DP3A Musi Rawas Sebut Broken Home Pemicu Kasus Kekerasan Perempuan-Anak

Sumatera Selatan

DP3A Musi Rawas Sebut Broken Home Pemicu Kasus Kekerasan Perempuan-Anak

M Rizky Pratama - detikSumbagsel
Senin, 17 Nov 2025 09:30 WIB
Ilustrasi Kekerasan ibu dan anak
Foto: Ilustrasi Kekerasan perempuan dan anak (Shutterstock)
Musi Rawas -

Sepanjang tahun 2025 dari Januari hingga November, Unit Pelaksana Teknis (UPT) Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A) Musi Rawas telah menangani 16 kasus kekerasan pada perempuan dan anak.

Dari 16 kasus tersebut, DP3A Musi Rawas menyebutkan faktor utama terjadinya kekerasan terhadap perempuan dan anak akibat keluarga yang tidak utuh atau tidak harmonis (broken home).

Kepala UPT PPA Musi Rawas, Joni Candra mengatakan 16 kasus tersebut didominasi oleh kasus kekerasan seksual sebanyak 13 kasus, 1 kasus kekerasan fisik, dan 2 kasus kekerasan psikis.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Sepanjang tahun ini ada 16 kasus total kekerasan terhadap perempuan dan anak, dan yang mendominasi ini korbannya anak-anak," katanya, Minggu (16/11/2025).

Joni membeberkan dari kasus yang sudah dilakukan pendampingan tersebut, ada 5 faktor utama penyebab terjadinya kekerasan terhadap perempuan dan anak di Musi Rawas.

ADVERTISEMENT

"Pertama itu adalah faktor keluarga yang tidak utuh atau broken home. Biasanya baik anak-anak maupun perempuan yang menjadi korban ataupun pelaku dalam kasus kekerasan itu yang keluarganya berantakan," jelasnya.

"Berantakan ini contohnya seperti orang tuanya yang bercerai sehingga dia harus tinggal dengan orang lain, baik itu ke kakek nenek ataupun keluarga lainnya. Karena biasanya pelaku dari kasus kekerasan, khususnya kasus kekerasan seksual adalah orang terdekatnya korban," sambungnya.

Kemudian, lanjut Joni, faktor kedua adalah masalah ekonomi dimana rata-rata korban merupakan golongan dari ekonomi ke bawah.

"Ketiga adalah faktor lingkungan yang bebas dan tanpa pengawasan orang tua. Lalu yang keempat adalah pendidikan yang rendah, dan yang kelima adalah faktor agama. Hal ini karena pengetahuan tentang agama pelaku ini kurang sehingga kebanyakan menjadi pemicu terjadinya kekerasan," ungkapnya.

Joni menjelaskan pihaknya lebih berfokus pada penanganan, yang artinya setelah UPT PPA Musi Rawas mendapat laporan atau berita terkait kekerasan yang melibatkan perempuan dan anak, pihaknya akan langsung turun melakukan pendampingan baik terhadap korban maupun pelaku.

"Jadi kami lebih fokus ke penanganannya. Kami berfokus dalam memberikan layanan kepada perempuan dan anak-anak yang mengalami masalah kekerasan, diskriminasi, dan perlindungan khusus masalah hukum lainnya," ujarnya.

"Setelah menerima laporan dari masyarakat, kemudian kami melakukan penjangkauan terhadap korban untuk pendalaman kasus dan pengelolaan kasus. Setelah itu baru melakukan penampungan sementara," lanjutnya.

Selain itu, kata Jojo, Unit UPT PPA Musi Rawas juga akan melakukan pendampingan terhadap korban.

"Ini bisanya untuk orang yang tidak mampu. Kami bekerjasama dengan psikolog untuk memberikan penguatan mental. Itu tidak bisa sekali saja, kadang sampai 5 kali, tergantung dari korbannya. Kalau dari segi kesehatannya kami bekerjasama dengan Dinkes untuk ngurus BPJS-nya," jelasnya.

Joni membeberkan pihaknya juga berhak melakukan mediasi kasus yang dialami korban atau pelaku ke ranah hukum bersama pihak terkait lainnya.

"Mediasi ini dilakukan sebelum kasus masuk ke pihak kepolisian. Kebanyakan yang berhasil dimediasi itu kasus kekerasan dalam rumah tangga (KDRT). Kalau untuk kasus asusila itu tidak dimediasi," tuturnya.




(dai/dai)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads