Kesehatan mental kini menjadi topik hangat, terutama di kalangan Gen-Z. Namun, di balik meningkatnya kesadaran itu, muncul tren berbahaya yang kian marak, yaitu self-diagnose.
Tanpa pemeriksaan profesional, banyak anak muda, bahkan anak usia dini, mulai melabeli dirinya dengan gangguan mental tertentu hanya berdasarkan konten yang mereka lihat di media sosial.
Salah satu relawan Perkumpulan Keluarga Berencana (PKBI) Jawa Timur Qori Faizun mengingatkan betapa bahayanya self diagnose atau mendiagnosis kondisi mental secara pribadi.
Self diagnose hingga melakukan self-teratment tanpa melibatkan profesional merupakan langkah yang berbahaya. Gejala yang tampak serupa sering memiliki penyebab berbeda dan perlu penanganan medis tertentu.
Tak hanya remaja, anak usia dini pun rentan terpapar self-diagnose. Kondisi ini membuat mereka berisiko mengalami kelelahan emosional lebih dini, padahal kemampuan mengelola pikiran dan emosi belum matang. Keduanya meningkatkan potensi anak mengalami tekanan mental berat hingga berujung tindakan ekstrem.
Selain itu, paparan dunia digital yang tidak terkontrol semakin memperparah kondisi tersebut karena anak-anak hingga remaja seringkali tidak memiliki filter dalam menyerap informasi atau membandingkan diri dengan orang lain di media sosial.
Qori menyampaikan bahwa gangguan mental hanya dapat didiagnosis melalui serangkaian tahapan. Yang paling penting, lanjut Qori, proses tersebut harus dilakukan ahlinya, yakni psikolog.
"Karena kalau psikolog saja yang berwenang memerlukan beberapa hal untuk bisa menegakkan suatu diagnosa, tidak bisa ditentukan hanya karena, 'oh karena mood ku berubah ubah berarti aku bipolar'," jelas Qori.
"Tentu tidak, jadi mental illnes perlu beberapa diagnosa yang harus ditegakkan dan itu minimal tiga atau bisa lebih, baru bisa dinyatakan mengalami mental illnes. Kalau dengan profesional akan dibantu, assesmen, terapi, kalau perlu obat akan dirujuk ke psikiater," sambungnya.
Kapan Harus Konseling Kesehatan Mental?
Menurut Qori, tidak ada batasan waktu tertentu untuk menentukan kapan harus melakukan konseling kepada psikolog. Terlebih lagi, tidak harus menunggu terjadi sesuatu atau sampai bisa mengatasi permasalahan mental tersebut secara mandiri.
Ia memberikan sedikit tips untuk mengenali gejala awal sebagai penanda kapan memerlukan bantuan psikolog. Ketika perasaan atau emosi yang dialami tersebut sampai mengganggu fungsi keseharian hingga menyebabkan kesulitan fokus, sulit tidur, mudah lupa, sebaiknya langsung berkonsultasi dengan ahlinya.
"Kalau semisal itu sampai berdampak ke aktivitas sehari-hari dan mengganggu keberfungsian kita, sebaiknya langsung datang untuk melakukan konseling. Ingat, jangan melakukan self diagnose karena itu berbahaya," tutup Qori.
Konseling Gratis di PKBI Jatim
Menurut Qori, Hotline WhatsApp PKBI Jatim mengalami angka kenaikan yang signifikan hingga banyaknya permintaan untuk membuka konsultasi secara online. Maka dari itu, PKBI memunculkan layanan telekonseling, konseling berbasis online melalui situs tanpa aplikasi dan bisa diakses setiap hari.
Jadwal layanan untuk telekonseling tersedia mulai Senin-Sabtu dan dapat diakses melalui situs PKBI Jawa Timur. Senin-Jumat, layanan konseling dapat diakses mulai pukul 08.00 WIB hingga 21.00 WIB. Sabtu, PKBI membuka layanan mulai pukul 08.00 WIB hingga 16.00 WIB, dan Minggu tutup.
PKBI berharap konseling online ini bisa membuat lebih banyak orang mendapatkan layanan konseling, sehingga kesehatan atau kesejahteraan mental. Hal ini sejalan dengan tujuan menekan angka self diagnose.
