Perajin tempe di Lamongan memutuskan tetap berproduksi meski harga kedelai sedang naik. Ini dilakukan karena perajin tak mau semakin merugi.
Abdul Rochim, salah satu perajin mengaku tak ikut-ikutan melakukan mogok seperti yang dilakukan di daerah lain. Karena selain merugikan perajin dan pekerja sendiri.
"Saya juga harus menghidupi karyawan-karyawan saya setiap harinya. Maka dari itu, kami tidak ikut demo dan hanya bisa berdoa semoga pemerintah mendengar jeritan kami," terang Rochim.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Meski tidak mogok produksi dan tidak menaikkan harga, Rochim menyiasatinya dengan mengurangi ukuran tempe. Cara ini rupanya dilakukan para perajin di Lamongan lainnya.
Wawan, perajin tempe di Babat menyebut aksi mogok produksi dinilai tidak efektif. Sebab aksi itu tidak akan menurunkan harga kedelai. Tapi sebagai gantinya ia akan mengurangi ukuran tempe.
"Mogok produksi tidak akan mempengaruhi harga yang melambung tinggi karena tidak mungkin harga kedelai langsung turun," kata Wawan.
Banyaknya perajin tempe yang tak ikut mogok dibenarkan oleh Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Lamongan. Dari catatan Disperindag, sebanyak 36 perajin tempe dan 2 perajin tahu yang terdata, seluruhnya tak ada yang mogok produksi.
"Ada sebanyak 36 perajin tempe di Lamongan dan semuanya tetap produksi hingga hari ini," terang Kepala Disperindag Lamongan, Mohammad Zamroni.
Selain itu, Zamroni menyebut para perajin juga tidak ada yang menaikkan harga tempe dan tahu. Namun mereka hanya memperkecil ukuran. Untuk itu, di Lamongan tidak sampai terjadi kelangkaan tempe dan tahu.
Menurut Zamroni, sejak ramianya isu kenaikan harga kedelai, pihaknya telah menerjunkan tim. Tugasnya yakni mengecek dan menampung keluhan para perajin yang telah tercatat di Disperindag.
"Di pasar-pasar yang ada di Lamongan tidak sampai ada kelangkaan tempe dan pasokan tempe masih cukup," tandan Zamroni.
(abq/iwd)