Tak Perlu Sertifikat, Jagung Rekayasa Genetik di Lamongan 100% Halal

Tak Perlu Sertifikat, Jagung Rekayasa Genetik di Lamongan 100% Halal

Eko Sudjarwo - detikJatim
Selasa, 10 Jun 2025 22:45 WIB
Panen jagung hasil rekayasa genetik di lahan pertanian Desa Banyubang, Kecamatan Solokuro, Lamongan
Panen jagung hasil rekayasa genetik di lahan pertanian Desa Banyubang, Kecamatan Solokuro, Lamongan (Foto: Dok. Istimewa)
Lamongan -

Jagung hasil rekayasa genetik yang ditanam di lahan pertanian Desa Banyubang, Kecamatan Solokuro dipastikan 100 persen halal. Hal ini ditegaskan langsung oleh Kepala Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) Kemenag, Ahmad Haikal Hasan Baras saat menghadiri panen jagung, Selasa (10/6/2025).

Dalam kesempatan tersebut, Haikal menjawab keraguan sebagian masyarakat terhadap status kehalalan jagung hasil teknologi rekayasa genetik (genetically modified organism/GMO). Dengan tegas, Haikal menyatakan, produk ini tidak memerlukan sertifikat halal karena sudah termasuk dalam daftar positif (positive list) BPJPH.

"Ini halal 100 persen. Termasuk benihnya. Tidak perlu disertifikasi lagi karena sejak dari benih hingga panen tidak ada unsur haramnya. Jangan direkayasa lagi dengan kata-kata ini mengandung ini atau itu. Ini jagung kok," kata Haikal, Selasa (10/6/2025).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Menurut Haikal, jagung hasil rekayasa genetik ini tidak hanya unggul dari sisi kehalalan, namun juga menjawab tantangan ketahanan pangan nasional. Hal ini, kata Haikal, sesuai dengan visi Presiden Prabowo Subianto untuk mewujudkan swasembada pangan yang berkelanjutan.

"Disini saya sudah coba, jagung bakar, rebus, es krim jagung - semua aman. Ini yang kita butuhkan hari ini," ujar Haikal sambil tersenyum.

ADVERTISEMENT

Lebih lanjut, Haikal menegaskan, produk ini akan mulai disosialisasikan secara nasional. Pemerintah mendorong benih-benih unggul ini sebagai bagian dari upaya mendukung ketahanan pangan yang berdaulat dan berkelanjutan.

"Kami tegaskan lagi, ini halal. Termasuk bibitnya. Ini bukan hanya soal kehalalan, tapi juga masa depan pangan bangsa kita," tuturnya.

Dalam panen perdana di Banyubang ini, hasil yang dicapai menunjukkan peningkatan yang signifikan. Kepala Desa Banyubang, Mohammad Rokib mengatakan total hasil panen mencapai 11 hingga 11,5 ton per hektar. Hasil ini meningkat sekitar 16-20 persen dibanding jagung konvensional yang rata-rata hanya 9-10 ton per hektar.

"Harga benih hanya selisih 10-15 ribu dengan jagung konvensional, tapi butirannya jumlahnya lebih banyak PRG, dari satu tongkol saja, rata-rata ada 18 baris, dan setiap baris sekitar 45 biji. Ini jelas lebih padat dan bernas dibanding konvensional," katanya.

Selain hasil panen yang tinggi, jagung hasil rekayasa genetik ini juga lebih tahan terhadap hama dan perubahan cuaca ekstrem, sehingga mengurangi kebutuhan akan pestisida. Di masa tanam kedua ini, dikatakan Rokib ditanam di lahan seluas 10 hektar.

"Kalau biasanya petani harus tiga kali semprot untuk gulma, dengan jagung PRG (produk rekayasa genetik) ini cukup satu kali di awal tanam. Biaya produksi otomatis turun," tutur Rokib.

Dampak ekonomi juga dirasakan langsung oleh petani. Dengan hasil panen yang lebih tinggi dan biaya produksi yang lebih rendah, petani memperoleh tambahan penghasilan hingga Rp5,5 juta per hektar. "Hasil panen nya peningkatan 15-20 persen, harga jagung relatif stabil. Keuntungan petani Rp 20 - 25 juta," tuturnya.

Sementara Ketua Kontak Tani Nelayan Andalan (KTNA) Nasional, Mohamad Yadi Sofyan Noor, yang juga hadir dalam kegiatan panen tersebut, menyebut hal ini sebagai sejarah baru dalam dunia pertanian Indonesia.

Ia juga memastikan jagung hasil rekayasa ini sudah diuji coba di berbagai wilayah, termasuk Kalimantan, dan menunjukkan hasil yang sangat baik.

"Kita dukung penuh teknologi yang membantu petani, selama aman, halal, dan terbukti meningkatkan hasil," paparnya.

Wakil Bupati Lamongan, Dirham Akbar Aksara mengapresiasi capaian ini dan mendorong perluasan penggunaan jagung hasil rekayasa genetik ke seluruh wilayah Lamongan.

"Ini solusi riil. Halal, produktif, dan hemat biaya. Kami akan terus melakukan evaluasi berbasis pentahelix: pemerintah, akademisi, dunia usaha, komunitas, dan media," kata Dirham.




(dpe/abq)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads