Konflik antarwarga di Jalan Asem Jajar Gang III, Surabaya, berujung pada penembokan jalan. Siti Holilah (48) menembok jalan gang yang semula selebar 1 meter, kini tinggal 50 sentimeter. Rasa kesal yang menumpuk kepada tetangga disebut menjadi pemicu utama tindakan tersebut.
Penembokan jalan ini dilatarbelakangi konflik lama terkait urusan ahli waris dengan pembeli tanah warisan, serta dugaan kerancuan proses jual beli tanah yang melibatkan pihak lain di luar pemilik hak waris.
Holilah menembok akses jalan tersebut pada 12 Oktober. Ia mengklaim bahwa 50 sentimeter dari jalan gang itu masuk dalam Sertifikat Hak Milik (SHM) miliknya. Namun, beberapa tetangga di samping rumahnya juga merasa telah membeli tanah selebar 1 meter untuk dijadikan jalan bersama.
Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi pun turun tangan melakukan mediasi. Baik Holilah, warga terdampak jalan ditembok, hingga pihak Badan Pertanahan Nasional (BPN) dihadirkan agar masalah ini tidak berlarut-larut dan segera menemukan titik temu.
Hasilnya, Holilah selaku penembok jalan menolak membongkar tembok karena mengaku sudah kecewa dengan tetangganya. Ia membawa bukti SHM tanah yang dibeli, termasuk setengah dari jalan gang selebar 1 meter.
Sementara itu, warga terdampak bersikeras agar Holilah membuka kembali akses jalan karena mereka juga mengaku telah membeli tanah 1 meter tersebut untuk jalan bersama.
Menengahi itu, Eri meminta pihak BPN melakukan pengukuran ulang agar dapat diputuskan siapa yang berhak atas tanah tersebut.
"Dilakukan ukur ulang untuk menentukan siapa yang salah dan benar. Tapi saya tidak melihat salah dan benarnya di sini. Lek tetap salah benar, tapi sek tetap gegeran, maka ancur daerah itu. Karena iki tonggoan (Kalau tetap salah benar, tapi masih tetap bertengkar, hancur daerah itu. Karena ini bertetangga)," kata Eri kepada wartawan di Kecamatan Bubutan, Sabtu (1/11/2025).
Eri menjelaskan, konflik ini bermula dari penjualan tanah yang dipecah namun tidak dilaporkan dengan benar sejak awal. Penjual mengaku menyediakan setengah meter tanah untuk jalan yang merupakan wakaf dari ibunya. Namun, pembeli (Siti Holilah) merasa jalan tersebut bagian dari tanahnya karena sesuai dengan SHM yang dimiliki.
Perbedaan pemahaman inilah yang kemudian memicu perselisihan dan berujung pada pembangunan tembok. Karena itu, Eri meminta BPN melakukan pengukuran ulang agar fakta kepemilikan tanah bisa terungkap dan masalah segera selesai.
"Kami berharap nanti setelah diukur ulang oleh BPN, semua warga bisa berbesar hati mengikhlaskan tanahnya demi akses jalan, sehingga tercipta kedamaian," ujarnya.
Setelah pengukuran selesai, Eri juga berencana mempertemukan kembali kedua belah pihak untuk menyelesaikan konflik.
Ia berpesan kepada masyarakat agar tidak memperkeruh suasana melalui media sosial (medsos). Menurutnya, penyebaran masalah di medsos hanya akan memperburuk hubungan antarwarga.
"Saya tadi bilang ke Pak camat dan lurah untuk menyelesaikan masalah warganya lewat Kampung Pancasila, tidak semua harus dimasukkan ke medsos," pungkasnya.
Simak Video "Video: Warna-warni Pohon Natal hingga Kado Raksasa Hiasi Surabaya"
(esw/hil)