Di era digital yang serba cepat, modus kejahatan siber semakin berkembang dengan berbagai cara yang kian sulit dikenali. Salah satu jenis kejahatan yang sering menjerat masyarakat adalah phishing, yaitu upaya penipuan memanfaatkan manipulasi psikologis untuk mencuri data pribadi atau akses ke akun digital korban.
Para pelaku tak lagi hanya mengandalkan email mencurigakan, tetapi kini menyamarkan aksinya melalui situs palsu, pesan singkat, bahkan QR Code yang tampak resmi. Banyak orang terkecoh karena tampilan situs atau pesan terlihat sangat meyakinkan.
Dari undangan acara, promo hadiah, hingga kupon undian, semua dikemas menyerupai lembaga atau merek ternama. Padahal, satu kali klik atau login ke tautan palsu dapat membuat data pribadi, kata sandi, hingga informasi finansial berpindah ke tangan penipu dalam hitungan detik.
Apa Itu Phishing?
Phishing merupakan bentuk serangan siber berbasis rekayasa sosial yang bertujuan mengelabui korban agar membocorkan informasi sensitif, seperti data login, nomor kartu kredit, atau file penting. Serangan ini biasanya dilakukan lewat email, pesan teks, telepon, maupun situs web tiruan yang meniru tampilan layanan resmi.
Berbeda dengan serangan siber konvensional yang menargetkan sistem atau perangkat, phishing justru menyasar kelemahan manusia. Para pelaku menciptakan narasi palsu, misalnya berpura-pura menjadi rekan kerja, pimpinan, atau perwakilan brand terkenal, agar korban mengikuti instruksi yang merugikan dirinya sendiri.
Modus Phishing
Dilansir dari akun Instagram Ditsiber Polda Jatim, modus penipuan phishing kini makin canggih. Salah satu yang marak adalah penggunaan QR Code palsu yang mengarahkan pengguna ke halaman login tiruan, seperti Google Sign-In versi palsu.
Sekilas tampak identik, padahal situs tersebut dirancang untuk mencuri kredensial login korban. Contohnya, flyer digital bertema "Gebyar 17 Agustus" yang menawarkan kupon undian. Ketika QR Code dipindai, pengguna diarahkan ke laman login email palsu.
Begitu pengguna memasukkan data akunnya, pelaku langsung mendapatkan akses ke seluruh informasi pribadi. Ciri yang dapat diperhatikan antara lain adanya tanda strip (-) di alamat situs atau domain yang tidak sesuai, misalnya bukan accounts.google.com.
Cara Mengenali dan Menghindari Situs Phishing
Phishing menjadi salah satu ancaman paling umum bagi pengguna internet. Untuk menghindari jebakan penipuan daring, penting mengetahui tanda-tanda situs phishing dan langkah-langkah pencegahannya. Berikut beberapa tips yang dapat membantu tetap aman saat berselancar di dunia maya.
- Cek URL dengan teliti. Pastikan domainnya benar-benar resmi dan tidak mengandung karakter aneh. Untuk layanan Google, domain yang sah adalah accounts.google.com.
- Perhatikan tampilan halaman. Situs resmi memiliki desain dan tata letak yang konsisten, termasuk logo, warna, dan elemen antarmuka.
- Waspadai email dengan tautan langsung. Google dan lembaga resmi tidak pernah meminta login melalui tautan dalam email promosi.
- Uji kemampuan mengenali phishing. Gunakan kuis resmi dari Google di phishingquiz.withgoogle.com untuk melatih kewaspadaan Anda.
- Gunakan Authenticator untuk Keamanan Tambahan
Mengaktifkan Two-Factor Authentication (2FA) atau aplikasi Authenticator dapat memberikan lapisan keamanan ekstra. Dengan sistem ini, login ke akun digital memerlukan kode sekali pakai (One-Time Password/OTP) yang hanya muncul di perangkat pribadi. Bahkan, jika pelaku berhasil mengetahui kata sandi, mereka tetap tidak dapat masuk tanpa kode verifikasi tersebut.
Mengapa Phishing Jadi Ancaman Siber Utama?
Menurut laporan IBM Cost of a Data Breach, phishing menjadi penyebab paling umum pelanggaran data, berkontribusi sekitar 15 persen dari seluruh pelanggaran dengan kerugian rata-rata mencapai 4,88 juta USD per insiden. Phishing berbahaya karena memanfaatkan sisi psikologis manusia, bukan kelemahan teknologi.
Para pelaku dapat berupa individu tunggal atau kelompok kriminal terorganisasi yang menggunakan phishing untuk berbagai tujuan, mulai dari pencurian identitas, penipuan kartu kredit, hingga spionase data perusahaan.
Salah satu kasus besar terjadi pada 2016, ketika email reset password palsu digunakan untuk mencuri ribuan pesan dari kampanye politik di Amerika Serikat. Karena phishing berakar pada manipulasi manusia, teknologi keamanan saja tidak cukup.
Organisasi dan masyarakat perlu dibekali edukasi keamanan digital yang kuat agar mampu mengenali tanda-tanda penipuan sejak dini. Dengan kombinasi antara sistem keamanan siber yang andal dan literasi digital yang baik, kita bisa mencegah semakin banyak korban jatuh akibat modus penipuan yang semakin canggih
Simak Video "Video: Staf Prabowo Bisa Ketipu Love Scam, Data Kepresidenan Aman?"
(ihc/irb)