Terpuruk karena Pandemi, Desa di Pasuruan Bangkit Berkat Tusuk Sate

Terpuruk karena Pandemi, Desa di Pasuruan Bangkit Berkat Tusuk Sate

Muhajir Arifin - detikJatim
Selasa, 02 Agu 2022 12:20 WIB
perajin tusuk sate di pasuruan
Perajin tusuk sate di Desa Ora-ora Puleh, Pasuruan (Foto: Muhajir Arifin/detikJatim)
Pasuruan -

Desa Oro-oro Puleh, Kecamatan Kejayan, Kabupaten Pasuruan, selama ini dikenal dengan "Kampung Tusuk Sate". Julukan itu disematkan karena puluhan orang di satu dusun bekerja sebagai pembuat tusuk sate dari bambu.

Desa Oro-oro Puleh merupakan desa terpencil di Kabupaten Pasuruan. Mayoritas penduduk merupakan petani dan buruh tani. Para buruh tani ini yang sekarang memiliki usaha tusuk sate.

Para buruh tani di Dusun Kalitengah sebelumnya terpaksa beralih menjajal usaha rumahan pembuatan tusuk sate karena pekerjaan sepi di masa pandemi COVID-19. Usaha pembuatan tusuk sate mereka tekuni dan lambat laun menjadi mata pencaharian utama.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Saat ini puluhan orang yang sebelumnya bekerja sebagai buruh, berubah menjadi juragan tusuk sate. Produk mereka merambah sejumlah daerah di Jawa Timur, selain tentunya melayani pesanan dalam kota.

"Orang sini sebagian besar buruh tani. Tahun 2020 COVID-19 sedang ramai-ramainya, banyak warga tidak bisa kerja," kata Sugiono (60), salah satu pembuat tusuk sate saat dikonfirmasi, Selasa (2/8/2022).

ADVERTISEMENT

Sugiono menceritakan, di tengah keadaan serba sulit kala itu, beberapa warga desa yang berpikiran maju menawarkan usaha pembuatan tusuk sate. Mereka juga menawarkan mesin pembuatan tusuk sate seharga Rp 3 juta - Rp 4 juta/set.

"Beberapa orang akhirnya membeli mesin tersebut karena tidak ada pilihan, saat wabah COVID-19 memang sulit mencari maupun mendapatkan pekerjaan. Saya waktu itu ada tabungan buat beli mesin," terangnya.

Tusuk sate usaha warga Desa Ora-ora Puleh PasuruanTusuk sate usaha warga Desa Ora-ora Puleh Pasuruan Foto: (Foto: Muhajir Arifin/detikJatim)

Setelah membeli mesin, Sugiono mengajak istri dan anaknya memproduksi tusuk sate. Ia membagi tugas, anaknya memotong bambu dengan ukuran kurang lebih 20 cm, ia memproses menjadi tusuk sate setengah jadi, lalu istri melakukan penghalusan (Finishing).

"Ada dua macam yang saya buat, tusuk sate kambing dan sate ayam," terang Sugiono.

Tusuk sate yang sudah jadi kemudian dijual ke pengumpul dengan harga Rp 8.000/kilogram. Seminggu, Sugiono bisa kantongi uang Rp 600 - Rp 800 ribu.

Aliyah (50), istri Sugiono mengatakan uang hasil penjualan tusuk sate menambah penghasilan keluarga. Selain kebutuhan dapur, hasilnya juga bisa dibuat untuk membeli perabotan rumah.

Kepala Dusun Kalitengah, Zainul (45) mengatakan, ada sekitar 40 lebih warga yang mencari penghasilan dari tusuk sate. Mereka tersebar di 6 rukun tetangga (RT).

"Rata-rata warga yang memproduksi rumahnya berdekatan, sesama tetangga maupun keluarga dekat mayoritas adalah pembuat tusuk sate," katanya.

Sementara Kepala Desa Ora-ora Puleh, Sujai (45), berharap usaha tusuk sate semakin berkembang. Ia berharap pemerintah daerah turun tangan membantu baik peralatan, pengadaan maupun pemasaran.

"Tusuk sate warga ini biasa dilempar ke beberapa pengepul yang dijual ke wilayah Surabaya, Sidoarjo, Mojokerto dan beberapa daerah lainnya," tutup Sujai.




(abq/fat)


Hide Ads