Tentang PKBI Jatim
Perkumpulan Keluarga Berencana (PKBI) merupakan salah satu organisasi dengan fokus awal untuk mengatasi kesehatan reproduksi dan kelamin yang saat ini mulai memperhatikan isu kesehatan mental.
Qori mengatakan, awal perjalanan organisasi ini adalah latar belakang yang memiliki kesamaan prinsip dengan Indonesian Planned Parenthood Federation (IPPF), lembaga internasional yang membahas isu terkait seksual reproduksi dan training family.
Setelah berdiskusi dengan IPPF, Presiden Soekarno mengadaptasi gagasan tersebut dan pada akhirnya PKBI didirikan pada 1957, tepatnya 23 Desember. PKBI diketahui didirikan dokter pribadi Presiden Soekarno.
Salah satu program yang diterapkan PKBI bersama IPPF dan mampu mengurangi angka kelahiran, kematian ibu dan anak, diadaptasi pemerintah menjadi lembaga BKKBN atau Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional.
Lambat laun, PKBI tidak hanya memperhatikan kesehatan reproduksi serta memberikan layanan kesehatan seksual reproduksi, tetapi memberikan layanan konseling kesehatan mental. Dimulai sejak 2016, konseling kesehatan mental diberikan untuk melengkapi layanan lainnya, terutama kesehatan seksual reproduksi.
"Kami memang dasarnya dalam memberikan layanan kesehatan seksual reproduksi itu berbasis konseling, namun konselingnya lebih ditujukan untuk kesiapan pengambilan tindakan, terkait kesiapan diagnosa dari hasil tes dan lain-lain," jelas Qori.
Awalnya, konseling hanya ditujukan untuk layanan penting yang melengkapi konsultasi kesehatan reproduksi. Namun kini, cakupannya mulai merambah ke ranah kesehatan mental.
"Saat itu juga masyarakat mulai aware dengan kesehatan mental, dan itu juga merupakan kebutuhan masyarakat, sekaligus peluang kami untuk melebarkan sayap ke isu kesehatan mental," ujar Qori.
Qori menyebut, sejak 2016 hingga kini, layanan konseling kesehatan mental diPKBI Jatim terus mengalami peningkatan. Layanan ini juga bersinergi dengan program relawan remaja PKBI, mengingat persoalan kesehatan mental dipengaruhi berbagai faktor.
Contohnya layanan konseling untuk screening kekerasan hingga konseling pendampingan. Layanan konseling ini terbuka untuk berbagai latar belakang usia. Jadi, tidak hanya berfokus pada tren kesehatan mental Gen-Z, konseling terbuka secara inklusif bagi siapa saja yang membutuhkan penanganan psikolog dan psikiater.
"Tentunya mengalami kenaikan karena kami membuka layanan screening kekerasan, kemudian konseling pendampingan. Secara, dampak dari kekerasan itu, maupun kesehatan mental yang dialami itu, kami membuka untuk berbagai latar belakang dan usia. Misalkan kami ketika edukasi di pondok atau sekolah, komunitas indie-indie, kami juga menawarkan layanan screening dan konseling," ujar Qori kepada detikJatim.
PKBI tidak hanya memberikan layanan kesehatan, tetapi juga hadir memberikan dukungan psikologis bagi kelompok yang membutuhkan. Hingga Oktober 2025, PKBI telah mengedukasi sebanyak 31.723 populasi kunci terkait HIV dan infeksi menular seksual (IMS).
Di saat yang sama, organisasi ini memfasilitasi rujukan tes HIV dan IMS bagi 19.167 orang ke berbagai layanan kesehatan. Melalui klinik yang dikelola, PKBI menemukan dan menindaklanjuti 501 kasus positif HIV.
Dari total itu, 384 di antaranya telah menjalani pengobatan antiretroviral (ARV). Upaya perlindungan juga dilakukan lewat skrining kekerasan terhadap 49.211 individu, di mana 237 kasus berhasil ditangani secara langsung melalui layanan konseling.
Simak Video "Video: CISDI Ungkap Alasan Kesehatan Mental Masih Disepelekan"
(auh/irb)