Banyuwangi dikenal memiliki potensi sumber daya alam yang kaya. Selain terkenal destinasi wisatanya yang indah, produk pertanian dan perkebunannya juga patut diacungi jempol.
Salah satunya berada di Desa Banjar, Kecamatan Licin. Wilayah di Lereng Ijen yang bisa dikatakan menjadi komplek produsen gula aren terbesar di Banyuwangi. Berada tepat di lereng Gunung Ijen, Desa Banjar memiliki luas wilayah mencapai 4,36 kmΒ² dengan geografi perbukitan berketinggian sekitar 500 mdpl.
Tanaman yang banyak ditemui di desa ini adalah pohon aren. Hal inilah yang kemudian mendorong maraknya produsen gula aren di wilayah Banjar. Kepala Desa Banjar, Sunandi mengatakan produsen gula aren hampir merata di 4 dusun yakni di Dusun Krajan, Dusun Putuk, Dusun Rembang dan Dusun Salakan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Total ada puluhan produsen yang hingga kini masih rutin melakukan aktivitas produksi. Namun yang paling banyak ada di Dusun Rembang. Produksi sudah sejak lama dilakukan dan biasanya berlangsung secara turun temurun.
"Namun skala produksinya masih kecil. Skala industri rumahan," kata Sunardi saat dikonfirmasi detikJatim, Sabtu (3/12/2022).
Aren sendiri salah satu hasil hutan bukan kayu yang dapat dijadikan solusi dalam rangka pemenuhan kebutuhan hidup sehari-hari bagi warga. Hampir semua bagian dari pohon aren dapat dimanfaatkan mulai dari ijuk, buah, daun nira, batang yang menghasilkan tepung dan lain sebagainya.
Namun tanaman aren di desa ini lebih dimanfaatkan secara ekonomis sebagai penghasil nira untuk bahan baku pembuatan gula aren.
"Ada sekitar 50 produsen gula aren di wilayah ini. Saat ini kami melakukan upaya mencari turunan produksi dengan berbagai kegiatan pelatihan," tambahnya.
Tak hanya itu, kata Sunandi, saat ini dia mengemas trip wisata gula aren. Wisatawan di Desa banjar bisa menikmati pemandangan sawah dan juga prosesing produksi gula aren.
"Kita buat wisata edukasi juga. Bagaimana nira cairan yang disadap dari bunga jantan pohon aren diambil oleh petani. Kucuran air nira ini di tampung dalam bumbung (batang bambu yang panjangnya antara 1-1,5 meter). Karena setiap nira itu mengandung gula antara 10-15% sehingga sebagian besar warga mengolahnya menjadi gula aren," tambahnya.
Tak hanya pengambilan nira aren, prosesing nira menjadi gula aren pun menjadi atraksi wisata yang bagus.
"Ya mulai memasak hingga jadi gula bisa jadi atraksi juga," tandasnya.
"Saya punya beberapa pohon aren, ini yang kemudian saya manfaatkan," ujar Suroso.
Setiap pagi sembari berangkat menuju ladang. Suroso selalu menyempatkan untuk nderes atau dalam kata lain menyadap nira. Calon buah aren diiris lalu airnya ditampung dalam wadah berbahan bambu petung, dengan panjang kurang lebih 1 meter dan dapat menampung sekitar 3 liter nira.
"Saya berangkat pagi sekitar jam 6 masang wadah lalu sore saya ambil," ujar pria yang beralamat di Dusun Rembang ini.
Gula Aren Banyuwangi/ Foto: Ardian Fanani |
Nira yang sudah diambil tidak langsung diproses. Nira sementara dikumpulkan hingga jumlahnya cukup baru kemudian diolah.
Untuk pengolahan Suroso memasrahkan semua pada sang istri bernama Isridah (55). Dari proses memasak di kuali hingga mencetak gula, semuanya ditugaskan kepada istrinya.
"Biasanya produksi dilakukan setiap tiga hari, saat nira yang terkumpul sudah banyak," beber bapak beranak dua ini.
Dalam sekali proses, mampu menghasilkan kurang lebih 20 log gula aren berbentuk tabung dengan panjang kurang lebih 15 cm.
"Jadi tidak dihitung kiloan. Jualnya dihitung bijian. Per log harganya Rp 10 ribu. Jadi 3 hari pendapatan dari gula aren Rp 200 ribu. Kita juga tidak perlu bawa ke pasar biasanya ada pengepul yang ngambil ke sini," tandasnya.
Simak Video "Video: Top 3 Kopi Susu di Jakarta versi Barista"
[Gambas:Video 20detik]
(abq/fat)












































