Cincin Monel Handmade di Mojokerto Eksis Sejak 1980 Digandrungi Pecinta Akik

Enggran Eko Budianto - detikJatim
Jumat, 14 Okt 2022 08:40 WIB
Perajin cincin akik di Mojokerto (Foto: Enggran Eko Budianto/detikJatim)
Mojokerto -

Kerajinan ring atau cincin untuk batu akik di Desa Pekuwon, Bangsal, Kabupaten Mojokerto tetap eksis sejak 1980 silam. Cincin berbahan monel yang dibuat secara manual (handmade) ini digandrungi para pecinta akik dari berbagai daerah di Indonesia.

Sampai saat ini terdapat 10 perajin ring akik yang masih eksis di Desa Pekuwon. Salah seorang di antaranya Heru Sisnoto (51). Menurutnya keterampilan membuat cincin dibawa keturunan Tionghoa asal Probolinggo yang menikah dengan tetangganya. Sekitar tahun 1980, si pendatang menularkan ilmunya kepada 4 adik iparnya.

"Saya sebagai generasi kedua, belajar sejak tahun 1990 dari Pak Kasmo generasi pertama. Baru tahun 1996 saya buka usaha sendiri di rumah," kata Heru saat berbincang dengan detikJatim di rumahnya, Jumat (14/10/2022).

Pada masa itu, Heru belajar membuat cincin berbahan monel. Yaitu logam yang terbuat dari campuran nikel dan tembaga. Seluruh proses pembuatan secara manual. Mulai dari pemotongan bahan menggunakan tatah sampai menghaluskan cincin masih memakai gerinda yang digerakkan dengan tangan.

"Kami bisa pakai bahan perak, tapi harganya lebih mahal. Satu cincin perak bisa sampai Rp 600 ribu. Cincin monel awet karena tidak mengandung besi sehingga anti karat, harganya murah dibandingkan perak, juga bagus karena handmade," jelasnya.

Pembuat Cincin Monel Handmade di Mojokerto/ Foto: Enggran Eko Budianto

Seiring berjalannya waktu, produk yang dipesan konsumen semakin beragam. Sehingga Heru dan perajin lainnya di Desa Pekuwon mengembangkan varian produk kerajinan berbahan monel. Selain cincin, bapak dua anak ini juga memproduksi liontin, gesper sabuk, bros, gelang, serta vandel atau batu akik besar yang dipigora untuk hiasan di meja. Peralatan yang ia gunakan juga sedikit lebih modern.

"Dulu sebelum ada pasar online, kami kirim ke pengepul besar di Kayun, Surabaya. Sekarang sudah menjadi rumah makan," terangnya.

Heru mengaku kerajinan monel buatannya pernah dipasarkan sampai ke Taiwan dan Singapura. Ketika itu, produk yang banyak dipesan berupa cincin, gesper sabuk dan liontin besar. Namun, tragedi bom Bali 1 tahun 2002 membuat pemasarannya ke mancanegara terhenti. Pesanan cincin monel kembali membludak tahun 2014 saat akik booming.

"Ketika akik booming tahun 2014, kami sampai tak pernah punya stok. Pemesan harus antre 2-3 bulan," ujar suami Lilik Suhartatik (46) ini.



Simak Video " Video: Engkong Salim 25 Tahun Koleksi Batu Akik, Total Harga Capai Rp 100 Juta"

(hil/fat)
Berita detikcom Lainnya
Berita Terpopuler

Video

Foto

detikNetwork