang potehi. Ia melanjutkan grup kesenian wayang potehi Fu He An milik mendiang kakeknya dari tahun 2001 sampai sekarang. Pementasan grup ini merambah ke luar negeri.
"Kalau dalang sendiri, saya enggak ya. Pementasan di klenteng ini sering ada. Kami juga main sampai ke luar negeri, diundang ke Jepang, Taiwan," ujarnya.
![]() |
Selain Fu He An, Toni juga masih menyimpan boneka-boneka potehi dan panggung kayu tinggalan kakeknya. Wayang dan panggung berumur satu abad lebih itu ia simpan di Museum Potehi Gudo.
Sejak 2001 pula, Toni rajin memproduksi wayang potehi. Sebelum itu, ia getol mengumpulkan contoh-contoh boneka potehi asli dari Tiongkok. Ia rela bolak-balik ke negeri tirai bambu untuk mencari contoh. Namun, upayanya tak membuahkan hasil.
Beruntung, Toni menemukan contoh wayang potehi asli di salah satu klenteng di Semarang. Ia juga menggunakan wayang-wayang tinggalan kakeknya sebagai contoh.
"Sejak tahun 2001 saya ingin membuat boneka-boneka yang seperti aslinya dari Tiongkok. Karena saya merasa boneka-boneka yang dibuat para dalang waktu itu tidak cocok, tidak persis dengan tokoh-tokohnya," cetusnya.
Seiring berjalannya waktu, koleksi wayang potehi Toni kian banyak. Oleh sebab itu, ia mendirikan Museum Potehi Gudo sekitar 6 tahun lalu.
Selain menyimpan peninggalan kakeknya, museum ini juga memajang ribuan koleksi boneka potehi buatan Toni lengkap dengan peralatan pementasan. Museum ini sekitar 100 meter di sebelah timur Klenteng Hong San Kiong.
"Adanya keyakinan bahwa potehi persembahan untuk dewa, maka wayang potehi masih bisa lestari sampai hari ini. Tanpa keyakinan itu, punah," tandasnya.
(fat/fat)