Cinta yang terjalin selama lima tahun antara Alvi Maulana (24) dan Tiara Angelina Saraswati (25) berakhir dengan tragedi memilukan. Tiara meregang nyawa di tangan pacarnya sendiri.
Tidak hanya dibunuh, tubuh Tiara diperlakukan secara tidak manusiawi dengan dimutilasi menjadi ratusan potongan. Kasus ini tak hanya mengguncang publik, tetapi juga menghadirkan analisis berbeda dari polisi yang menanganinya.
Kasat Reskrim Polres Mojokerto AKP Fauzy Pratama menyebut, kasus mutilasi Alvi memiliki keunikan tersendiri. Menurutnya, Alvi mengalami kondisi anomi sehingga tega melakukan dehumanisasi terhadap korban.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Namun, pada intinya, yang bisa saya sampaikan adalah bahwa terdapat perbedaan mendasar pada kasus mutilasi yang ini dengan kasus lainnya," kata Fauzy kepada detikJatim, Minggu (14/9/2025).
Fauzy menjelaskan, pada kebanyakan kasus mutilasi, pelaku didorong oleh rasa marah atau benci yang berlebihan kepada korban. Namun pada kasus ini, motif yang melatarbelakangi tindakan Alvi berbeda.
"Sedangkan pada kasus ini, motif mendasarnya yang menjadi alasan pelaku (Alvi) melakukan perbuatan tersebut berbeda dengan kasus-kasus lainnya," terangnya.
Dalam menganalisis kasus ini, Fauzy menggunakan teori anomi Emile Durkheim yang dipelajarinya di University of Glasgow, Skotlandia. Anomi adalah keadaan tanpa norma, di mana aturan moral dan sosial yang biasanya mengikat individu menjadi lemah.
Menurut Fauzy, setelah membunuh Tiara, Alvi mengalami tekanan psikologis sangat tinggi, syok, dan stres berat. Akhirnya tersangka melakukan dehumanisasi, sesuai konsep dehumanization dari Philip Zimbardo dan Herbert Kelman.
"Sehingga secara sadar atau tidak sadar, pelaku (Alvi) menekan atau mungkin bahkan menghilangkan rasa kemanusiaan, nilai moral dan nilai agama yang ada pada dirinya. Sehingga pelaku tega memperlakukan korban dengan cara yang tidak manusiawi demi tujuan menghilangkan barang bukti," jelas Fauzy.
Awal Mula Mutilasi
Alvi dan Tiara dikenal sudah pacaran sekitar lima tahun. Alvi berasal dari Dusun Aek Paing Tengah, Labuhanbatu, Sumut. Sementara Tiara berasal dari Desa Made, Lamongan.
Tragedi itu terjadi pada Minggu (31/8/2025) sekitar pukul 02.00 WIB. Alvi menusuk leher kanan Tiara dengan pisau dapur setelah kesal karena pintu kos dikunci dari dalam. Tiara tewas kehabisan darah.
Tidak berhenti di situ, Alvi membawa jasad Tiara ke kamar mandi kos di Jalan Ludah Wetan Gang 1, Surabaya. Di tempat inilah ia memutilasi tubuh korban, memisahkan organ dari tulang, lalu memotong-motong menjadi 554 bagian. Sebagian jasad dibuang di semak-semak jalur Pacet-Cangar.
Penemuan potongan telapak kaki kiri korban oleh warga bernama Suliswanto saat mencari rumput menjadi awal terkuaknya kasus ini. Polisi bahkan mengerahkan anjing pelacak dari Unit Polsatwa Ditsamapta Polda Jatim hingga akhirnya identitas korban terungkap.
Tim Satreskrim Polres Mojokerto bergerak cepat. Dalam waktu 14 jam sejak penemuan potongan tubuh, Alvi berhasil ditangkap di kosnya. Kedua betisnya ditembak polisi karena melawan saat ditangkap.
Imbas hingga Surabaya
Kasus mutilasi yang dilakukan di kos wilayah Lakarsantri, Surabaya, juga menyita perhatian Pemkot Surabaya. Pasalnya, Alvi dan Tiara tinggal bersama tanpa ikatan pernikahan.
"Iya, itu (Kasus Mutilasi yang terjadi di rumah kos Lakarsantri) jadi perhatian kami. Kami juga berterima kasih karena sudah diingatkan. Nanti kami akan galakkan kembali perihal razia kosan ini," kata Kepala Satpol PP Surabaya Achmad Zaini, Minggu (14/9/2025).
Satpol PP Surabaya berencana menghidupkan kembali razia kos bersama OPD terkait, termasuk Dispendukcapil dan dinas perizinan, demi mencegah praktik living together yang kian marak.
"Nanti kita cek dulu dalam dua minggu terakhir ini seperti apa. Yang pasti, nanti kita hidupkan lagi razia-razia rumah kos sebagai langkah antisipatif dan menciptakan kondisi yang aman dan nyaman bagi warga Surabaya," pungkasnya.
Simak Video "Video: Isak Tangis Keluarga Sambut Kedatangan Jenazah Tiara Korban Mutilasi "
[Gambas:Video 20detik]
(auh/hil)