Wagub Emil Optimistis dengan Danantara, Pemda Perlu Kerja Keras

Chilyah Auliya - detikJatim
Selasa, 02 Des 2025 22:22 WIB
Wagub Jatim Emil Dardak di acara Round Table Discussion bertajuk
Surabaya -

Round Table Discussion (RTD) bertajuk "Peta Baru Ekonomi Pasca Reformasi BUMN: Jawa Timur Dapat Apa?" digelar di Surabaya. Sejumlah tokoh hadir termasuk Wagub Emil Dardak hadir untuk membahas tentang Danantara.

Dalam acara yang digelar Selasa (2/12/2025) itu, turut hadir narasumber pengambil kebijakan, akademisi, dan ekonom serta sejumlah tokoh seperti Ketua Komisi XI DPR RI, dan peneliti Nagara Institute.

Emil Dardak mengatakan bahwa berdasarkan pemetaan Danantara, Jawa Timur berada pada posisi "center of gravity" atau gerbang utama. Jatim dianggap berpeluang besar menjadi simpul kerja sama antara BUMN dan BUMD.

Ini ditopang posisi Pelabuhan Tanjung Perak sebagai 80% simpul logistik yang melayani 21 dari 39 rute laut, 2 Kawasan Ekonomi Khusus, 13 kawasan industri, 1 kawasan industri halal, 7 bandara, 37 pelabuhan, serta 12 ruas tol yang memperkuat posisi Jatim dalam jaringan distribusi nasional.

Jatim juga tercatat sebagai peringkat pertama nasional produksi padi 2024 dengan capaian 9,27 juta ton yang menyumbang 17,4% produksi nasional serta dinilai unggul dalam komoditas lain seperti jagung, cabai rawit, daging sapi, telur, susu, tebu, tembakau, hingga garam.

Emil mengatakan di balik semua keunggulan itu ada tantangan investasi yang harus dihadapi Jatim. Terutama terkait regulasi tata ruang seperti penetapan kawasan hijau. Jawa Timur perlu menjaga kedaulatan pangan sembari tetap melakukan diversifikasi ekonomi seperti manufaktur yang disebut sebagai "engine of growth".

"Sejumlah risiko investasi infrastruktur selama ini banyak ditanggung pemerintah. Untuk itu, berbagai upaya dilakukan agar proyek-proyek tersebut menjadi lebih 'bankable' dan menarik bagi investor. Pada era pemerintahan Presiden Jokowi dengan Menteri BUMN Rini Soemarno, percepatan pembangunan infrastruktur memang banyak mengandalkan BUMN, sehingga akselerasi proyek bisa terjadi," ujar Emil, Selasa (2/12/2025).

Namun, kata Emil, jika pola investasi dikembalikan lagi sepenuhnya kepada sektor swasta, perlu dipertanyakan apakah investor memiliki insentif yang cukup.

"Uang swasta tidak punya loyalitas tertentu. Mereka bisa menanamkan modal di mana saja selama risiko dan imbal hasilnya menarik," tambahnya.

Sebaliknya, dana kelolaan nasional seperti dana tanah memiliki mandat khusus untuk berinvestasi di dalam negeri. Karena itu, imbal hasil yang diminta bisa lebih rendah sehingga bisa masuk ke proyek yang mungkin kurang menarik bagi investor asing maupun domestik.

Meski demikian, tetap diperlukan protokol yang kuat agar tetap ada penanaman modal pada sektor strategis. Emil pun menekankan agar dividen yang ditarik tidak dialokasikan ke proyek di luar Jawa Timur secara tidak tepat.

Ia mengingatkan bahwa keuntungan yang dihasilkan dari Jawa Timur idealnya kembali mendukung pengembangan operasi dan proyek di wilayah ini.

Karena hal ini berkaitan dengan fenomena "captive area" yang dimiliki sejumlah BUMN, di mana setiap wilayah atau sektor tertentu hanya bisa dikerjakan melalui BUMN terkait.

Misalnya, kawasan utara harus melalui Perhutani, urusan pelabuhan harus melalui Pelindo. Kondisi ini dianggap sebagai legacy issue yang membuat akses bagi investor lain menjadi terbatas.

Menurutnya sistem itu perlu diperbaiki menjadi pendekatan yang lebih corporate-minded sehingga lebih efisien dan terhindar dari birokrasi rumit. Termasuk penyediaan ruang bagi investor untuk mengembangkan infrastruktur penting seperti ducting jalur internet atau listrik bawah tanah, sehingga jaringan kabel tidak semrawut.

"Kami optimis terhadap skema Danantara, meski masih dibutuhkan kerja keras agar Pemda dapat menjadi subjek yang sejalan dengan visi pembangunan daerah," ujarnya.



Simak Video "Video: Danantara Akan Dapat Kucuran Dividen Rp 170 T per Tahun"

(dpe/hil)
Berita Terkait
Berita detikcom Lainnya
Berita Terpopuler

Video

Foto

detikNetwork