Kata Pakar Soal Penyebab Banjir di Malang

Muhammad Aminudin - detikJatim
Kamis, 27 Nov 2025 21:15 WIB
Dosen Teknik Sipil Universitas Muhammadiyah Malang, Amalia Nur Adibah (Foto: Dok. Istimewa)
Malang -

Frekuensi banjir di Malang Raya meningkat akibat hilangnya resapan air dan drainase yang banyak tertutup oleh bangunan warga. Adanya sumur resapan dan biopori didorong menjadi solusi.

Dosen Teknik Sipil Universitas Muhammadiyah Malang, Amalia Nur Adibah menyebut alih fungsi lahan menjadi kawasan terbangun menyebabkan air hujan tidak lagi terserap optimal dan langsung mengalir ke jalan.

Kondisi ini diperparah oleh saluran drainase yang tertutup oleh bangunan warga. Air hujan langsung mengalir ke jalan dan memicu kerusakan pada infrastruktur maupun pondasi bangunan.

"Banyak drainase sengaja ditutup untuk melebarkan rumah, sehingga air tidak punya akses masuk," ujar Amalia kepada wartawan, Kamis (27/11/2025).

Sementara dari kacamata teknik sipil, lanjut Amalia, banjir akan berdampak langsung pada infrastruktur maupun bangunan. Amalia menyebut lapisan aspal kerap terkelupas setelah banjir, menyebabkan jalan cepat berlubang.

Sementara untuk bangunan, air hujan yang mengandung zat korosif dapat merusak pondasi, instalasi listrik, hingga peralatan elektronik.

Ia menambahkan bahwa banjir yang terjadi berulang dapat mengikis pondasi bangunan, terutama yang berada di bantaran sungai atau wilayah dengan debit air besar.

"Semakin lama terhempas air, pondasi bisa terkikis dan memicu kerusakan struktural hingga risiko roboh," jelasnya.

Untuk bangunan yang terlanjur berada di kawasan rawan banjir, Amalia menyarankan pemilik rumah untuk melakukan peninggian bangunan dan menambah titik sumur resapan atau biopori di lingkungan sekitar.

Mitigasi sederhana, seperti memasang papan penahan air di pintu ketika hujan deras, juga dinilai efektif mencegah air masuk ke rumah.

Dari sudut pandang penataan kota, ia menilai pembangunan dan pembesaran saluran drainase yang saat ini dilakukan pemerintah sudah tepat.

Namun ia menemukan beberapa proyek drainase yang posisinya lebih tinggi dari permukaan jalan, sehingga air sulit masuk.

"Ini memicu masalah baru karena aliran air tidak bisa langsung mengalir ke saluran," katanya.

Amalia juga menegaskan pentingnya pemilihan lokasi sebelum membangun rumah serta penerapan aturan tata kota, seperti menyediakan 30 persen lahan terbuka dalam satu kavling agar air hujan tetap dapat meresap.

Ia berharap pemerintah lebih optimal dalam mengalokasikan anggaran pembangunan infrastruktur agar upaya mitigasi banjir dapat berjalan maksimal.

BMKG sendiri merilis adanya potensi cuaca ekstrem di wilayah Jawa Timur termasuk Kota Malang periode 20 Nopember 2025 sampai dengan 29 Nopember 2025.

Kondisi atmosfer lokal yang labil dan lembap dari lapisan bawah hingga atas turut mendukung pertumbuhan awan-awan konvektif yang berpotensi menimbulkan hujan lebat.

Potensi itu disebabkan karena adanya pola pertemuan angin (konvergensi), serta melintasnya fenomena gelombang atmosfer Equatorial Rossby mulai tanggal 23 November 2025 di wilayah Jawa Timur.



Simak Video "Video: Kesal Belum Dibayar Pemkot Pekanbaru, Kontraktor Bongkar Drainase"

(dpe/abq)
Berita Terkait
Berita detikcom Lainnya
Berita Terpopuler

Video

Foto

detikNetwork