Suara Sugianto terdengar fasih saat menjelaskan batik yang terpajang di dalam rumah yang juga jadi galerinya. Pria 54 tahun itu menjelaskan perbedaan dominasi warna batik Pekalongan dan Solo yang sangat mendasar.
"Kalau Solo warnanya lebih ke cokelat, kalau Jogja malah putih. Pekalongan ini campuran putih dan cokelat," ujar Sugianto kepada detikJatim di rumahnya di Desa Wage, Kecamatan Taman, Sidoarjo, Rabu (30/4/2025).
Setelahnya, ia mengeluarkan lembaran-lembaran kain sepanjang 2 meter yang disebutnya sebagai batik Gikwatun. Batik ini lah merupakan karyanya. Namun motifnya jauh berbeda dengan batik Pekalongan atau Solo.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Nama Gikwatun itu Gik nama saya, Wa itu Wage, dan Tun itu nama ibu saya," ujar Sugianto yang menyebut satu-satunya pembatik di Desa Wage.
Menurutnya, perbedaan batik buatannya berbeda dengan yang lainnya. Sebab kekhasan batik Gikwatun ada pada motif. Ia juga menyebut batik-batik karyanya masing-masing punya filosofi yang juga tak jauh-jauh dari alam.
Sugianto lalu menuturkan awal mula membatik terjadi di sekitar tahun 1990 di Kampung Laweyan saat hendak mendaki Gunung Merapi. Saat menunggu temannya mendaki, ia iseng belajar mewarnai di Laweyan.
"Setelah itu tutornya ngomong 'kamu bisa membatik itu walaupun kamu baru pertama' nah itu saya semangat. Sejak itu saya membatik," terangnya.
Meski demikian, Sugianto tak lantas membatik untuk dijual. Awalnya ia memuat batik untuk diberikan sebagai hadiah ke teman-temannya saat mendaki gunung. Itu kenapa oleh teman-temannya, ia dijuluki Sugianto Si Pembatik di Atas Gunung.
Julukan itu karena hampir setiap batiknya terinspirasi saat mendaki gunung. Dari inspirasi itu, ia kemudian menuangkannya di atas kain setelah di rumah. Hingga suatu kali ada salah satu temannya untuk menjual batik-batik karyanya.
Saran temannya itu kemudian dikerjakan. Sugianto kemudian mulai membatik dan menjualnya. Modalnya saat itu diambil dari uang gajinya sebagai pekerja pabrik elektronik di Waru yang saat itu sekitar Rp 900 ribu.
Awal-awal pemesannya per orangan saja. Namun, ia juga kemudian ikut berbagai pameran. Ia lantas keluar dari pekerjaan dari pabrik dan fokus usaha galeri batik.
![]() |
"Saya keluar dari pabrik itu baru beberapa tahun ini. Karena ibu saya sakit-sakitan," tutur Sugianto.
Dari situ, Sugianto semakin intens membatik. Untuk satu lembar batik, Sugianto awalnya membutuhkan 3 bulan hingga satu bulan. Untuk selembar batik Gikwatun harganya bervariasi mulai sekitar Rp 1 juta hingga Rp 5 juta.
"Omzet per bulan di bawah Rp 10 juta. Gak bisa dipastiin juga," bebernya.
Selain membatik, Sugianto juga selama ini cukup aktif mengajar dan jadi narasumber seminar seputar membatik. Bahkan selama 2 tahun ini, ia nyaris tak punya waktu membatik karena banyaknya undangan mengajar membatik.
Ia menerima undangan tersebut juga karena mengaku sebagai panggilan untuk melestarikan budaya. Sebab selama ini anak-anak hampir tak tahu perbedaan batik tulis, cap dan printing.
"Anak-anak sekarang tahunya batik ya printing. Apalagi sekarang banyak batik impor yang rata-rata printing," terangnya.
Ditanya batik apa yang bagus? Sugianto menyebut batik tulis yang jelek baik dari segi motif maupun warnanya. Alasannya, batik tersebut tak ada duanya dan dihasilkan dari goresan tangan sehingga seninya semakin tampak.
"Semakin aneh malah semakin bagus. Dan insyallah pasti mahal. Kalau gak ngerti ya 'halah elek ngunu' ibu saja bilang elek. Padahal prosesnya (tulisnya) lebih lama," terang Sugianto.
Selama membuat batik Gikwatun, Sugianto menyebut selama ini membeli kain dan peralatan dari Solo. Sedangkan untuk tambahan modal, ia sempat dua kali mengakukan pinjaman KUR di BRI unit Bangah.
"Ya, nasabah, pinjam untuk niat kebutuhan, ya untuk modal juga. Dua kali, tapi lupa tahun berapa," ujarnya.
Terpisah, Kepala Unit BRI Bangah, Sidoarjo, Dedy Setiawan mengatakan Sugianto merupakan nasabahnya. Ia menyebut Sugianto mengambil KUR BRI yang salah satunya digunakan untuk modal usahanya.
"Dulu pernah tahun 2000, sekarang sudah lunas. Sekarang masih tetep nasabah simpanan," kata Dedy.
Deny menambahkan, untuk mendukung pelaku usaha, pihaknya juga kerap melibatkan Sugianto dan batiknya di acara-acara BRI. Tujuannya untuk mengenalkan sekaligus memasarkan produk batik Gikwatun.
"BRI sering melibatkan UMKM pada acara-acara undian Simpedes dan acara BRI. Tujuannya memasarkan juga sekalian mengenalkan produk-produk UMKM per desa," tandas Dedy.
(abq/fat)