No Viral No Justice Jadi Tantangan Tangani Kasus Perempuan dan Anak

Aprilia Devi - detikJatim
Senin, 22 Des 2025 14:30 WIB
Kanit II Renakta Polda Jawa Timur Kompol Ruth Yeni/Foto: Aprilia Devi/detikJatim
Surabaya -

Era digital membawa kemudahan bagi korban kekerasan untuk bersuara. Namun di sisi lain, media sosial juga menghadirkan tantangan baru bagi aparat penegak hukum dalam menangani perkara kekerasan terhadap perempuan dan anak.

Kanit II Renakta Polda Jawa Timur Kompol Ruth Yeni menyebut, kecenderungan korban menyampaikan persoalan melalui media sosial kini semakin sering terjadi. Menurutnya, hal tersebut menjadi dinamika baru.

"Itulah tantangannya sekarang. Ada orang yang mungkin suka curhatnya di media sosial, sehingga persoalannya diketahui banyak orang," ujar Ruth saat dijumpai detikJatim, Senin (25/12/2025).

Ia menilai, dorongan agar perkara cepat ditangani melalui tekanan viral, seperti No Viral No Justice kerap muncul untuk memberikan dukungan kepada korban dan berharap perkara cepat tertangani. Namun, cara tersebut tidak jarang justru berujung pada hal yang kurang tepat.

"Seringkali tujuannya untuk men-support supaya berjalannya cepat. Padahal ada tahapannya," katanya.

Ruth menegaskan, setiap kasus kekerasan memiliki kompleksitas tersendiri. Penyidik tidak hanya bekerja mengumpulkan bukti, tetapi juga memastikan kondisi fisik maupun psikis korban siap untuk menjalani proses hukum.

"Kalau belum layak diperiksa, ya kita pulihkan dulu. Ada psikolog, ada UPT PPA, ada safe house. Setelah dia tenang dan nyaman, baru kita lakukan pemeriksaan," tuturnya.

Tantangan di era digital ini hadir di tengah masih tingginya angka kekerasan, terutama kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) di Jawa Timur. Sepanjang Januari hingga Juni 2025, tercatat 327 kasus KDRT yang ditangani polres di jajaran kabupaten/kota serta Pola Jatim. Dari jumlah tersebut, kekerasan fisik masih mendominasi, disusul kekerasan psikis.

"Kekerasan fisik KDRT sebanyak 282 kasus, menyusul psikis 23 kasus," ungkap Ruth.

Ruth pun menyampaikan bahwa penyidik memahami pilihan korban untuk bersuara di media sosial. Namun ia mengingatkan, prosedur proses hukum yang berjalan.

"Kalau ada yang mau tanya perkembangan, itu bisa langsung. Ada kontak penyidiknya dalam surat yang disampaikan (ke korban). Semua ada jalurnya," katanya.

Ia berharap, masyarakat dapat melihat proses penegakan hukum secara lebih utuh di era digital, bukan hanya dari seberapa cepat sebuah kasus viral, tetapi dari seberapa tepat proses itu dijalankan.

"Karena bukan hanya menangani perkara saja, tapi ada juga upaya pemulihan bagi korban, termasuk pelaku agar tak mengulangi perbuatannya," pungkas Ruth.



Simak Video "Video Amnesty: Pernyataan Menbud soal Pemerkosaan 1998 Itu Keliru yang Fatal!"

(dpe/hil)
Berita Terkait
Berita detikcom Lainnya
Berita Terpopuler

Video

Foto

detikNetwork