Aksi Ekstrem Perajin Terompet Reog Menjilat Bara Api

Aksi Ekstrem Perajin Terompet Reog Menjilat Bara Api

Charolin Pebrianti - detikJatim
Minggu, 11 Des 2022 15:06 WIB
Di Ponorogo ada perajin terompet Reog yang mencuri perhatian. Aktivitasnya berkarya kerap diwarnai aksi ekstrem menjilat bara api.
Foto: Charolin Pebrianti/detikJatim
Ponorogo -

Di Ponorogo ada perajin terompet Reog yang mencuri perhatian. Aktivitasnya berkarya kerap diwarnai aksi ekstrem menjilat bara api.

Perajin terompet Reog ini yakni Rahmat Septiyan. Ia merupakan warga Dusun Mirah, Desa Nambangrejo, Kecamatan Sukorejo.

Di rumahnya, Rahmat tampak tekun menatah batang kayu. Pria berusia 26 tahun ini tak sungkan memperlihatkan proses pembuatan terompet Reog.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Pertama, Rahmat menatah batang kayu atau petor. Selanjutnya, bambu wulung atau watangan dilubangi.

"Ada lima lubang pada watangan," tutur Rahmat kepada detikJatim, Minggu (11/11/2022).

ADVERTISEMENT

Untuk melubangi batang bambu, Rahmat menggunakan besi yang dipanaskan. Saat ujung besi itu sudah menyala seperti bara api, ia malah menjilatnya. Ekstrem!

"Ini ada tekniknya (sambil menjilat besi panas), tidak apa-apa lidah saya," terang Rahmat.

Di Ponorogo ada perajin terompet Reog yang mencuri perhatian. Aktivitasnya berkarya kerap diwarnai aksi ekstrem menjilat bara api.Aksi ekstrem menjilat bara api/ Foto: Charolin Pebrianti/detikJatim

Setelah melubangi batang bambu, langkah selanjutnya yakni memasang kuningan atau pitingan. Lalu diberi penutup mulut yang disebut batok, nyari atau kumisan.

"Sedangkan pada bagian atasan batok, diberi daun lontar atau namanya kepikan. Ini sumber suara terompet," imbuh Rahmat.

Proses penyelarasan nada, lanjut Rahmat, yang paling sulit. Sebab, butuh ketelitian.

Apalagi, slompret atau terompet Reog ini bisa dipakai untuk tangga nada diantonis dan pentatonis. Suaranya cenderung melengking jika dibandingkan suling.

"Kalau bikin slompret sehari saja selesai, yang lama itu penyelarasan nada," papar Rahmat.

Untuk satu slompret buatannya, Rahmat mematok harga Rp 200 ribu hingga Rp 500 ribu. Tergantung dari permintaan konsumen.

Sebab, ada 4 tipe yang dijual. Mulai dari paling murah dengan finishing polosan, hingga finishing dengan cat disungging atau diberi warna lukis.

"Ada juga yang diukir finishing-nya, paling mahal itu yang finishing-nya disungging, diukir," ujar Rahmat.

Peminatnya, lanjut Rahmat, datang dari Ponorogo hingga mancanegara. Sebab, slompret ini memiliki keunggulan bisa dikombinasikan dengan alat musik lain, seperti saxophone.

"Saya pernah juga kolaborasi dengan seniman asal Amerika. Dia pakai saxophone dan saya pakai slompret," terang Rahmat.

Dalam sebulan, Rahmat bisa menjual 20 hingga 30 slompret. Omzetnya mencapai Rp 3 juta hingga Rp 4 juta. Rahmat sudah menekuni usaha ini sejak 2013.

"Sejak saya sekolah SMK, saya juga membuat terompet. Belajar dari ayah saya, perajin patung, angklung, slompret dan topeng," terang Rahmat.

Rahmat memilih menjadi perajin slompret karena membaca peluang bisnis. Pasalnya, selama ini hanya banyak regenerasi pada sisi seni pertunjukan. Sedangkan dari segi perajin belum banyak peminatnya.

"Makanya saya membaca peluang di kerajinan masih lebar, ada ekonomi di situ. Saya mengembangkan sisi kerajinanya," kata Rahmat.

Usahanya ini sempat menemui kendala. Menurut Rahmat, saat ini yang paling sulit mencari daun lontar.

Sehingga ia harus mendatangkan dari kota lain seperti Tuban bahkan dari NTB dan NTT. "Bahan paling susah, daun lontar," pungkas Rahmat.

Halaman 2 dari 2


Simak Video "Video Hokky: Kita Bikin History, Pasti Juara!"
[Gambas:Video 20detik]
(sun/iwd)


Hide Ads