Kata Perhutani Soal Pasangan Manusia Jurang di Dasar Lembah Mojokerto

Enggran Eko Budianto - detikJatim
Selasa, 02 Des 2025 20:45 WIB
Lokasi tempat tinggal Manusia Hutan di Mojokerto. (Foto: Enggran Eko Budianto/detikJatim)
Mojokerto -

Pasangan manusia jurang, Karmin alias Pak Soleh (71) dan Simpen (56) yang sudah 22 tahun hidup di dasar jurang Gembolo, Mojokerto menggarap 1,5 hektare lahan di dalam hutan. Lahan itu ternyata tak lagi menjadi aset Perhutani setelah ditetapkan menjadi kawasan hutan dengan pengelolaan khusus (KHDPK).

Kepala Bagian Kesatuan Pemangkuan Hutan (BKPH) Pacet, Priyo Purwanto menjelaskan semula lahan sekitar 1,5 hektare yang digarap dan ditinggali Karmin dan Simpen masuk wilayah Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH) Pasuruan. Namun, sejak sekitar tahun 2018, lahan itu diminta oleh negara untuk ditetapkan menjadi KHDPK.

"Itu petak 3I, itu kan kawasan perhutanan sosial KHDPK. Itu kan lahan Perhutani yang diminta oleh negara. Sehingga pengelolaannya bukan Perhutani, tapi ke Dinas Kehutanan Jatim," jelasnya kepada detikJatim, Selasa (2/12/2025).

Sebelum itu, lahan yang sama digarap mendiang Warsiman, bapak Karmin, warga Desa Nogosari, Pacet, Mojokerto. Namun, saat itu Warsiman memilih pulang pergi dari rumahnya ke lahan di dalam hutan.

Pada 2003 atau sekitar 22 tahun silam, Karmin dan Simpen melanjutkan pengelolaan lahan itu. Pasangan suami istri ini nekat tinggal di dasar Jurang Gembolo yang merupakan perbatasan antara Kecamatan Pacet dengan Trawas.

Sayangnya, Priyo tidak mengetahui model pengelolaan lahan pada era Warsiman sampai dilanjutkan Karmin sebelum penetapan KHDPK. Sebab ia tak menemukan dokumen kerja sama di kantornya.

"Dokumen-dokumen tidak ada di kantor asper (Asisten Perhutani). Itu kan hutan lindung, bukan hutan produksi," tandasnya.

Sebelumnya, Karmin dan Simpen hidup selama 22 tahun di dasar Jurang Gembolo dengan menggarap lahan hutan. Mulai dari menanam palawija, pisang, jahe, hingga budi daya ikan mujair dan kambing brahman.

Jahe kebo menjadi komoditas andalan Karmin dan Simpen untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Luas tanaman jahenya sekitar 2.800 meter persegi. Ia rutin panen setiap minggu sepanjang tahun. Luas lahan yang selama ini mereka garap sekitar 1,5 hektare.

Secara administrasi, rumah pasutri ini masuk Desa Sukosari, Trawas, Mojokerto. Meski di dasar jurang, area yang mereka tempati cukup datar. Sekitar 50 meter di sebelah kiri rumah terdapat aliran sungai sebagai pemisah Pacet dengan Trawas.

Tempat tinggal Karmin dan Simpen sangat sederhana. Lantainya berupa tanah, tiang dan dindingnya terbuat dari bambu. Rumah seluas 3x5 meter persegi ini sebagian memakai atap genting, sebagian lagi atap bambu. Hanya ada 3 ruangan di dalamnya, yaitu ruang utama, kamar tidur dan dapur.

Rumah dan ladang manusia jurang ini dikelilingi kebun dan hutan yang masih sangat lebat. Dari sisi Kecamatan Pacet, akses paling dekat melalui Dusun Bulak Kunci, Desa Nogosari dengan waktu tempuh sekitar 45 menit. Medannya cukup menantang karena harus melalui jalan setapak yang satu sisinya berupa jurang sangat dalam.

Di awal perjalanan sekitar 15 menit, jalan setapak bisa ditempuh dengan sepeda motor. Berikutnya harus berjalan kaki menyusuri saluran irigasi, lalu menuruni jurang yang sangat curam. Setelah menyeberangi sungai dan melewati hutan bambu, baru kita sampai di rumah pasangan Karmin dan Simpen.



Simak Video "Video: Kisah Pasutri 22 Tahun Hidup di Dasar Jurang Mojokerto"

(dpe/hil)
Berita Terkait
Berita detikcom Lainnya
Berita Terpopuler

Video

Foto

detikNetwork