Batik Ramah Lingkungan Made in Mojokerto Laris Manis, Omzet Rp 60 Juta/Bulan

Batik Ramah Lingkungan Made in Mojokerto Laris Manis, Omzet Rp 60 Juta/Bulan

Enggran Eko Budianto - detikJatim
Selasa, 28 Mei 2024 09:30 WIB
Batik ramah lingkungan Mojokerto
Nasta Rofika bersama batik merek Ulur Wiji miliknya (Foto: Enggran Eko Budianto/detikJatim)
Mojokerto -

Keuletan Nasta Rofika (33) merintis bisnis batik merek Ulur Wiji sejak tahun 2020 menuai hasil manis. Kini perempuan asal Dusun Pandantoyo, Desa Pandankrajan, Kemlagi, Kabupaten Mojokerto kini bisa meraup cuan Rp 60 juta per bulan.

Tak hanya itu, bisnis yang digelutinya juga mampu memberdayakan warga setempat yang juga masih tetangganya. Total pekerja yang membantunya ada 10 orang, terdiri 1 tukang gambar, 6 pembatik, serta 3 bagian pewarnaan.

"Teman-teman di sini kami training mulai nol dan kami beri gaji yang layak, BPJS Ketenagakerjaan dan Kesehatan juga," kata Nasta kepada detikJatim di rumahnya, Selasa (28/5/2024).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Kapasitas produksi industri rumahan milik Nasta ini mencapai 12-15 lembar kain batik Ulur Wiji per hari. Panjang setiap lembar kain batik 1,5-3 meter. Batik ramah lingkungan ini laris manis karena cocok dipakai segala usia. Bahkan, penjualannya sampai ke Kanada, Hawai, Jepang, Hongkong, Singapura, Malaysia, Austria, dan Prancis.

"Di dalam negeri, pesanan paling banyak dari Jabodetabek. Luar negeri yang rutin Kanada, pengiriman setiap bulan. Rata-rata tahun ini omzet kami Rp 50-60 juta per bulan," terangnya.

ADVERTISEMENT

Nasta mendesain batik Ulur Wiji dengan motif kontemporer atau kekinian dan sederhana untuk menyasar generasi milenial dan gen Z. Ia menanggalkan motif kedaerahan karena pasarnya lebih sempit. Mulai dari motif anggrek, padi, galaksi atau rasi bintang, hutan, serta angon atau beternak ayam dan tandur atau menanam padi dan jagung.

Juni nanti, Nasta akan merilis motif baru bertema cerita rakyat nusantara. Motif cerita Bawang Merah dan Bawang Putih akan ia luncurkan dalam pameran internasional BSI di Jakarta. Batik Ulur Wiji aneka motif itu juga ia desain menjadi busana pria dan wanita, scarf dan jilbab yang modern.

"Kami ingin milenial dan gen Z lebih mencintai batik tulis yang modern dan terjangkau tanpa menghilangkan nilai budaya. Batik kami bisa dipakai segala aktivitas. Ciri khasnya motifnya kecil-kecil dan etnical urban. Jadi, tidak kuno," jelasnya.

Batik ramah lingkungan MojokertoPara perajin tengah memproduksi batik ramah lingkungan Mojokerto (Foto: Enggran Eko Budianto/detikJatim)

Setidaknya 6 jenis kain yang biasa digunakan Nasta sebagai bahan dasar batik Ulur Wiji. Yaitu kain tencel, rayon, linen, katun, sutra dan kain tenun alat tenun bukan mesin (ATBM). Sedangkan pewarnaannya menggunakan beberapa tanaman sehingga dijamin ramah lingkungan dan awet.

Bekal pendidikannya di Teknik Lingkungan, ITS Surabaya lah yang membuat Nasta begitu mencintai lingkungan. Warna biru ia dapatkan dari fermentasi indigo (Indigofera Tinctoria) dan Strobilanthes Cusia. Warna kuning menggunakan kulit buah jalawe (Terminalia Bellirica), sedangkan kulit pohon mahoni untuk warna merah.

"Pakai teknik celup. Untuk menghasilkan warna lain, tinggal kami campur-campur bahan yang ada. Misalnya warna hitam campuran mahoni dan indigo, bisa sampai 50 kali celupan," ungkapnya.

Harga busana batik Ulur Wiji karya Nasta mulai dari Rp 300.000 sampai Rp 1,5 juta tergantung motif dan jenis kainnya. Misalnya kebaya motif siluet hutan berbahan kain katun dibanderol Rp 750.000. Ada juga kebaya motif tandur berbahan kain tencel seharga Rp 850.000. Katalog batik ini bisa diakses di akun Instagram @ulurwiji.

"Paling laris bahan tencel dan linen, motifnya galaksi karena unik. Saya angkat tentang sio atau zodiak, ada rasi bintangnya, biasanya untuk kado teman atau pasangan," ujarnya.

Nama Ulur Wiji, kata Nasta, terilhami semangat hidupnya yang ingin bermanfaat bagi orang di sekitarnya. Ketika itu, ia tinggal di Penajem Paser Utara, Kaltim karena mengikuti perpindahan kerja suaminya. Sang suami, Joko Santoso (34) pun mencetuskan nama tersebut.

"Ulur Wiji artinya menebar benih kebaikan. Sesuai visi kami di desa ini Ulur Wiji menjadi wadah kaum perempuan mencari kehidupan, menyalurkan bakat, bisa berkarya dan diakui orang lain," cetusnya.

Kesuksesan Nasta saat ini tak lepas dari kerja keras dan keilmuannya. Sebab ia sempat menimba ilmu fashion di Alvera Fashion Creative Surabaya selama 2 tahun, ikut seminar tekstil, serta kursus batik di Semarang. Sejumlah penghargaan taraf nasional pun berhasil ia raih.

Antara lain batik Ulur Wiji sebagai finalis di apresiasi kreasi Indonesia pada 16-18 Juni 2023 dari Menparekraf, Ulur Wiji sebagai finalis terbaik di pekan puncak apresiasi kreasi Indonesia 2023 pada 8-10 September 2023 dari Menparekraf, serta Nasta sebagai pemenang pertama kompetisi modal pintar Sisternet pada 13 April 2023.




(abq/iwd)


Hide Ads