Bupati Bondowoso pertama Ki Ronggo alias Raden Bagus Asra memiliki tombak pusaka sakti bernama Tunggul Wulung. Sayangnya, hingga kini benda tersebut tak diketahui secara pasti keberadaannya.
Konon, selain memiliki kedigdayaan, tombak pusaka ini dipercaya mempunyai kharisma wibawa tinggi. Siapapun yang memegangnya diyakini akan teraliri dampak kharisma dan kewibawaan tersebut.
Dikisahkan, salah satu kesaktian tombak pusaka Tunggul Wulung itu adalah saat dihentakkan ke tanah, maka semua yang ada di atas langit, misalkan burung terbang maupun daun akan berjatuhan dari pohonnya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Selain itu, dengan tombak pusaka inilah Ki Ronggo berhasil mengalahkan tokoh pemberontak yang sakti mandraguna dan ditakuti, yakni Aryo Gledak dari Puger.
Menurut keterangan keluarga besar keturunan Ki Ronggo, tombak pusaka Tunggul Wulung terakhir memang diketahui ada di Museum Blambangan, Banyuwangi.
"Informasinya, berdasarkan keterangan dari istri Bupati Banyuwangi Purnomo Sidik," jelas salah satu trah ke-6 Ki Ronggo, Sinung Sudrajad, saat berbincang dengan detikJatim di kediamannya, Kamis (7/4/2022).
Sebab, imbuh Sinung, istri Bupati Banyuwangi Purnomo Sidik era 1990-an itu kebetulan merupakan salah satu keluarga besar keturunan Ki Ronggo. Saat itu, disebutkan jika benda pusaka itu dalam kondisi baik-baik saja di Museum Blambangan.
Sinung memaparkan, berpindahtangannya tombak pusaka Tunggul Wulung itu bermula saat Bondowoso dipimpin Suwondogeni sekitar tahun 1879 - 1891. Ia merupakan trah ke-3 Ki Ronggo.
Bupati Bondowoso Suwondogeni ini memiliki anak perempuan bernama Siti Rafiah, yang lantas menikah dengan Kusumonegoro, Bupati Banyuwangi yang memerintah sekitar tahun 1905.
"Tombak pusaka Tunggul Wulung itu lantas diwariskan ke istri Bupati Banyuwangi Kusumonegoro. Sejak saat itulah tombak tersebut keluar dari Bondowoso," imbuh Sinung, yang juga Wakil Ketua DPRD Bondowoso ini.
Untuk itu, ia bersama para keturunan Ki Ronggo akan berupaya agar tombak pusaka tersebut bisa kembali ke Bondowoso. Upaya penelusuran akan terus dilakukan.
"Karena benda pusaka, apapun bentuknya merupakan simbolisasi kedaulatan sebuah wilayah," pungkasnya.
(hil/dte)