Kesuksesan Rubath Kopi Jombang mengekspor 12 ton kopi excelsa asli Wonosalam ke Malaysia bukanlah sesuatu yang instan. Tujuh pemuda yang mengelola perusahaan ini harus melalui proses yang panjang beberapa tahun terakhir.
Berdirinya Rubath Kopi Jombang di Dusun Sumber, Desa/Kecamatan Wonosalam tak lepas dari peran besar Muhamad Edi Kuncoro (43). Warga Dusun Sumber ini terjun ke bisnis kopi pada 2017 karena prihatin dengan harga kopi lokal.
Saat itu, biji kopi mentah (green coffee beans) jenis robusta dan arabika hanya dihargai Rp 21.500 per Kg oleh tengkulak. Sedangkan jenis excelsa hanya Rp 30.000 per Kg.
"Keuntungan teman petani saat itu Rp 1-2 juta sekali panen 2 sampai 3 bulan kerja. Tapi mereka sudah bersyukur. Bagi saya kurang, ada yang tidak beres karena saya cek di internet harga green beans masih tinggi," kata Edi kepada detikJatim, Minggu (29/5/2022).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Terlebih lagi, potensi kopi Wonosalam luar biasa besar. Menurut Edi, wilayah di lereng Pegunungan Anjasmoro ini mampu menghasilkan 750-1.000 ton biji kopi per tahun. Yakni kopi jenis arabika, robusta dan excelsa. Sehingga ia berburu ilmu perkopian dari Jombang, Malang hingga Jember.
Bersama teman sekaligus tetangganya, Yayak, tahun itu juga Edi memutuskan menekuni bisnis kopi. Keluarga masing-masing juga dilibatkan sehingga bisa berbagi tugas mulai dari pengelolaan kebun, panen, hingga pengolahan kopi pasca panen.
"Biji kopi kami proses sesuai standar pasar waktu itu. Alhamdulillah dari Rp 21.500 per Kg, kopi kami dihargai Rp 70.000 per Kg," terangnya.
Keuletan dan idealisme Edi bersama Yayak menghasilkan biji kopi berkualitas kala itu menuai cibiran dari tetangganya. Karena proses pengolahan pasca panen yang ia lakukan dinilai terlalu jelimet. Tidak hanya itu, kopi yang ia hasilkan juga dicemooh sejumlah pengelola kedai di Jombang karena dinilai tidak enak.
Namun, Edi mengabaikan cibiran tersebut dan melanjutkan bisnisnya. Ia memasarkan kopi asli Wonosalam ke berbagai daerah di Jatim. Bahkan tahun 2018, ia menerima kontrak dari kedai kopi di Malang sebesar 12 ton satu kali panen.
"Lambat laun harga biji kopi kami semakin bagus, untuk robusta sekarang ini Rp 40-45 ribu per Kg, arabika Rp 100-150 ribu, excelsa alhamdulillah saat ini Rp 60-75 ribu," ungkapnya.
Pada tahun yang sama, Edi, Yayak dan petani kopi lainnya mendirikan Asosiasi Kopi Wonosalam. Setahun kemudian, bantuan datang dari Bank Indonesia (BI) Jatim. Sehingga Edi dan kawan-kawan menjadi binaan BI.
"Alhamdulillah mulai 2019 kami menerima bantuan BI sehingga peningkatan kami signifikan. Pembinaan berupa peningkatan skill dan pemasaran. BI punya target peningkatan 10 persen, baik kapasitas produksi maupun pemasaran," jelasnya.
Untuk memproduksi bubuk kopi, Edi pun mengajak teman sekaligus tetangganya, Wiknyo Susandi (27) pada Desember 2019. Wiknyo lantas mendirikan Rubath Kopi Jombang bersama kelompok mengajinya pada 21 Januari 2020.
Perusahaan ini dikelola 7 pemuda. Yaitu Risfandi (27) sebagai sekretaris, Wiknyo Susandi (27) sebagai direktur, Cahya Meiyaksa (31) bagian purchasing atau pembelian dan Siti Hasanah (38) menjadi bendahara.
Yang mengejutkan, ternyata 3 pengelola Rubath Kopi Jombang masih duduk di bangku SMK. Yakni Ragil Hasan Mubarok (18) bagian riset dan inovasi, Muhammad Wahyu Efendi (19) bagian produksi dan Ananta Dewangga Bagaskara (19) bagian pemasaran.
Edi menjadi pembina Rubath Kopi Jombang. Sedangkan temannya, Yayak mendirikan Wojo Kopi yang menaungi sekitar 30 petani di Wonosalam. Puluhan petani tersebut mengelola 46,5 hektare kebun kopi. Sekitar 3 hektare di antaranya ditanami kopi jenis excelsa.
"Kami pilih anak-anak muda karena jangkauan mereka luas, lebih mudah menyerap ilmu dan bisa diajak kerja lembur. Sebagian mempunyai kebun kopi milik orang tua mereka," cetusnya.
Wojo Kopi dan Rubath Kopi Jombang menjalankan bisnis dari hulu sampai hilir atau mulai tahap pengelolaan kebun kopi, panen hingga pengolahan pasca panen. Keduanya mampu mendongkrak harga kopi Wonosalam.
"Kalau biji kopi robusta kami ambil dari petani di angka Rp 31-33 ribu per Kg, excelsa Rp 50 ribu per Kg, arabika kami ambil Rp 70 ribu per Kg," terangnya.
Rubath Kopi Jombang kini menghasilkan 4 varian bubuk kopi yang dibagi menjadi 2 kelas. Bubuk kopi kelas reguler kemasan 150 gram dipatok Rp 21.000 jenis robusta, Rp 26.500 jenis excelsa, Rp 31.000 jenis arabika, serta Rp 27.500 jenis spesial.
Sedangkan kopi bubuk kelas premium kemasan 150 gram dijual Rp 30.000 jenis robusta, Rp 35.000 jenis excelsa dan Rp 50.000 jenis arabika. Rata-rata mereka mampu menjual 100 Kg bubuk kopi dengan omzet Rp 10-15 juta per bulan dari penjualan di dalam negeri saja.
Tidak hanya itu, Rubath Kopi Jombang juga mengekspor 12 ton biji kopi mentah (green coffee beans) ke Malaysia pada 10 Mei 2022. Omzet ekspor tersebut mencapai Rp 360 juta.
"Harapan kami ke depan bisa mengekspor dalam bentuk produk jadi, yaitu berupa bubuk kopi," cetus Direktur Rubath Kopi Jombang, Wiknyo Susandi.
Bersama teman-teman di Rubath Kopi Jombang, Wiknyo telah membuat sejumlah rencana bisnis. Selain menjual bubuk kopi, ke depan pihaknya juga akan membuka kelas kopi, kedai kopi, mobile kopi dan peralatan penyeduhan kopi.
"Meskipun anak desa kami bermimpi bisa mendunia," tandasnya.
(iwd/iwd)